Dalam sebuah survey, 110 mahasiswa S1 Standford University mengaku bahwa mereka sering menggunakan istilah-istilah berat atau kata-kata sulit saat menulis bertujuan agar dosen menganggap mereka sangat cerdas.
Walau sepertinya cukup banyak yang yakin bahwa orang-orang menggunakan kata-kata sulit agar dikagumi dan dikira cerdas, alasan dan penyebab pengguna melakukan hal itu sesungguhnya ada banyak ragam.
Dosen New York University, Joshua Spodek, PhD MBA, mengatakan bahwa banyak lulusan Ivy League yang menggunakan kata-kata sulit saat bicara. Penyebabnya bukan untuk membuat pendengarnya terkesan melainkan karena mereka meragukan kecerdasan mereka sendiri.
Alasan lain adalah karena ada kalanya kata sederhana tak mampu secara utuh merangkum makna yang hendak disampaikan. Misalnya, kita tak bisa serta-merta mengganti kata ‘tesis dan ‘antitesis’ dengan ‘opini dan bantahan.’
Kecerdasan hanya bisa diperoleh salah satunya lewat membaca. Kebiasaan ini tentu saja berpengaruh pada pengetahuan pembaca tentang jumlah dan makna kata. Semakin cerdas seseorang, kian banyak kata rumit yang ia ketahui.
Oleh karena itulah, tak semua orang yang menggunakan kata-kata sulit melakukannya karena haus penghargaan. Ada yang terbiasa menggunakan kata-kata sulit karena sering memiliki ide kompleks yang isinya tak bisa utuh dituangkan oleh kata-kata sederhana.
Ada juga yang melakukannya karena ia memang sering membaca ‘bacaan berat’ atau karena mereka berada di lingkungan yang kerap menggunakan kata-kata semacam itu. Mereka bahkan tak sadar bahwa sesungguhnya kata-kata yang mereka pakai adalah kata-kata yang tak umum.
***
Orang cerdas banyak yang menggunakan kata-kata sulit. Sebagai pendengar atau pembaca sangat mungkin kita punya pengetahuan atau intuisi bahwa mereka menggunakan kata-kata berat dengan tujuan baik: Menyampaikan pesan, membagikan ide yang rumit, dan sebagainya.
Walau demikian, ada baiknya para pegguna paham bahwa bilamana mungkin, mereka sebaiknya memilih kata-kata yang sederhana. Penelitian di Princeton University menunjukkan bahwa pemilihan ini membuahkan kesan positif .
Riset yang dikerjakan pada tahun 2005 ini layak disebut brilian karena substansinya yang sederhana disampaikan lewat judul yang rumit: Consequences of Erudite Vernacular Utilized Irrespective of Necessity: Problems with Using Long Words Needlessly.
Dalam riset itu Daniel M. Oppenheimer, Ph.D menunjukkan bahwa orang yang menggunakan kalimat-kalimat pendek dan sederhana dipandang lebih cerdas dibandingkan mereka yang mengutarakan kalimat-kalimat panjang (dan font yang terlihat rumit).
Saat meneliti, Oppenheimer mengganti kata-kata yang memiliki 8-9 huruf dengan sinonim berhuruf sedikit yang ada di dalam Microsoft Word 2000 Thesaurus. Teks yang digunakan adalah abstrak disertasi dari mahasiswa Sosiologi dan ”Meditation IV” yang ditulis Rene Descartes, filsuf Perancis abad 17. Hasilnya sama. Pemikir besar sekalipun dianggap lebih cerdas saat menulis dalam kalimat-kalimat yang lebih pendek.
Menuangkan ide kompleks dengan istilah sederhana dan atau kalimat yang lebih pendek butuh tingkat abstraksi yang tinggi. Berhasil melakukannya berpotensi membuat kita dipandang cerdas: Dibutuhkan kemampuan untuk menganalisa informasi serta mengenali pola dan relasi dari konsep-konsep yang hendak disampaikan. Ini menuntut logika dan kecerdasan linguistik yang tinggi.
Lihat saja gambar terlampir:Bagian-bagian dari pesawat ulang alik dijelaskan dengan menggunakan 1000 kata Bahasa Inggris yang paling sering digunakan orang awam. Penulisnya adalah Randall Munroe, fisikawan yang meninggalkan pekerjaanya di NASA untuk menjadi komikus.
***
Buku-buku Munroe laku keras karena ia berhasil menjelaskan sains secara sederhana. Munroe lulus dari universitas yang tak masuk ranking 1-500 dunia. Bagaimanapun, belum tentu apa yang ia lakukan bisa dikerjakan oleh profesor dari universitas yang rankingnya selalu masuk lima besar dunia.
Kesimpulannya? Tak serta-merta orang yang gemar menggunakan kata-kata sulit adalah orang yang tidak percaya diri atau orang bodoh. Ada kalanya orang yang sangat cerdas mengalami kesulitan untuk menyederhanakan bahasa. Bagi mereka, menyederhanakan kata identik dengan mengurangi atau memperkecil makna.
Menggunakan kata-kata sulit tidak haram tapi kita sebaiknya ingat bahwa kata-kata sederhana berpotensi membuat komunikasi jadi lebih baik. Posisi pengguna dan pendengar relatif akan setara karena tak ada gap bahasa yang lebar. Ini membuat situasi jadi lebih cair.
Menggunakan kata-kata sulit kadang tak bisa dielakkan namun menggunakannya berkali-kali saat tidak diperlukan akan membuat kita terlihat bodoh atau tidak percaya diri.
Percayalah, jika kita benar-benar tak menguasai bahan yang kita sampaikan, menggunakan kata-kata sulit bukan hanya membuat kita terlihat bodoh tapi akan membuat kita ketahuan bodoh.
Editor: Wulan