Menarik! Setelah berhasil meluncurkan gerakan women to drive pada tahun 2018, Arab Saudi kini siap meluncurkan Liga Sepakbola Wanita pertamanya. Liga ini rencananya akan dimulai pada tanggal 22 November 2021 mendatang dan diikuti oleh 16 tim dari seluruh wilayah Saudi Arabia. Liga ini disambut baik oleh masyarakat Arab Saudi sebagai gebrakan reformasi gender di negara tersebut.
Budaya partiarki sudah sejak lama melekat pada masyarakat Timur Tengah, tidak terkecuali Arab Saudi. Budaya tersebut tertuang dalam berbagai kebijakan negara, seperti larangan bepergian sendiri bagi perempuan tanpa mahram, larangan memasuki stadium, pemisahan ruang publik laki-laki dan perempuan/keluarga, dll.
Dilansir dari Global Gender Gap Report tahun 2016, Arab Saudi menempati urutan terbawah dalam hal kesetaraan gender, yaitu urutan 141 dari 144 negara. Artinya, kesenjangan gender di negara tersebut tergolong sangat tinggi.
Sudah banyak perempuan di Arab Saudi yang memperjuangkan hak-haknya di ruang publik. Mereka menyuarakan kesetaraan gender dengan berbagai cara seperti menandatangani petisi, membuat hashtag yang mencuri perhatian masyarakat sampai melakukan aksi protes.
Sayangnya, banyak perempuan aktivis gender ini yang upayanya berakhir dalam kurungan. Sampai dengan tahun 2014, perempuan-perempuan di Arab Saudi masih hidup dalam represi dan budaya patriarki yang kental, yang membatasi ruang gerak mereka.
Perubahan secara masif mulai terlihat di masa kepemimpinan Raja Salman yang mengesahkan Visi Saudi 2030, sebuah program reformasi yang ditujukan untuk transformasi sosial dan ekonomi di kerajaan.
Kesetaraan gender menjadi salah satu prioritas dalam program tersebut. Disebutkan bahwa pada tahun 2030, Arab Saudi menargetkan 30% perempuan di Arab Saudi untuk dapat terjun di dunia pekerjaan.
Reformasi gender ini termasuk juga di bidang-bidang lain seperti alokasi kursi parlemen untuk perempuan, pencabutan larangan menyetir dan memasuki stadium olahraga, sampai yang terbaru yaitu pelaksanaan liga sepakbola perempuan pertama di Arab Saudi.
Sepak Bola Perempuan Bukanlah Hal Baru
Sepakbola perempuan di Arab Saudi sebenarnya bukan merupakan hal baru. Klub sepakbola perempuan pertama didirikan tahun 2006 dengan nama King’s United Woman Football Club, dengan pergerakan yang sangat terbatas kala itu.
Di tahun-tahun berikutnya, sepakbola perempuan menjadi olahraga favorit di Arab Saudi. Banyak klub-klub dan kompetisi sepakbola perempuan antar-universitas dilaksanakan. Namun pada skala nasional, kiprah sepakbola wanita ini masih mengalami banyak hambatan, terutama pada sistem budaya pemerintahan yang religius dan cenderung tidak melegalkan olahraga untuk kaum perempuan.
Sampai saat ini, Arab Saudi tidak pernah mengirimkan delegasi dalam Women’s World Cup, meskipun sudah sejak lama mendapatkan tekanan dari berbagai organisasi pengatur olahraga untuk mengizinkan perempuan mengambil peran dalam perhelatan internasional.
Sejak tahun 2015, pengembangan olahraga dan aktivitas fisik wanita mulai diperhatikan oleh pemerintah dan menjadi bagian dari Visi Saudi 2030. Mengutip Lysa dan Leber dalam jurnal Gulf affair, selain sebagai upaya meningkatkan kesehatan fisik penduduknya, idealisme ultra-konservatisme Arab Saudi mulai bergeser dengan mengakui bahwa olahraga, khususnya sepakbola merupakan olahraga terbuka baik bagi laki-laki maupun perempuan.
Perkembangan sepakbola wanita di negara tersebut telah mendapatkan dukungan penuh dari Federasi Sepakbola Saudi. Liga sepakbola wanita pertama dengan skala nasional ini mendapat apresiasi dari masyarakat setempat yang sejak lama mendambakan kesetaraan gender di negara mereka. Dalam kacamata internasional, liga ini juga memproyeksikan citra Arab Saudi yang baru, yang lebih toleran dan inklusif dibandingkan sebelumnya.
Di sisi lain, perjalanan Liga sepakbola wanita ini cukup terjal dan tidak lepas dari cercaan. Di tahun 2020, amnesti internasional mengecam pembentukan Liga sepakbola perempuan di Arab Saudi karena dianggap sebagai distraksi dari pelanggaran HAM terhadap wanita yang terjadi di negara tersebut.
***
Liga ini bukan merupakan sebuah pencapaian, tetapi lebih kepada upaya Saudi memperbaiki citranya di mata Internasional agar bisa menarik lebih banyak investor. Kenyataannya, meskipun kesetaraan gender dan hak-hak perempuan mulai diakui di ruang publik, namun masih banyak aktivis perempuan yang sejak awal bersuara masih terjerat kurungan. Reformasi gender ini patut dirayakan setelah mereka (yang aktif bersuara sejak awal) dibebaskan.
Mahfoud Amara, seorang Profesor kebijakan olahraga di Universitas Qatar berpendapat bahwa Liga Sepakbola Perempuan Arab Saudi ini merupakan sinyal kuat yang dikirimkan ke sayap konservatif Arab Saudi dalam hal reformasi gender. Perjalanan Arab Saudi masih panjang dalam memperjuangkan hak-hak wanita, utamanya dalam hal olahraga.
Kedepannya, upaya ini perlu dirawat agar perempuan di negara tersebut mempunyai kesempatan yang sama dengan laki-laki, dalam berbagai bidang. Mengutip wawancara Amara dengan salah satu media di Arab Saudi, bahwa kedepannya mereka perlu melibatkan perempuan dalam pengambilan keputusan dalam organisasi olahraga.
Terlepas dari polemik yang ada, Liga ini menjadi pintu gerbang bagi reformasi gender di Arab Saudi secara umum, dan olahraga wanita secara khusus. Masih banyak pekerjaan yang harus diupayakan agar dapat memenuhi standar internasional dalam olahraga wanita. Upaya tersebut tentu juga memerlukan support system yang baik dalam hal sumber daya manusia, finansial, juga dukungan penuh dari pemerintah.
Editor: Yahya FR