Perspektif

Peran Penting Anggota Dewan untuk RUU TPKS di Masa Reses

3 Mins read

Anggota Dewan DPR RI punya peran penting untuk mensosialisasikan RUU TPKS di dapil masing-masing di masa reses. Terutama, bila di dapilnya terjadi kasus kekerasan seksual. Sehingga, masa reses adalah masa mendengar suara korban.

Namun, pertanyaan yang sering dilontarkan dalam setiap pembahasan RUU TPKS atau yang terang-terangan dipertanyakan beberapa anggota dewan dalam pertemuan advokasi, diskusi daring atau luring terkait desakan untuk segera mensahkan RUU TPKS adalah secara politik, apa manfaat politik bagi anggota DPR RI, bagi partai, bagi daerah pemilihan (Dapil) bila mendukung, mensahkan RUU TPKS? Apakah akan menambah jumlah suara di Dapil?

Mengetuk Nurani Anggota Dewan

Terhadap pertanyaan itu, saya balik bertanya. Siapakah anggota DPR kita yang mewakili daerah pemilihan Bengkulu? Tempat tinggal almarhumah YY (12) korban perkosaan berkelompok 16 laki-laki, tahun 2016? Di Bali kasus bocah (13) yang diperkosa sepupunya hingga hamil lalu dinikahkan dengan pelaku (2019), selepas melahirkan diperkosa ayah mertuanya (ayah pelaku) awal 2020. Siapakah anggota DPR dari Dapil Bali?

Atau Dapil Lampung Timur, tempat AS, pelaku perkosaan yang baru dibebaskan karena alasan pandemi dan pembatasan jumlah tahanan, lalu memperkosa lagi.

Siapakah anggota DPR Dapil Jawa Timur? Saya ingatkan kasus-kasus kekerasan seksual di Jawa Timur. Pertama, korban SR (21), asal Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Diperkosa 8 laki-laki, trauma dan stres parah hingga bunuh diri (1/6/2020). Kedua, kasus N (mahasiswi Universitas Brawijaya), korban diperkosa pacarnya hingga hamil 2 kali, dipaksa aborsi 2 kali, tak ada yang mendukung korban semuanya menyalahkan korban, hingga korban memilih bunuh diri di atas makam ayahnya.

Apa kabar Dapil Jawa Barat? Selama pandemi terkuak banyak kasus. Ada Herry Wirawan, pemerkosa 13 santriwati. Ada Syahril Parlindungan Marbun, korbannya 21 anak. Aksi bejat Herry di pesantren Cibiru, Kota Bandung dan Syahril Paroki di gereja Santo Herkulanus di Pancoran Mas, Depok. Selama bertahun-tahun kebejatan itu dilakukan.

Baca Juga  Melihat Fenomena Kekerasan terhadap Perempuan

Ketiga, BSN (25) tenaga kesehatan yang memperkosa pasien di Sawangan, Depok. Keempat, HS sopir online yang memperkosa tenaga kesehatan, di Bogor. Kelima, 4 pemuda di Cirebon, perkosa anak di bawah umur. Keenam, S (50), pengasuh pesantren di Jombang, memperkosa santri-santrinya bertahun-tahun. Ketujuh, di Bekasi, anak 8 tahun diperkosa ayah tiri dan (dugaan sementara) juga tetangganya. Siapakah anggota DPR dari Dapil tujuh kasus di atas?

Bagaimana pula dengan anggota dewan yang Dapil-nya menjangkau Luwu Utara, di mana kasus ayah kandung perkosa tiga anaknya. Atau Dapil Tangerang, Banten, tempat EF diperkosa berkelompok dan dibunuh 3 laki-laki dengan cangkul. Dan masih banyak daerah lainnya.

Apa tanggapan anggota DPR terhadap kasus di atas? Bayangkan, bila anggota dewan yang duduk di Senayan, mereka terpilih karena hasil suara dari orang tua, keluarga dekat, keluarga jauh, teman, atau bahkan korban itu sendiri. Maka, masihkah tega bertanya, apa keuntungan politik untuk saya dan partai saya? Dimanahkah hati nurani anggota dewan yang terhormat?

Peran di Masa Reses untuk RUU TPKS

Saat ini, DPR menjalani masa reses 19/2/2022 hingga 14/03/2022. Merujuk Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pasal 228 ayat (1) bahwa DPR punya tahun sidang dimulai 16 Agustus dan diakhiri 15 Agustus pada tahun selanjutnya.

Selama satu tahun sidang ada empat–lima kali masa persidangan waktu kerja DPR. Di setiap masa persidangan itulah ada masa reses. Di masa reses, anggota dewan bekerja di luar gedung DPR RI untuk menjumpai konstituen di daerah pemilihan masing-masing. Tujuannya menjaring, menampung, melakukan fungsi pengawasan sebagai bagian dari kunjungan kerja, baik secara perseorangan atau berkelompok dengan partainya.

Baca Juga  Apakah Masyumi Partai Terlarang?

Dana reses, sebagaimana yang disampaikan Krisdayanti, ada 140 juta. Dana ini bisa dikalikan delapan kali selama setahun (Alfarizi, Tempo.co, 24/02/22). Ini berarti, secara ideal, anggota dewan bisa secara serius membahas RUU TPKS di Dapil-dapil mereka. Mereka bisa saksikan kehidupan keluarga korban setelah kejadian kekerasan seksual yang berubah 180 derajat.

Korban dan keluarga korban umumnya dituduh sebagai pembawa aib, dikucilkan oleh masyarakat, bahkan diusir. Mereka kehilangan masa belajar, masa tumbuh kembang anak, stres, trauma, kehilangan sumber-sumber perekonomian, jatuh miskin. Tanyakan pada korban, apa yang bisa diperbuat oleh anggota dewan yang mewakili suara rakyat tempat daerah pemilihan itu.

Datanglah ke lokasi korban, dengarkan suara korban dan keluarganya, tanyakan makna restitusi, hak atas kebenaran, keadilan, dan pemulihan jangan panjang bagi korban yang sesungguhnya mereka butuhkah. Bila perlu datangi makam korban dan berjanjilah bersungguh-sungguh memperjuangkan keadilan melalui RUU TPKS, hingga tak perlu lagi ada korban lain yang akan dimakamkan berdampingan dengan YY, N, SR, EF.

Inilah makna reses: menjaring, menampung aspirasi rakyat. Saya pikir, anggota dewan juga perlu jumpa, menyapa Pemerintah Daerah (Pemda). Mendialogkan bagaimana fungsi Kantor Wilayah Kementerian Agama di Jawa Timur atau Jawa Barat terhadap pengawasan pesantren atau rumah ibadah (misalnya gereja) sehingga anak-anak kita aman dan nyaman belajar agama tanpa rasa takut dihantui predator kekerasan seksual.

Bagaimana Muspida bisa saling mendukung, predator kekerasan seksual tidak berhak atas pengurangan atau penghapusan masa tahanan, sebagaimana kasus di Lampung Timur. Sehingga, fungsi-fungsi pengawasan DPR juga berjalan sampai ke daerah. Jadi, pengawasan tidak melulu soal anggaran, tetapi juga pengawasan apakah hak-hak konstitusional warga negara, terutama di Dapil mereka sudah terpenuhi.

Baca Juga  Empat Rekomendasi INFID Untuk Atasi Ketimpangan Gender

Tak Ada Waktu Menunda RUU TPKS

Bola sudah di tangan DPR. RUU TPKS menjadi inisiatif DPR. Willy Aditya, Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS mengatakan Surat Presiden (Surpres) dan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU TPKS sudah diterima DPR, sejak 11 Februari 2022 (Kompas.com, 21/02/2022).

Bayangkan, bila predator di Dapil Anda terus-menerus berkeliaran dan sebagai wakil rakyat, Anda diam. Bagaimana anggota DPR menjawab mimpi Indonesia Emas 2045 dari anak-anak kita sekarang?

Saya berharap, bila semua anggota dewan saat reses melakukan hal-hal di atas bersama-sama, maka tiada ruang impunitas predator kekerasan seksual, yang sangat meresahkan setiap perempuan dan anak-anak di Indonesia. Sekalipun mungkin Anda bukan Komisi 8, paling tidak, titipkanlah suara Dapil Anda di Komisi 8 yang membidani RUU TPKS.

Editor: Yusuf

12 posts

About author
Ketua Pusat Studi Islam, Perempuan, dan Pembangunan ITB Ahmad Dahlan Jakarta I Jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) I Anggota LHKP PP Muhammadiyah I Penulis Buku Zakat untuk Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds