Sebelum Kuliah
Sebelum periode perkuliahan di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), mahasiswa wajib mengikuti pelatihan leadership (P2KK) dan student day. Pernah juga mengalami hal ini dan hingga kini masih berbekas di hati. Kursus singkat kepemimpinan yang diolah dari falsafah Islam dan Kemuhammadiyahan ini, menjadikan setiap pribadi lebih tangguh, berani menantang hidup, dan memiliki kesempatan untuk menjalani hidup secara arif dan bijaksana.
Sementara itu, student day memperkenalkan mahasiswa pada dunia universitas, dunia akademik, dan intelektual. Selebihnya adalah main-main karena memang didesain agar bersifat lebih santai, have fun, dan membuat agar mahasiswa baru ini betah.
Sebelum perkuliahan di Australian National University (ANU), mahasiswa “tidak pernah diwajibkan” mengikuti pelatihan apapun. Tapi mereka diberikan kesempatan untuk mengikuti kursus riset. Di dalam kursus tersebut, mahasiswa dilatih menemukan sumber-sumber riset yang kredibel. Di samping itu, mereka juga ditantang untuk menyelesaikan bacaan-bacaan yang berat dan berpikir secara kritis.
Sebagai bagian terpenting dari kursus tersebut adalah belajar membuat paper ilmiah yang berkelas. Lalu, juga bagaimana melakukan presentasi yang baik, bagaimana berdebat di mimbar akademik, dan bagaimana mengatur waktu agar semua rancangan studi yang ada, bisa dilewati dengan tanpa halangan. Yang menarik, bahkan atas semua pertemuan perkuliahan yang ada, tidak pernah diabsen. Tidak diwajibkan untuk datang dan boleh untuk tidak diikuti.
“Belajar” bagi setiap mahasiswa, lebih merupakan hak ketimbang kewajiban. Tapi selama kuliah di ANU, jarang sekali ada mahasiswa yang tidak masuk ke kelas.
Perpustakaan
Ketika masih menjadi mahasiswa UMM, tempat favorit yang paling sering disinggahi untuk menghabiskan waktu adalah Perpustakaan Pusat. Tepat di lantai dua, rak paling ujung (dekat dengan kasir pengembalian buku) adalah tempat bernaung buku-buku studi Islam. Atau, di Perpustakaan Masjid AR Fachruddin.
Hampir semua buku tentang agama di kedua perpustakaan itu sudah terbaca, kecuali koleksi terbaru. Sayangnya, tidak semua buku rujukan perkuliahan tersedia di perpustakaan ini. Di samping itu, buku-buku kuno dan buku-buku terbaru (terutama yang diperdebatkan di dunia global) juga tidak terpampang di rak-rak yang tersedia. Entah mengapa, jurnal-jurnal ilmiah termutakhir yang ada, yang bisa ditelusuri melalui mesin pencari seperti proquest, super search, dan google scholar, juga belum bisa diakses.
Di ANU, masing-masing college memiliki perpustakaan. Lalu terdapat enam perpustakaan besar sesuai dengan bidang keilmuan yang ada, yakni Art & Music Library (seni dan musik), Chiefly Library (ilmu sosial dan humaniora), Hancock Library (sains, ilmu-ilmu alam, ilmu terapan dan teknik), Menzies Library (semua buku-buku primer yang diproduksi di Asia Timur, Asia Pasifik, Asia Selatan, Asia Tenggara, Asia Tengah, Timur Tengah, dan manuskrip-manuskrip kuno), Law Library (ilmu hukum), dan ANU Print Repository (semua buku yang dihasilkan ANU).
Setiap perpustakaan memiliki koleksi jutaan buku. Bahkan seperti Menzies Library, mengoleksi buku-buku, jurnal-jurnal, koran-koran, dan majalah terbaru yang diterbitkan dari Indonesia. Sementara itu, hampir semua jurnal internasional yang ada di dunia ini, bisa diakses di ANU, termasuk tesis dan disertasi dari seluruh dunia.
Buku-buku terbaru yang secara fisik belum tiba di universitas, melalui layanan proquest, bisa diakses secara digital dan dibaca melalui laptop. Semua perpustakaan buka dari jam 9 pagi sampai jam 7 malam, kecuali Chiefly Library yang buka 24 jam setiap hari, bahkan saat liburan.
Tugas dan Nilai
Untuk mendapatkan nilai yang baik di UMM, setiap mahasiswa harus mengikuti semua perkuliahan (setidaknya terabsen). Lalu, harus aktif berdiskusi di kelas, mengumpulkan tugas, mampu memahami materi yang ada dan lulus dengan nilai yang baik. Lulus dengan nilai cum laude (4.0 atau hampir), bukanlah hal yang mustahil.
Mirip dengan UMM, di ANU harus mengumpulkan paper ilmiah (berbobot 50% dari semua nilai), membentangkan presentasi (10%) dan mengikuti tiga jam ujian tulis di kelas (40%). Ketika menilai, para profesor tidak menekankan “benar atau salah.” Namun, seberapa kokoh tesis yang diajukan dan apakah ditopang oleh argumentasi yang kuat dan didukung bukti-bukti yang tak terbantahkan. Semuanya berjalan secara profesional.
Nilai yang sangat baik, akan diganjar dengan high distinction (80-100%), yang baik, mendapat distinction (70-79%), cukup baik, mendapat credit (60-69%), cukup, mendapat pass (50-59%), sementara di bawah 50% adalah failed.
Mendapatkan nilai high distinction bagi para mahasiswa, sangat jarang sekali. Dan barangkali hampir mustahil. Ini berlaku bagi semua mahasiswa. Baik yang berasal dari Amerika, Eropa, Australia, dan berbagai belahan dunia lainnya. Tetapi untuk mendapatkan distinction, bisa diperjuangkan, walau dengan jerih payah yang luar biasa.
Akan tetapi, jika mendapatkan rata-rata high distinction pada semua perkuliahan, mahasiswa program Master memiliki kesempatan untuk mendapatkan gelar PhD. Syaratnya adalah dengan menulis disertasi sepanjang seratus ribu kata, yang ditempuh selama dua hingga empat tahun. Prosedur ini sangat jarang sekali, kecuali dilalui oleh para jenius.
Perkuliahan sehari-hari yang ada, diikuti oleh mahasiswa S1, S2 atau S3. Hanya saja, bobot tugas yang diberikan, bagi jenjang pascasarjana tentu lebih berat. Namun ketika di kelas, tidak ada yang paling pandai, termasuk para profesor itu sendiri. Di hadapan ilmu, semuanya menjadi murid. Tidak jarang di dalam kelas, satu matakuliah dihadiri oleh dua profesor. Biasanya, di samping profesor pengampu matakuliah, ada pula profesor riset yang sedang membentangkan temuan risetnya.
Kalau diperhatikan, para profesor riset itu betul-betul mendedikasikan dirinya untuk ilmu pengetahuan. Betapa pandai mereka, namun masih merasa belum mengetahui apa-apa. Semakin lama duduk di kampus ini, semakin insyaf pula bahwa diri ini begitu kecil. Memang di sini tidak diajar mengenai banyak hal, tetapi satu hal yang lebih spesifik dan lebih mendalam.
We Love UMM
Secara obyektif, ada banyak faktor yang menjadikan antara UMM dan ANU berbeda. Terutama peran kedigdayaan kapital dan tradisi akademik yang sudah dibangun. Adalah hal yang sangat keliru jika ada yang berniat membandingkannya, hanya sekedar untuk menilai mana yang lebih baik. Terlebih menggunakan standar ranking dunia, baik itu menurut QS World University Ranking maupun Times Higher Education.
Tetapi akan menjadi hal yang berfaedah, sekiranya kita mampu mengambil pelajaran, khususnya bagi para mahasiswa UMM dan PTM lainnya, bahwa jangan pernah menghabiskan waktu yang pendek ini hanya untuk bersenang-senang.
Mari kita bersungguh-sungguh menjadi mahasiswa yang lebih mencintai ilmu pengetahuan, gemar membaca buku dan menulis, bersikap lebih bijaksana dan meninggalkan segala hal yang kurang bermanfaat. We are UMM and we love UMM.
Editor: Nabhan