Tajdida

Perlunya Rumusan Etika Ber-Muhammadiyah

4 Mins read

Muhammadiyah merupakan sebuah gerakan sekaligus organisasi terbesar ke dua di Indonesia. Tentu gerakan ini memiliki pekerjaan rumah yang banyak, mengingat permasalahan semakin ke sini semakin runyam.

Mulai dari permaslahan orang-orang Muhammadiyah sendiri yang terbagi menjadi beberapa varian, modernisme yang meniscayakan perubahan di sektor ekonomi, pembangunan, dan sebagainya.

Muhammadiyah dengan segala kemajuannya, kiranya perlu merumuskan etika untuk membekali para warga dan kader agar memiliki nalar kritis tentang ajaran moral.

Ibaratnya seseorang yang berada di salah satu tempat, pastilah ia memerlukan suatu apa yang disebut dengan orientasi. Etika merupakan teori kritis tentang ajaran-ajaran moral. Yang mana, ilmu tersebut mencari suatu orientasi untuk dijadikan pedoman.

Sebagai contoh, apabila kita pertama kali datang ke Kota A dengan menggunakan bus, kemudian turun di salah satu terminal yang ada di sana, pasti kita akan mengalami kebingungan.

Sebenarnya kita sudah tahu alamat yang ingin dituju, namun kita tak tahu dengan apa kita ke sana. Di tengah-tengah kebingungan itu, pasti tidak luput dari segerombolan calo yang menawarkan tiket ataupun jasa baiknya.

Lalu, dari calo-calo itu, kita harus mengikuti calo yang mana? Siapakah salah seorang calo tersebut yang dapat dipercaya? Atau jangan-jangan ada niatan jahat kepada kita?

Contoh tersebut menampilkan kepada kita bahwa salah satu kebutuhan fundamental dalam kehidupan ini ialah orientasi. Sebelum kita melakukan sesuatu, maka kita harus mencari orientasi terlebih dahulu.

Pengandaian orientasi, meniscayakan kita harus tahu di mana kita berada, dan ke arah mana, kita harus bergerak untuk menuju tujuan yang ingin dicapai.

Hakikat Manusia dan Etika

Dalam filsafat manusia, manusia didefinisikan sebagai makhluk yang tahu dan mau. Definisi itu memiliki arti kemauannya mengandaikan pengetahuan.

Baca Juga  MODERASI INDONESIA: Ringkasan Pidato Guru Besar Haedar Nashir

Manusia hanya dapat bertindak sesuai apa yang ia tahu, berdasarkan tempat, situasi, kemampuan yang dimiliki, dan faktor-faktor yang diperlukan untuk mencapai apa yang direncanakan.

Dalam hal ini, maka ia membutuhkan orientasi. Tanpa adanya orientasi, ia mirip contoh seseorang yang berada di suatu terminal tadi, namun ia merasa kebingungan.

Etika sebagai sarana orientasi, berguna untuk menjawab pertanyaan yang sangat mendasar, seperti bagaimana orang Muhammadiyah harus hidup dan bertindak?

Mungkin Ayah, Ibu, Kakak, teman dan lainnya bisa menjawab. Namun yang menjadi persoalan ialah apakah jawaban itu yang benar? Bagaimana jika berlainan dengan khittah Muhammadiyah? Dan siapakah yang hendak diikuti?

Dalam keadaan begini, etika dapat membantu kita untuk mencari orientasi. Yang mana hal demikian bertujuan supaya kita tidak sekedar ikut-ikutan cara orang lain berpikir dan hidup, melainkan supaya kita tahu sendiri kenapa kita harus bersikap seperti ini atau seperti itu.

Etika sangat membantu manusia, dalam upaya memberi pengertian bahwa ia mampu untuk mempertanggungjawabkan kehidupannya.

Sebagaimana orang Muhammadiyah, diharapkan memiliki orientasi yang menunjukkan bahwa dirinya betul-betul warga Muhammadiyah tanpa ada campuran NU, marhaen, dan salafi.

Perlu diperjelas,  moral dan etika merupakan dua kategori yang berbeda. Tidaklah tepat jika seseorang mengatakan moral dan etika itu sama.

Moral selalu berbentuk petunjuk, nasihat-nasihat, peraturan, dan ketetapan. Baik tulisan maupun lisan, ajaran-ajaran, mengenai bagaimana manusia harus hidup dan bertindak secara baik.

Sumber ajaran moral biasanya berasal dari seseorang yang berwenang atas kita. Seperti, orang tua, guru, pemuka agama dan masyarakat, maupun kata-kata bijak yang tertuang dalam kitab-kitab atau buku-buku klasik.

Sedangkan, etika adalah suatu ilmu dan sama sekali bukan merupakan ajaran. Sempat disinggung di awal, etika merupakan teori kritis tentang ajaran-ajaran moral.

Baca Juga  Liga HW Bukti Muhammadiyah Peduli Sepak Bola
***

Jadi, yang mengatakan bagaimana kita harus hidup ialah ajaran moral bukan etika. Etika hanya ingin mengerti mengapa kita harus mengikuti ajaran moral tertentu, dan bagaimana kita dapat mengambil sikap secara tanggung jawab ketika dihadapkan dengan berbagai macam ajaran moral. Perbedaan keduanya memang sangatlah tipis.

Etika tidak memiliki wewenang untuk menetapkan sesuatu itu boleh kita lakukan ataupun tidak. Wewenang menetapkan itu diakuisisi oleh semua pemberi ajaran moral—orang tua, guru, pemuka agama, dan masyarakat maupun sebagainya.

Sederhananya ajaran moral dapat diibaratkan sebagai buku petunjuk perawatan smartphone yang berisi tuntunan bagaimana kita harus memperlakukan smartphone dengan baik. Sedangkan etika memberikan pengertian kepada kita tentang teknologi beserta struktur-struktur smartphone itu sendiri.

Pertanyaan terbesar, lantas apa kegunaan etika Muhammadiyah sampai-sampai PP Muhammadiyah harus merumuskannya? Kita sudah tahu, etika berperan sebagai penyedia orientasi.

Etika juga merupakan teori kritis tentang moral, yang dihasilkannya bukan kebaikan tetapi pengertian yang mendasar dan kritis. Setidaknya ada beberapa alasan sehingga perumusan ini penting dilakukan.

***

Pertama, kita hidup di mana masyarakat semakin pluralistik, termasuk bidang moralitas. Bahkan setiap hari pun, kita bertemu dengan orang-orang yang berlatar belakang berbeda-beda seperti suku, agama, organisasi Islam dan sebagainya.

Kita juga tengah dihadapkan dengan fenomena banyaknya pandangan moral yang sering bertentangan dan mereka menunjukkan klaim-klaimnya kepada kita.

Contoh kecil kaum Salafi yang mencoba menunjukkan ajaran itu kepada orang-orang Muhammadiyah. Sehingga orang Muhammadiyah dengan mudah terpengaruh oleh pola pikir dan cara pandangan mereka.

Belum lagi dari kelompok organisasi lain yang juga menunjukkan klaim kepada kita warga Muhammadiyah. Tidak heran jika ada beberapa kelompok varian dalam Muhammadiyah (MUNU, MARMUD, MURSAL, MUSA).

Baca Juga  Winai Dahlan: Nantikan Kiprah Muhammadiyah di Thailand

Pasalnya, orang-orang Muhammadiyah tidak memiliki orientasi yang dijadikan pedoman untuk bersosial dan bermasyarakat. Dan untuk menghadirkan pendirian dalam perbedaan pandangan moral kelompok lain, maka dibutuhkannya refleksi kritis etika.

Kedua, secara hakiki modernisasi telah mengubah lingkungan budaya dan keagamaan. Faktor yang mendasari perubahan itu karena adanya paham individualisme, rasionalisme, nasionalisme, sekularisme, materialisme, konsumerisme, dan sebagainya.

Berkaitan dengan itu, nilai-nilai budaya tradisional dalam tataran ini mendapat tantangan yang cukup hebat dalam proses transformasi ekonomi, intelektual, dan sosial.

Dengan keadaan begini, etika membantu kita supaya tidak sampai kehilangan orientasi. Dan Muhammadiyah sebagai ormas kemodernan, pasti sedikit banyak juga mendapat tantangan untuk mengawinkan nilai-nilai budaya atau tradisi, kemodernan, dan nilai-nilai keagamaan.

Dalam ranah ini, tentu dengan adanya etika diharapkan dapat membedakan sebenarnya apa yang dapat ditransformasi dan apa yang sebenarnya kehakikian dalam hidup—berislam.

Ketiga, etika sangat dibutuhkan kaum agamawan dan organisasi, karena dengan etika mereka adapat menemukan kemantapan beragama dan berorganisasi. Di lain sisi juga tidak menutup diri dari yang lain dalam semua dimensi kehidupan masyarakat yang tengah berubah.

Jika etika ini benar-benar dirumuskan bukan tidak mungkin akan menjadi khazanah kajian filsafat, karena Fazlur Rahman berpendapat, filsuf muslim belum ada yang menghasilkan etika.

Menurutnya mereka hanya berkutat pada pembahasan ajaran moral. Dan di sisi lain, orang Muhammadiyah juga butuh orientasi. Dari penjabaran itu semua, saya berpendapat PP Muhammadiyah perlu merumuskan etika Muhammadiyah.

Editor: Yahya FR
Avatar
4 posts

About author
Sekretaris Bidang Keilmuan PK IMM Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Articles
Related posts
Tajdida

Islam Berkemajuan: Agar Umat Bangkit dari Kemunduran

7 Mins read
Islam Indonesia: Berkemajuan tapi Pinggiran Pada 2015 terjadi dua Muktamar mahapenting: (1) Muktamar Islam Nusantara milik Nahdlatul Ulama, (2) Muktamar Islam Berkemajuan…
Tajdida

Ketika Muhammadiyah Berbicara Ekologi

4 Mins read
Apabila dicermati secara mendalam, telah terjadi degradasi nilai-nilai manusia, nampakyna fungsi utama manusia sebagai khalifah fil ardh penjaga bumi ini tidak nampak…
Tajdida

Siapa Generasi Z Muhammadiyah Itu?

3 Mins read
Dari semua rangkaian kajian dan dialog mengenai Muhammadiyah di masa depan, agaknya masih minim yang membahas mengenai masa depan generasi Z Muhammadiyah….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds