Perspektif

Perlukah Feminisme dalam Islam?

2 Mins read

Paham yang muncul di Barat sebagai respon adanya ketidakadilan dan penindasan terhadap perempuan yaitu paham feminisme. Feminisme memang dibutuhkan di Barat, karena penindasan yang merusak kehormatan perempuan sebagai makhluk. Dalam sejarah tercatat tentang hal ini. Seperti yang dituliskan oleh Prof Will Durant, ’’di Roma, hanya kaum laki-laki yang memiliki hak-hak di depan hukum pada masa awal negara republik.”

Laki-laki saja yang berhak membeli, memiliki, atau menjual sesuatu tau membuat perjanjian bisnis. Bahkan, mas kawin istrinya menjadi miliknya pribadi. Proses kelahiran menjadi suatu perkara yang mendebarkan di Roma. Jika anak yang dilahirkan dalam keadaan cacat atau berjenis kelamin perempuan, sang ayah diperbolehkan adat untuk membunuhnya.

Meski demikian, bukan tidak mungkin gerakan feminis menyebar ke luar daratan Eropa, tempat lahir feminis. Bahkan, merasuk ke negeri kaum muslimin. Ada sejumlah pernyataan bahwa Islam dengan syariatnya merupakan interpretasi dari budaya patriarki. Dimana aspek-aspek mengenai yang dinilai kontras dengan laki-laki sangat disoroti.

Seperti persoalan imam sholat yang hanya diperuntukkan untuk laki-laki, pembagian warisan yang melebihkan bagian untuk laki-laki daripada perempuan, aturan barisan shaf yang menempatkan perempuan di belakang barisan shaf laki-laki, perihal busana, dan masalah ketaatan seorang istri kepada suami, dan bahkan hukum ari kencing di waktu bayi.

Akhirnya, membuat sebagian muslimah merasa terdiskriminasi dengan hukum Islam, bahkan diantara mereka ada yang menganggap tidak relevan lagi hukum Islam di masa sekarang. Aturan dan hukum dalam Islam yang melebihkan laki-laki, menjadi pemicu lahirnya feminisme dalam Islam, atau sering disebut feminis Islam. Tujuannya sama, untuk memusnahkan budaya patriarki.

Mirisnya adalah, tentang orang yang berargumen seperti ini. Mereka dari kalangan kaum muslimin, bahkan kaum intelektualnya. Bukan dari kalangan orientalis dan orang-orang Barat, yang memang sejarah mereka penuh dengan ketidak-adilan tentang perempuan.

Baca Juga  KKN Di Desa Dahlan

Argumen mereka lebih berbekas karena mereka fasih dengan bahasa syariat, tapi tidak untuk menerapkan syariat, melainkan menggerus syariat. Karena pondasi syariat dibongkar demi menyesuaikan gerakan yang berasal dari peradaban maju. Hal ini terjadi serupa dengan masa awal munculnya feminis, menghancurkan nilai dan aturan dari gereja.

***

Akan tetapi, yang menjadi berbeda adalah; Islam datang dengan keadaan telah sempurna. Aturan dan hukum syariatnya telah paripurna. Bahkan, bukan sekedar aturan untuk ditaati, tapi memiliki hikmah yang akan ditunai oleh yang menerapkannya. Seperti imam dalam sholat dan ketaatan istri kepada suami, itu semua adalah bentuk penghormatan dan menjaga kehormatan perempuan.

Bahkan, menurut Islam, laki-laki dan perempuan dalam hal penghambaan adalah sama. kedudukan sebagai hamba Allah yang memiliki kewajiban untuk beribadah. Poin yang membedakan adalah ketaqwaan. Sekecil apapun kebaikan yang dilakukan laki-laki atau perempuan, bakal menerima balasan dan pahala.

Maka, tugas laki-laki dan perempuan adalah saling berlomba dalam kebaikan. Sama-sama memiliki tanggung jawab untuk menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Bedanya adalah, masing-masing memiliki lahan amal masing-masing. Seperti laki-laki sebagai al-Qawwam, pemimpin dalam keluarga, dan perempuan sebagai rabbatul-bayt atau pengurus segala urusan rumah tangga.

Kaum muslimin seharusnya tidak mengadopsi paham ini. Karena persoalan mengenai laki-laki dan perempuan dan hukum antar keduanya sudah dijelaskan secara detail. Di sisi lain, ternyata feminisme memiliki dampak negatif, berupa depopulisasi, broken home, hingga pelanggaran syariat lainnya. Itu semua terjadi karena tuntutan kesetaraan yang tidak berlandaskan hikmah dan maksud yang mulia.

Jadi, kenapa harus ada feminis dalam Islam? jika Islam dengan syariatnya sudah menempatkan perempuan dengan begitu mulia. Tidak ada sejarah di masa keemasan Islam, perempuan dinistakan, yang ada adalah dimuliakan, dibela dan dihormati.

Baca Juga  Aku Menyembah Sepakbola dan Memperlakukannya Seperti Tuhan

Islam dengan aturannya merupakan solusi dari kacaunya pengaruh ideologi Barat. Islam sebagai rahmatan lil alamin menjadi jawaban dari paham feminis yang justru tidak ramah mewanitakan perempuan.

Editor: Dhima Wahyu Sejati

Avatar
2 posts

About author
Mahasiswa Universitas Darussalam Gontor
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds