Review

Penggambaran Sifat Religius dalam Tiga Cerpen Kuntowijoyo

3 Mins read

Penyebab utama lahirnya karya sastra adalah penciptanya sendiri: Sang Pengarang. Itulah sebabnya penjelasan tentang kepribadian dan kehidupan pengarang adalah metode tertua dan paling mapan dalam studi sastra (Renne Wellek dan Austin Warren, 1977: 81).

Sebuah karya sastra, selain merupakan hasil dari kepribadian dan kehidupan pengarang sendiri, juga pengalaman batin tentang kesadaran religiusitas atau kesadaran tentang keagamaannya. Kehidupan pengarang terkait religiusitas dituangkan dalam sebuah karya, yang menjadi menarik untuk di kaji dalam kehidupan sehari-hari.

Mangunwijaya (1982: 11) menyatakan bahwa pada awal mulanya, seluruh karya sastra adalah religius. Bahkan pada setiap karya sastra yang berkualitas selalu berjiwa religius.

Pernyataan tersebut menekankan bahwa karya sastra terkandung nilai, norma, dan ajaran agama. Tentu saja, pernyataan itu muncul karena penulis karya sastra adalah makhluk sosial dan sekaligus makhluk religius. Yang mana, pengalaman religiusnya akan mempengaruhi karya sastra yang dihasilkannya.

Berdasarkan teori di atas, tema-tema yang dilandaskan dengan kata religius, tak luput dari perasaan ketuhanan dan keagamaan.

Lantas, bagaimana kaitannya dengan judul-judul cerpen Dilarang Mencintai Bunga-Bunga, Sepotong Kayu untuk Tuhan, dan Burung Kecil Bersarang di Pohon karya Kuntowijoyo? Di sini akan membahas tentang nilai religi yang ditonjolkan dari ketiga cerpen tersebut.

Dari judul-judul cerpen yang dipilih, terdapat sisi cerita yang menggambarkan perasaan dengan ketuhanan serta keagamaan. Dari ketiga cerpen tersebut, terdapat pula pesan yang disampaikan dalam kehidupan religius. Di mana, cerpen-cerpen tersebut memberikan kesadaran-kesadaran untuk semua yang membacanya, khususnya bagi umat muslim.

Religiusitas pada Cerpen Dilarang Mencintai Bunga-bunga

Pada cerpen Dilarang Mencintai Bunga-Bunga, tokoh kakek adalah seorang yang sangat dekat dengan buyung, anak yang cinta terhadap bunga-bunga.

Baca Juga  Fatima Al-Fihri: Muslimah Pendiri Universitas Pertama di Dunia

Tokoh kakek memberikan penyadaran bahwa penggambaran hidup itu seperti layang-layang, dan layang-layang itu bisa putus. Dalam artian di sini menyatakan, bahwa hidup itu seperti bermainan layang-layang yang bersifat sementara. Sementara, bermainan layang-layang itu bisa putus atau berakhir. Berikut kutipan dialog yang menyentuh bagi para pembaca:

“Jangan sedih, Cucu. Hidup adalah permainan layang-layang. Setiap orang suka pada layang-layang. Setiap orang suka hidup. Tidak seorang pun lebih suka mati. Layang-layang bisa putus. Engkau bisa sedih. Engkau bisa sengsara. Tetapi engkau akan terus memainkan layang-layang. Tetapi engkau akan terus mengharap hidup. Katakanlah, hidup itu permainan. Tersenyumlah, Cucu”

Sejatinya, dialog si kakek ini memberikan gambaran tentang hidup yang bersifat sementara dan dapat berakhir kapan saja. Penggambaran sifat tersebut dapat di temukan dalam Al-Quran seperti yang di tuliskan pada (QS. Al-‘Ankabut : 64).

“Dan tiadalah kehidupan di dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya, akhirat itulah yang sebenar-benarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.”

Religiusitas pada Cerpen Sepotong Kayu Untuk Tuhan

Pada cerpen Sepotong Kayu untuk Tuhan, tokoh si kakek memberikan cerminan tentang etos kerja. Bahwasanya, muslim yang baik adalah muslim yang tidak suka bermalas-malasan.

Seorang muslim sudah diperintahkan untuk selalu giat dalam melakukan kerja apapun. Giat dalam bekerja merupakan bentuk gambaran  seorang muslim dalam berbakti kepada Tuhan. Maka dari itu, berbaktilah kita di jalan Tuhan. Berikut kutipan dari kalimat monolog kakek:

Tiba-tiba ia bangkit. “Demi Tuhan!”, ia berseru. “Celakalah yang menyiakan waktu!” Ia ingat. Meski berbuat sesuatu. Berbaring bermalasan bukan pekerjaan muslim yang baik.

Semangat si kakek memberikan tamparan untuk para kaum muda (terkhusus saya), bahwa muslim itu tidak suka bermalas-malasan, tidak suka dalam menyia-nyiakan waktu melainkan harus giat dalam bekerja, dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Seperti yang di tuliskan pada (QS. At-Taubah: 105).

Baca Juga  Sukma Intelektualisme, Kelanjutan Gen Pemikiran IMM

“Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang maha mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakannya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”

Religusitas pada Cerpen Burung Kecil Bersarang di Pohon

Pada cerpen Burung Kecil Bersarang di Pohon, tokoh si kakek kali ini menunjukkan keblingeran. Di mana, ia yang seolah mengutuk orang-orang di pasar karena melalaikan ibadah Jumat. Nyatanya, dirinya pun tak luput dari orang-orang yang melalaikan ibadah Jumat tersebut.

Kesan religius yang di ambil dari cerpen ini adalah, bahwasanya manusia tidak ada yang sempurna, tak luput dari kekhilafan, dan dosa. Belakangan,  kita merasa paling benar tidak pernah salah, lantas mengkafirkan manusia lainnya.

Nyatanya kita lupa bahwa itu adalah bibit untuk menumbuhkan kesombongan, yang mana berimbas pada diri kita masing-masing. Di sisi lain, yang menarik dalam cerpen ini adalah, ketika tokoh pak tua sedang mengalami problema ketika berdiri di depan masjid yang jamaahnya sedang berhamburan sedangkan dia baru datang, dengan kewajiban sebagai Khotib serta imam pula. Katanya:

“Persetan orang-orang itu! Mereka pasti berbisik-bisik. Kepada siapakah ia lebih takut? Kepada gerombolan orang itu ataukah kepada tuhan? Ia memutuskan lebih takut kepada Tuhan.”

Monolog ini, dapat menyentuh para pembaca juga, sehingga memberikan kesadaran bagi para pembaca cerpen tersebut. Monolog yang sangat menyentuh ini dapat menyadarkan seseorang yang merasa lebih malu kepada orang lain ketika melalaikan ibadah dibandingkan kepada Tuhan yang sejatinya zat dan maha segalanya.

Untuk itu, sebagai muslim dekatkanlah diri dengan Tuhan yang maha kuasa.

Daftar Pustaka

Rene Wellek dan Austin Warren, 2016. Teori Kesusastraan. Jakarta : Gramedia.

Baca Juga  Matinya Kepakaran: Ketika Kedunguan Merajalela

Pitri Irmadani, 2011. Skripsi; Aspek Religiusitas Dalam Kumpulan Puisi Topeng.Universitas Andalas, Padang.

Kuntowijoyo, 1992. Kumpulan Cerpen Dilarang Mencintai Bunga-bunga. Jakarta: Pustaka Firdaus.

Editor: Yahya FR

Ajie Dzulvian Akbar
1 posts

About author
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Articles
Related posts
Review

Memahami Teks, Menyadari Konteks: Review Buku Interaksi Islam Karya Mun'im Sirry

5 Mins read
Buku ini, Interaksi Islam, karya terbaru Prof. Mun’im Sirry, mengusung tiga tema besar: Pertama, penelusuran aktivitas relasi antaragama di masa awal Islam,…
Review

Belajar Kehidupan dari Buku Kuntowijoyo, Dilarang Mencintai Bunga-Bunga

4 Mins read
“Membaca karya Kuntowijoyo ini pembaca akan merasakan bagaimana sensasi imajinasi yang membuat pikiran merasa tidak nyaman.” Buku kumpulan cerpen (kumcer) dari Kuntowijoyo…
Review

Inilah Kitab tentang Kepribadian Nabi Karya Hasyim Asy'ari

4 Mins read
Kitab al-Nūr al-Mubīn fī Maḥabbati Sayyid al-Mursalīn. Kitab ini merupakan salah satu karya tulis Hasyim Asy’ari dari berbagai karyanya dalam ragam disiplin…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds