Perspektif

Perbedaan Pendapat Akan Tetap Ada, Jadilah Perekat Umat!

4 Mins read

Dalam berkehidupan, manusia memiliki pola pikir yang berbeda-beda dan beragam antara satu sama lain. Hal inilah yang seringkali menyebabkan munculnya ragam perbedaan pendapat di masyarakat.

Perbedaan tersebut seringkali menjadi penyebab adanya pertentangan antar dua kubu yang bersebelahan. Satu sama lain mengunggulkan pendapat dan prinsipnya serta menganggap prinsip yang dipegang kubu lawan itu salah mutlak.

Perbedaan Pendapat

Sejak manusia generasi awal diciptakan, perbedaan pendapat telah muncul dan menimpa anak manusia. Dalam riwayat yang populer bahwa salah satu anak Nabi Adam ‘alaihissalam berani membunuh saudaranya hanya karena ketidakpuasannya terhadap keputusan yang dibuat oleh ayahnya. Di mana Adam menikah silangkan kedua pasang anak kembarnya berdasarkan petunjuk Allah SWT.

Salah seorang anaknya terkena hasutan Iblis sehingga ia menolak mentah-mentah keputusan ayahnya yang berujung dengan terbunuhnya anak Adam yang lainnya. Lalu, peristiwa ini menjadi pertumpahan darah pertama di muka bumi. Hal itu membuktikan kekhawatiran pertanyaan malaikat tatkala Allah SWT berfirman kepada mereka sesaat sebelum menciptakan manusia (QS. Al-Baqarah ayat 30).

Pada masa-masa selanjutnya, pola pikir manusia semakin berkembang dan maju hingga bisa menciptakan inovasi dan kreasi yang lebih baik. Manusia pertama kali menulis diatas kulit, batu dan tulang, kini beralih memakai kertas. Kendaraan yang awalnya berupa hewan beralih menggunakan mesin penggerak. Jalanan yang berbentuk tanah dan batu kini dibuat dari aspal. Kehidupan manusia semakin maju seiring dengan berkembangnya pola pikir mereka.

Perseteruan antar manusia juga menghiasi sejarah perkembangan dunia. Darah manusia seperti tinta sejarah yang mengalir deras menuliskan kisah-kisah perseteruan dan perkembangan manusia di kehidupan dunia ini. Akibat dari perbedaan pendapat, manusia harus berseteru demi kepentingan masing-masing.

Baca Juga  Pancasila: Hadiah Umat Islam untuk Indonesia

Menyikapi Khilafiyah

Dalam agama Islam sendiri, perbedaan pendapat memang menjadi bumbu khas yang menambahkan rasa dalam sejarah perkembangan umat Islam. Ketika awal mula perkembangan Islam, perbedaan pendapat menghinggapi orang-orang yang setia mendampingi hidup Nabi (baca: sahabat) baik dalam persoalan agama maupun kehidupan sehari-hari.

Sejarah mencatat peristiwa dimana Rasulullah, Abu Bakar dan Umar berbeda pendapat mengenai perlakuan terhadap tawanan perang Badar (lihat tafsir QS. Al-Anfal ayat 67), perbedaan pemahaman sahabat tentang tayammum dengan tanah, dan lain-lain.

Sekali lagi, hal ini menandakan bahwa perbedaan pendapat atau khilafiyah merupakan hal yang mungkin dan wajar terjadi setiap masa kehidupan umat manusia di dunia. Namun, yang harus disorot ialah cara untuk mediasi perbedaan tersebut seraya mempertimbangkan beragam konsekuensinya agar bisa memberikan dampak positif bagi umat.

Meskipun begitu, selalu saja ada pihak yang bersikap kolot dalam memahami perbedaan tersebut. Entah karena minimnya informasi dan wawasan serta sempitnya pola pikir yang mereka pegang dalam menyikapinya. Sehingga, pihak yang berbeda pendapat dengan mereka selalu disalahkan.

Misalnya dalam persoalan fikih, dimana satu pihak memegang madzhab tertentu untuk diikuti dan pihak lain memegang mazhab yang berbeda. Jika tidak diimbangi dengan keluasan wawasan, tentu kedua belah pihak akan senantiasa berseteru jika pada suatu waktu mereka melakukan praktek ibadah bersama-sama dengan mazhab yang diyakini masing-masing. Karena menganggap mazhab pilihan merekalah satu-satunya yang memiliki kebenaran.

Hal tersebut bisa berujung pada ketidakharmonisan hubungan masyarakat dan berdampak pada dekadensi sosial. Jika sampai terjadi, maka pengembangan masyarakat akan terhambat.

Kemunculan Ormas

Fenomena kemunculan Ormas pada masa awal kehidupan masyarakat di bumi Nusantara dengan beberapa perbedaan haluan, visi dan misi gerakan juga menjadi faktor di balik perbedaan pendapat terutama masyarakat awam.

Baca Juga  SETARA Institute: Respon Pemda terhadap Diskriminasi Ahmadiyah Beragam

Tak sedikit masyarakat yang berseteru dengan keluarga, saudara atau bahkan rekan-rekannya karena perbedaan latar belakang organisasi. Juga sesekali memunculkan ta`ashshub (fanatisme) dalam diri pengikut golongan tertentu.

Meski telah berkali-kali dimediasi dan memberikan hasil positif, tetap saja ada oknum sengaja ingin menyebabkan kegaduhan diantara golongan-golongan tersebut. Ditambah munculnya golongan-golongan baru yang seolah-olah membuka kran perbedaan baru dari sebelumnya yang telah berhasil disumbat.

Hal tersebut tentu menjadi tugas dan PR bagi kader-kader muda Islam dan bangsa. Agar tetap mempertahankan kesatuan sehingga dapat bersinergi dan berkolaborasi dalam memajukan agama dan bangsa.

Jadilah Perekat Umat!

“Jadilah anak-anakku PEREKAT, pahami benar-benar arti PEREKAT UMAT. Bacalah, pelajarilah, selamilah sedalam-dalam,” begitu kiranya KH. Ahmad Sahal, salah satu pendiri pondok pesantren terbesar di Indonesia, Pondok Modern Gontor.

Petuah yang sarat akan makna ini perlu ditanamkan ke dalam pola pikir umat Islam, terutama generasi muda. Jika ditelusuri lebih lanjut, petuah ini kembali pada akar ajaran Islam, yakni menyatukan keragaman manusia ke dalam satu kesatuan utuh dan kokoh, ajaran Islam. Ini juga berkaitan erat dengan falsafah ketiga ideologi bangsa Indonesia, Pancasila. Sebagai perwujudan “Persatuan Indonesia”.

KH. Ahmad Sahal memberikan petuah ini bukan tanpa sebab. Pengalaman hidup sang kiai yang telah membaca keseharian masyarakat yang ta’ashshub hizbiyy (fanatik terhadap golongan masing-masing) lah yang mendasarinya. Petuah ini kemudian menjadi salah satu prinsip pendidikan yang dipegang dan diwariskan secara turun-temurun kepada para santri maupun pendidik.

Dari prinsip pendidikan tersebut kiranya berhasil menelurkan kader-kader perekat umat yang cukup berjaya di kancah Indonesia diantaranya Prof. Din Syamsuddin dan KH. Hasyim Muzadi rahimahullah.

Pak Din merupakan tokoh Muhammadiyah yang sangat berpengaruh di Indonesia dan menjadi salah satu ketua umum Muhammadiyah periode 2005-2015. Sedangkan Kiai Hasyim juga merupakan tokoh NU yang sangat berpengaruh sekaligus ketua umum PBNU periode 1999-2010.

Baca Juga  Menjaga Kesehatan Tubuh Selama Pandemi dengan Pola Hidup ala Rasulullah

Meski dengan latar belakang organisasi yang berbeda, nyatanya kedua tokoh tersebut merupakan sahabat yang sangat akrab dan bersama-sama membangun bangsa bersama tokoh-tokoh nasional lainnya dengan jalannya masing-masing. Belum lagi dengan latar belakang pendidikan ala Gontor yang berhasil menanamkan prinsip “perekat umat”-nya sehingga tertanam dalam jiwa kedua tokoh nasional ini.

Akan Selalu Ada

Sampai kapanpun perbedaan pendapat akan senantiasa mewarnai kehidupan manusia. Namun yang harus dititikberatkan ialah bagaimana sikap yang diambil oleh pribadi kita dalam menghadapi perbedaan-perbedaan tersebut. Selama perbedaan tersebut tidak merusak identitas agama dan bangsa, lebih baik dipinggirkan terlebih dahulu.

Urgensi ilmu pengetahuan dan wawasan tentunya sangat berperan dalam mempengaruhi sikap setiap orang dalam menerima semua perbedaan yang ada. Khilafiyah akan terus bermunculan dengan versi barunya setiap detik kemajuan zaman. Semakin dalam wawasan, semakin mudah memaafkan perbedaan.

Mari belajar bersama-sama untuk ber-tasamuh (toleransi) dalam persoalan-persoalan kecil yang muncul. Karena bisa jadi persoalan-persoalan tersebut hanya akan menghambat persatuan umat dalam mengembangkan agama, bangsa, dan negara. Sekali lagi, jadilah kader-kader perekat umat!

Editor: Sri/Nabhan

8 posts

About author
Alumni TMI PP. Darussalam Kersamanah, Mahasiswa
Articles
Related posts
Perspektif

Tidak Bermadzhab itu Bid’ah, Masa?

3 Mins read
Beberapa waktu lalu, ada seorang ustadz berceramah tentang urgensi bermadzhab. Namun ceramahnya menuai banyak komentar dari berbagai kalangan. Ia mengatakan bahwa kelompok…
Perspektif

Psikologi Sosial dalam Buku "Muslim Tanpa Masjid"

3 Mins read
Dalam buku Muslim Tanpa Masjid, Kuntowijoyo meramalkan pergeseran signifikan dalam cara pandang umat Islam terhadap agama dan keilmuan. Sekarang, ramalan tersebut semakin…
Perspektif

Paradoks Budaya Korupsi Masyarakat Religius

2 Mins read
Korupsi yang tumbuh di masyarakat yang dikenal religius memang menjadi paradoks. Di masyarakat yang memegang teguh nilai-nilai agama, mestinya kejujuran, integritas, dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds