Dari ilustrasi sekolah Muhammadiyah dalam angka seperti pada pembahasan sebelumnya (baca artikel: Kualitas Pendidikan Muhammadiyah Masih Perlu Diperbaiki) telah memberikan gambaran mutu dan kuantitas sekolah. Ada kesenjangan atau disparitas di sekolah-sekolah Muhammadiyah. Pada satu sisi, banyak sekolah Muhammadiyah masih bergelut dengan peningkatan mutu sekolah, di sisi lain beberapa sekolah telah masuk kategori outstanding tetapi tidak mendapat pendampingan secara serius.
Dalam pengamatan penulis, mengatasi permasalahan disparitas mutu pendidikan itu penting, tapi penanganan sekolah “outstanding” jauh jangan dilupakan. Peningkatan mutu sekolah itu memang penting, tetapi janganlah melupakan keberadaan “sekolah outstanding” yang butuh pendampingan.
Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah sendiri telah menetapkan sekolah “outstanding”, sekolah premium, dan unggulan. Namun penguatan, pendampingan, dan pembinaan serta penambahan sekolah-sekolah potensial menjadi sekolah outstanding masih minim dan belum diupayakan by design.
Pada tulisan sebelumnya, dua permasalahan telah dibahas meliputi (1) basis data dan kuantitas sekolah dan (2) transformasi teknologi dan informasi dalam pembelajaran. Tulisan ini melanjutkan proses identifikasi permasalahan pendidikan di Muhammadiyah selanjutnya yang fokus pada (1) problem disparitas mutu dan (2) penanganan sekolah “outstanding.”
3. Disparitas Mutu dan Kuantitas Sekolah Muhammadiyah
Di beberapa daerah ada beberapa sekolah yang sangat menggembirakan dalam hal mutu dan kuantitas jumlah siswanya serta kemandirian sekolah Muhammadiyah, namun tidak sedikit sekolah yang dalam keadaan minus atau nothing atau kategori mustadh’afin atau al-Maun.
Untuk jenjang SD masih agak menggembirakan secara nasional sudah di atas rata-rata nasional untuk mutu baik yang dirilis Mei 2019 yang lalu. Walaupun persebarannya sangat tidak “normal”. Kesenjangan mutunya sangat tinggi. Bahkan beberapa SD kita dalam keadaan terpapar. Jumlahnya banyak, siswanya sedikit dan menunggu waktu ditutup. Sangat lebih menyedihkan melihat SMP dan SMA dan SMK Muhammadiyah. Hanya 1 SMP Muhammadiyah Kottabarat Solo yang bisa menembus tingkat nasional dalam ujian nasional 3-4 tahun terakhir.
Jika kita membaca rilis jurnal yang iulas oleh Journal School Effectiveness and School Improvent hasil penelitian tahun 2017 dan dirilis tahun 2020 mengenai “The achievement gap in Indonesia? Organizational and ideological differences between private Islamic schools.” Posisi sekolah Muhammadiyah sudah jauh tertinggal dengan sekolah-sekolah Islam brand “Islam Terpadu,” dalam hal capaian nilai matematika, IPA, Bahasa Inggris, pendidikan orangtua dan pekerjaan orangtua antara sekolah dengan madrasah dari kalangan modernis, tradisionalis, dan terpadu.
Walau rilis penelitian tersebut dilakukan tahun 2015 hingga 2016 dan dinamikanya sudah banyak berubah dan hasil rilis mutu sekolah baik untuk sekolah Muhammadiyah sudah berkembang jauh. Hasil penelitian ini menjadi refleksi diri sekolah Muhammadiyah untuk peningkatan mutu sekolah masih jauh dari harapan kita bersama.
***
Dalam hal capaian murid pun beberapa sekolah Muhammadiyah berada di zona terancam di tutup (jumlah siswanya di bawah 50). Jika saja peta sekolah Muhammadiyah mampu diupayakan akan banyak membantu penanganan sekolah Muhammadiyah yang jumlah siswanya sangat minim.
Selama pendampingan yang dilakukan ke sekolah-sekolah from nothing baik bersama Prof Malik Fadjar, beberapa tim kepala sekolah muda dan pendampingan ke beberapa sekolah “al-Maun,”ada beberapa faktor yang menyebabkan terpuruknya sekolah Muhammadiyah kita dalam hal kuantitas jumlah siswa.
Pertama, krisis kepemimpinan. Kedua, minimnya pembinaan dari pihak Persyarikatan Muhammadiyah. Ketiga, jalinan komunikasi dengan masyarakat dan Persyarikatan di tingkatan ranting dan cabang tidak terjalin dengan komunikatif. Keempat, tata kelola manajemen sekolah yang tidak tertata dengan baik sehingga masyarakat tidak lagi memberikan kepercayaan kepada sekolah. Kelima, SDM yang dimilikinya tidak fokus sepenuhnya dicurahkan untuk pengembangan sekolah. Keenam, konflik. Kepentingan di tingkatan internal sekolah. Ketujuh, tata kelola keuangan tidak transparan dan akuntabel. Kedelapan, jumlah perolehan siswa sangat minim. Kesembilan, kondisi fisik sekolah, walaupun secara bangunan fisik memadai, namun karena tidak adanya perawatan yang baik, sehingga kusam dan kotor. Kesepuluh, tidak adanya terobosan dan program unggulan atau ciri khas sebagai sekolah Muhammadiyah.
***
Sekolah dan Persyarikatan kita tidak menjadikan basis gerakan dan Persyarikatan menjadi etos pengelolaan amal usaha sekolah Muhammadiyah. Semestinya para penggerak dan owner sekolah Muhammadiyah senantiasa bergerak dan memperbarui manajemen sekolah. Pengelolaan sekolah Muhammadiyah diselenggarakan secara inovatif dan kreatif, membaca tanda tanda kehidupan dan zaman dengan menerapkan kepemimpinan dan keorganisasiannya secara transformasional.
Semangat saja tidak cukup. Harus diiringi pengelolaan sekolah yang mampu menjawab tuntutan masyarakat dan menjawab kebutuhan zaman. Seperti halnya yang dilakukan KH Ahmad Dahlan memperbarui sistem pendidikan yang emansipatoris, humanisasi, liberatif, transendental dan, mencerahkan dengan konsep holistik dan integratif. Saat ini, etos pembaruan di sekolah Muhammadiyah tenggelam dengan comfort zone dan merasa sudah mapan dan besar sendiri tanpa mau berkaca dan berpacu dengan sekolah-sekolah lainnya.
Etos kedua mengenai Persyarikatan. Nilai-nilai Persyarikatan acapkali baru disadari jika ada peristiwa ad hoc dan viral. Fenomena SMP Muhammadiyah 1 Kokap dan SMP Muhammadiyah Butuh Purworejo yang sempat viral dan sekolah-sekolah lainnya baru disadari berbagai pihak akhirnya “dipaksa” turun gunung membenahi sekolah Muhammadiyah.
***
Pembinaan dan pendampingan dari Persyarikatan atau bahkan pihak sekolah pun terkadang abai dengan Persyarikatan kerap dijumpai. Manajemen perubahan yang semestinya dilakukan secara intensif “ditongkrongi,” “diplototi,” dan “ditiup-tiup” oleh Persyarikatan tidak dilakukan secara optimal. Karenanya, membenahi sekolah Muhammadiyah sejatinya membenahi pula Persyarikatan yang tidak memainkan peranannya secara optimal.
Contoh praktek baik yang dilakukan oleh PCM Depok Sleman. Di era 2009 yang lalu ketika dari 6 sekolah yang dimilikinya, hanya 2 yang sehat. Ketika sekolah “dindandani”, Persyarikatannya pun ikut dibenahi. Dalam kurun waktu tidak sampai 10 tahun hasilnya pada tahun 2016 dan puncaknya tahun 2019, 6 sekolah tersebut berkembang pesat dan menjadi sekolah yang unggul dan berkualitas walau masih terus diupayakan.
Penanganan persoalan disparitas ini harus diupayakan secara menyeluruh dari hulu ke hilir. Dimulai dari pemetaan sekolah, tata kelola majelis yang mau turun gunung dan membenahi sekolah Muhammadiyah secara sungguh-sungguh. Pihak sekolah Muhammadiyah pun mau beranjak melakukan perubahan sekalipun kondisi sekolahnya saat ini dalam kondisi baik. Karena proyeksi diri secara subyektif membuat kita lengah dengan inovasi dan progresivitas capaian mutu sekolah Muhammadiyah. Sekalipun siswanya banyak, acapkali merasa puas dan tidak beranjak ke jenjang mutu dan keengganan berbagi kemajuan bersama-sama dengan sekolah Muhammadiyah lainnya.
Paparan Prof Baedhowi dalam acara FGD “Mengurai Benang Kusut Sekolah Muhammadiyah” pada bulan Februari lalu (2019) menyimpulkan ada beberapa persoalan serius mengenai kusutnya sekolah Muhammadiyah. Yakni, manajemen pendidikan, tata kelola asset dan keuangan, tata kelola kepegawaian dan tata kelola sistem pembelajaran. Permasalahan-permasalahan tersebut yang telah menghambat peningkatan mutu sekolah Muhammadiyah.
4. Penanganan Sekolah Muhammadiyah “Outstanding”
Beberapa sekolah Muhammadiyah berada dalam kondisi “outstanding” karena mengalami peningkatan mutu sekolah. SD Muhammadiyah Sapen, SD Muhammadiyah 4 Pucang Anom Surabaya, SMP Muhammadiyah Kottabarat Solo, dan beberapa sekolah lainnya menunjukkan berada dalam posisi outstanding. Beberapa sekolah lainnya pun potensial menuju outstanding. Karakteristik sekolah outstanding adalah sekolah yang efektif.
Ciri-ciri sekolah efektif di antaranya sekolah memiliki visi dan misi yang jelas serta dilaksanakan secara konsisten, memiliki lingkungan yang baik, kepemimpinan sekolah yang kuat, dukungan dari masyarakat sekitar, sekolah mempunyai rancangan program yang jelas, guru menerapkan strategi pembelajaran yang inovatif, evaluasi berkelanjutan, kurikulum sekolah yang tetrancang dan terintegrasi satu sama lain.
Dalam perspektif manajemen, beberapa dimensi dan indikator sekolah efektif di antaranya menyangkut layanan belajar bagi siswa yang maksimal, mutu mengajar guru, kelancaran layanan belajar, kenyamanan ruang belajar serta sarana prasarana lain, kesempatan dalam menggunakan fasilitas serta layanan sekolah, budaya sekolah dan adanya dukungan dari masyarakat.
Sammons, Hilmans and Mortimore (1995: 3) mendefinisikan sekolah efektif sebagai: “one in which pupils progress further than might be expected from consideration of its intake. In other word an effective schools adds extra value to its students outcome in comparison with other schools serving similar intakes. By contrast an ineffective school is one in which students make less progress than expected given their characteristic at intake”.
Definisi dari Sammons, Hilman dan Mortimore ini dapat dipahami bahwa sekolah efektif merupakan satu hal di mana kemajuan para siswa lebih baik dari kondisi yang biasa diharapkan. Atau sekolah efektif itu sekolah yang memberikan nilai lebih pada peserta didiknya dibandingkan sekolah lain yang memiliki karakteristik yang sama. Dimensi sekolah efektif yang meliputi: layanan belajar bagi siswa, pengelolaan dan layanan siswa, sarana dan prasarana sekolah, program dan pembiayaan, partisipasi masyarakat dan budaya sekolah.
***
Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah telah menetapkan sekolah “outstanding”, sekolah premium, dan unggulan. Namun penguatan, pendampingan dan pembinaan serta penambahan sekolah-sekolah potensial menjadi sekolah outstanding masih minim dan belum diupayakan by design.
Jika dimaksimalkan pembinaan bahkan penambahan serta pelibatan berbagai pihak, membuka jajaring networking pengembangan sekolah premium tersebut, sekolah Muhammadiyah kita bisa bersaing dan bersuara menjadi sekolah yang bermutu dan berkualitas di kancah nasional dan internasional.
Upaya keunggulan dan pusat peradaban yang dicita-citakan oleh Persyarikatan Muhammadiyah akan bisa terwujud jika sekolah unggul Muhammadiyah. Pelibatan PTM sebagai center of execellent pembinaan intensif sekaligus menjadikan sekolah unggulan tersebut sebagai sekolah piloting dan sekolah laboratorium bisa menjembatani pembinaan intensif siswa di bidang matematika, sains, dan bidang-bidang keilmuan lainnya, selain mengasah kompetensi guru dan kepala sekolah. (Bersambung)
Baca artikel terkait: Basis Data dan Transformasi Teknologi Pembelajaran Mutlak Dibutuhkan
Editor: Arif