Review

Apakah Ideologi Komunis Masih Diminati?

3 Mins read

Ideologi Komunis Masih Diminati?

Saya tercenung ketika melihat iklan buku ini di laman media sosial seorang teman. Apakah masih laku membaca buku tentang pemikiran ideologi komunis yang pernah dianut orang per orang bahkan negara? Di mana, zaman kecepatan informasi dan revolusi komunikasi sudah semakin pesatnya.

“Komunis sudah runtuh, gumam saya”, ini zaman Tiktok, dengan adanya internet semua bisa dijual dengan harga murah dengan kualitas menyerupai aslinya dan orang tidak perlu lagi menjadi buruh dan kerja di pabrik.

Di sisi lain, pada satu kesempatan, saya pernah membaca juga di sebuah gravity café ketika musik jazz perlahan digemari anak muda Uni Soviet kala itu, dengan slogannya: “today you play jazz tomorrow yo’ll betray your country” dan benar saja Uni Soviet runtuh.

Namun, rasa penasaran itu masih menguat, apakah ia sebagai pemikiran, metode riset dan filsafat, dapat memecahkan problem kemanusiaan setelah Kuba dan negara Tiongkok Ideologinya bergeser di pasar internasional?

Apakah ia sebagai Ideologi dapat mengentaskan masalah pemiskinan, oligarki, disparitas upah antara karyawan dan buruh, serta timpangnya teknologi antar regional dan negara? Dan tahukah, bahwa PHK tengah merebak karena pandemi Covid-19 yang membuat buruh (karyawan) dan banyak orang kena imbasnya? Apakah ia satu–satunya jalan dari banyak jalan yang ada secara sosial politik dan sejarah?

Friedrich Engels dan Ideologi Komunis

Saya mengetahui nama Friedrich Engels pada saat mengambil mata kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi (SPE). Waktu itu, saya harus menyelesaikan tugas akhir studi literatur dan harus menulis makalah Kontribusi Karl Marx dan JM Keynes terhadap perekonomian di masa Franklin Roosevelt pada saat Great Depresion dengan Political Dealnya.

Baca Juga  Menemani Minoritas: Paradigma Islam Membela Mustadh'afin

Biasanya, namanya tersanding dengan teman karibnya, yaitu Karl Marx. Yang menarik dari mata kuliah ini adalah suatu pemikiran seseorang di bidang filsafat, ekonomi, dan lainnya tidak ada yang benar-benar orisinal. Semuanya saling mempengaruhi dan dipengaruhi. Termasuk Friedrich Engels, Karl Marx, Adam Smith, David Ricardo dan kebijakan – kebijakan perekonomian terkini terkait pajak, bunga dan teknologi terkini.

Persis seperti yang dikatakan filusuf Inggris William Blake, bahwa “manusia dipengaruhi oleh social historical context-nya tidak ada yang baru”.

Namun saya setuju dengan kata pengantar buku ini bahwa pemikiran Frederich Engels juga tidak kalah penting di banding Karl Marx. Di kelas – kelas jurusan ekonomi pembangunan atau sekarang populer dengan nama ilmu ekonomi.

Pembahasan akan kontribusi wacana komunisme dalam perekonomian biasanya dibedakan dengan tokoh sosialis ilmiah macam Robert Owen. Namun ketika membahas komunisme semuanya masih bersumber tentang Karl Marx. Padahal banyak yang lainnya.

Buku Pemikiran Friedrich Engels: Pemikiran dan Kritik

Buku Pemikiran Friedrich Engels: Pemikiran dan Kritik yang di terbitkan penerbit Ultimus Bandung ini datang dengan hal berbeda, ia tidak njelimet, tidak berkutat pada pembahasan soal puja-puji bahwa Ideologi ini pernah berjaya.

Bahwa alat produksi hari-hari ke depan harus direbut dan diserahkan kepada buruh bahwa negara dan komunitas kacau karena tidak menerapkan komunisme dan kapitalisme harus diganti sekerang. Seperti soal – soal yang pernah diajukan oleh Thomas More di buku Utopia yang terbit di 1516. Buku ini tidak utopis.

Buku ini jauh dari pada itu karena beberapa alasan. Penulisnya datang dari latar belakang yang menguasai catatan kaki dan daftar pustaka berbahasa Inggris baik yang pro dan kontra soal teologi, ekologi, perempuan, dan pandangan Friedrich Engels yang diinterpretasi oleh kajian Budisme, Kristen, dan Islam oleh penulisnya menjadi kajian menarik untuk tidak dilewatkan.

Baca Juga  Kiai Misbach, Pelopor Komunisme Islam di Surakarta

Membacanya seakan – akan memiliki vibrasi dan pembaca diajak kembali ke masa awal ketika revolusi industri terjadi bersama pergulatan pemikiran Friedrich Engels terkait kondisi buruh atau ketenagakerjaan yang tidak jauh berbeda (walau buruh sekarang ponselnya telepon pintar dengan alat transportasi yang mentereng) dari masa kini, tentang pabrik – pabrik kenapa berdiri.

Selain itu yang menarik dari buku ini adalah Friedrich Engels datang dari kalangan borjuis bukan buruh dari lahir—suka dansa, filsafat, dan baju bagus—saat itu tanda barang mewah. Fakta ini memperkuat fakta bahwa Ideologi itu soal kemaun keberpihakan bukan soal pakaian dan aksesoris tubuh seperti misalnya menjadi anak punk harus berdandan ala punk. Ideologi melampaui itu.

Pentingnya Mempunyai Kemauan Membaca

Akhir kata seperti yang dikatakan dosen mata kuliah SPE saya tentang pentingnya mempunyai kemauan untuk membaca apapun termasuk buku pemikiran yang katanya menakutkan itu. Karena dengan membaca, mengerti, dan menguji, akhirnya orang menjadi tahu bagaimana posisi pemikiran dari seseorang tokoh itu sebenarnya (lebih baik dari sumber aslinya) karena bagaimanapun sebuah pemikiran tidak ada yang orisinal.

Yang harus ditakuti adalah ketika sebuah pemikiran tidak boleh dibaca dan dikritisi karena ia akan menjadi mitos untuk menakut–nakuti di zaman yang terus berubah bergerak oleh simbiosis kapitalisme yang sosialis.

Suka tidak suka, sumbagan filsafat dialektika juga berperan membawa kemajuan di berbagai bidang. Selamat membaca agar sehat di tengah pandemi Covid-19 yang ada menjelang tahun pemilu di tengah banalnya media massa menyuguhkan informasi yang … ahsudalah!

Editor: Yahya FR

Sunny
2 posts

About author
Suka membaca apa saja, kuliner lover and traveling dreamer. Kajian Masalah Pembangunan.
Articles
Related posts
Review

Debat Bergengsi Epikureanisme vs Stoikisme Tentang Tuhan

3 Mins read
Wacana mengenai ketuhanan bukanlah persoalan yang baru muncul pada zaman kontemporer ini. Jauh sebelum Islam dan Kristen lahir di dunia ini, manusia…
Review

Pasang Surut Politik Islam dalam Gelanggang Sejarah Bangsa Indonesia

5 Mins read
Islam sebagai sumber moralitas dan idealitas tidak mungkin dipisahkan dari wawasan kekuasaan. Kekuasaan tanpa didasari moralitas hanya akan melahirkan banalitas sebagaimana yang…
Review

Sejauh Mana Gender dan Agama Mempengaruhi Konsiderasi Pemilih Muslim?

4 Mins read
Isu agama memang seksi untuk dipolitisir. Karena pada dasarnya fitrah manusia adalah makhluk beragama. Dalam realitas politik Indonesia, sebagian besar bangsa ini…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *