Musim hujan tidak selamanya menjadi rahmat bagi umat manusia, namun juga bisa menjadi bencana apabila berlebihan dan tidak ditangani dengan baik . Awal tahun 2021 ini saja, Indonesia ditimpa 100 lebih musibah, mulai dari gempa, tanah longsor, air laut meluap dan juga banjir yang terjadi di Kalimantan Selatan.
Banjir tersebut diduga diakibatkan kerusakan ekosistem alam. Menurut catatan Walhi (Wahana Lingkungan Hidup), Kalsel, hujan bukan menjadi penyebab utama banjir, melainkan juga diakibatkan oleh aktivitas pertambangan dan pembukaan lahan perkebunan yang tidak mengindahkan analisis dampak lingkungan. Tercatat sebanyak 814 lubang tambang yang beberapa masih aktif dan sebagian belum direklamasi (republika.co.id/23/01/2021). Ini salah satu contoh kasus penanganan yang tidak baik.
Nasihat Islam Tentang Lingkungan
Manusia diciptakan oleh Allah SWT, dengan tujuan menjadi khalifah di muka bumi. Menjadi khalifah artinya bukan hanya menjadi pemimpin bagi sesama, melainkan juga untuk mengelola bumi untuk kemakmuran manusia. Pengelolaan yang dimaksud ialah selama menyangkut kemaslahatan manusia, bukan untuk kepentingan dan nafsu serakah pribadi dan golongan tertentu.
Pengelolaan yang tidak melibatkan kemaslahatan secara pemahaman terbalik (mafhum mukhalafah), merupakan upaya perusakan terhadap lingkungan hidup yang secara jelas dilarang oleh Allah SWT. Sebagaimana difirmankan di dalam Al Quran, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan (ulah) perbuatan tangan manusia…” (Q.S. Ar-Rum: 41).
Menurut Ibnu ‘Asyur, kata “kerusakan” pada ayat di atas, mempunyai arti buruknya suatu kondisi karena pemanfaatan alam secara ugal-ugalan, baik di darat ataupun di laut. Karena, sesungguhnya Allah telah menciptakan susunan (ekosistem) alam yang sesuai dan baik bagi manusia, tetapi kemudian manusia sendiri berbuat kerusakan sehingga menyebabkan malapetaka yang mencelakakan (Ibnu ‘Asyur, 1957: 88).
Selain di dalam Al Quran, terdapat juga hadis Nabi yang mendukung terhadap pemeliharaan lingkungan, yang artinya, “Tidak seorang muslim pun menanam pohon atau bercocok tanam kemudian buah dari apa yang ia tanam itu dimakan oleh burung, manusia atau hewan ternak sekalipun, melainkan bernilai sedekah” (Bukhari, 2320).
Maksud hadis di atas, bukan hanya sekadar bercocok tanam dan menanam pohon seperti lumrahnya kita kenal. Akan tetapi, terdapat maksud tersirat bahwa kita sebagai khalifah bertanggung jawab memelihara lingkungan hidup, membiarkan pohon-pohonnya rindang beserta hewan-hewannya, sehingga semua makhluk dapat merasakan kebaikan alam sebagai rahmat dan anugrah demi kelestarian ekosistem alam.
Berwawasan Visioner (ke depan)
Apa yang kita nikmati saat ini dari alam sekitar, bukan berarti milik kita seutuhnya dan bebas menghabiskannya untuk kepentingan diri sendiri, membabat habis tanpa memikirkan kondisi alam selanjutnya. Apa yang kita lakukan sekarang akan berdampak pada generasi mendatang, sehingga jangan sampai generasi bangsa hanya mendengar ceritanya di hari esok.
Oleh karena itu, dalam pemanfaatan sumber daya alam (SDA), selain memperhatikan analisis dampak lingkungan, juga harus memperhatikan prinsip intra dan antar generasi (Rahmadi, 2012: 16). Intra generasi maksudnya, pemanfaatan sumber daya alam tidak boleh dikuasai oleh kelompok tertentu dan mengabaikan generasi saat ini (monopoli). Sedangkan antar generasi, dalam pemanfaatan SDA, tidak boleh serakah dan berlebihan sehingga mengakibatkan ekosistem rusak dan generasi selanjutnya tidak kebagian apa-apa.
Transformasi Nilai Islam ke dalam Undang-undang
Tujuan dari larangan perusakan lingkungan adalah pemeliharaan jiwa manusia, karena hubungan antara alam dan makhluk adalah berkelindan dan saling melengkapi satu sama lain. Menjaga lingkungan alam tidak cukup dengan menyerukan nilai-nilai yang telah diwahyukan oleh Allah dari mulut ke mulut, melainkan harus melalui serangkaian usaha yang sistematis.
Pertama, pesan dan nasihat Islam, untuk memperoleh daya berlaku yang baik dan dijalankan oleh manusia hendaknya dituangkan ke dalam peraturan perundang-undangan yang baik dan memihak kepada kelestarian lingkungan, bukan pengusaha. Karena yang sering bertindak merugikan lingkungan alam adalah manusia, maka penting dibentuk suatu aturan lingkungan yang baik dan sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Kedua, adanya aturan tentang pemanfaatan alam harus dipatuhi dan ditaati oleh masyarakat. Pemerintah selaku pemangku aturan, harus bisa menciptakan budaya hukum yang berimpllikasi kepada kesadaran masyarakat terhadap lingkungan demi kepentingan dan keberlangsungan hidup manusia yang selamat dari bencana alam.
Editor: Yahya FR