Riset

Perpustakaan, Ilmu Pengetahuan Islam, dan Daya Kritis

3 Mins read

Di banyak ceramah dan literatur, kita kerap membaca narasi bahwa Islam hari ini mengalami kemunduran. Islam tidak lagi jaya seperti lima belas abad yang lalu. Islam menjadi melempem jika dihadapkan dengan kejayaan barat yang telah melangkah lebih jauh mendahului Islam. Apalagi dari sisi ilmu pengetahuan, kini Islam tertinggal jauh tidak seperti masa kejayaannya. Maka peran perpustakaan perlu diperhatikan guna memahami cara penanggulangannya.

Ilmu Pengetahuan di Masa Khilafah

Dulu di masa Abbasiyah, ilmu pengetahuan Islam sedang pada titik amat pesat dalam perkembangannya. Banyak ilmuwan lahir, sebut saja nama seperti Al-Kindi, Al-Farabi, Ar-Razi, Ibn Sina, Al-Khawarizmi, dan masih banyak lainnya. Buku bacaan berkualitas diproduksi di Bait al-Hikmah dan didistribusikan secara massal. Bahkan penguasa sendiri, Khalifah Harun al-Rasyid menjamin kesejahteraan ilmuwan, salah satunya dengan cara memberi imbalan berupa emas seberat buku yang telah dibuat.

Selain di Baghdad, ada juga Perpustakaan Kordoba yang dibangun oleh Dinasti Umayyah yang menjadi pesaing Dinasti Abbasiyah. Perpustakaan muslim ini konon memiliki koleksi naskah 400 ribu jilid dari berbagai disiplin ilmu. Berbagai ilmuwan ternama juga muncul, seperti Ibn Hazm, Ibn Majah, dan Ibn Rusyd.

Hanya saja, khazanah ilmu pengetahuan Islam yang sebesar ini harus ambruk. Bangsa Mongol yang dikomandoi Hulagu Khan menyerang Baghdad. Buku-buku dibakar dan dibuang di Sungai Tigris. Aliran Sungai Tigris pun berubah menjadi hitam. Sedangkan Perpustakaan Kordoba diobarak-abrik oleh orang Spanyol pada tahun 1492.

Efek Penghancuran Perpustakaan Umat Muslim

Pemberangusan perpustakaan ini menjadi babakan baru dalam perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam. Dari berbagai literatur keislaman, kita bisa menemukan benang merah efek dari pemberangusan perpustakaan ini.

Baca Juga  Seminar Hybrid Wakaf Uang, Langkah Awal Kerjasama Indonesia-Jerman

Pertama, dari sisi produksi ilmu pengetahuan Islam cenderung berjalan di tempat. Buku-buku baru yang memuat pembahasan berkualitas sudah jarang sekali diproduksi. Kebanyakan buku yang beredar hanya berisi komentar atau pemberian makna baru dari karya-karya terdahulu.

Fenomena ini oleh umat muslim akrab disebut pintu ijtihad telah tertutup. Kenapa? Karena tidak sembarang orang yang bisa dan boleh melakukan ijtihad. Selain harus memiliki modal ilmu pengetahuan Islam yang mumpuni, seseorang yang ingin melakukan ijtihad juga harus memiliki etika yang baik.

Ada juga yang berpendapat bahwa paska Imam al-Ghazali melalui bukunya Tahafut al-Falasifah mengkritik tajam sejumlah filsuf kenamaan, ilmu pengetahuan Islam di dunia benar-benar mandek. Kendati sudah di counter oleh Ibn Rusyd melalui bukunya Tahafut al-Tahafut, tetap saja, kebangkitan ilmu pengetahuan Islam masih berjalan dengan sangat pelan.

Kedua, dari sisi distribusi ilmu pengetahuan. Memang perpustakaan muslim masih dibangun dan dikelola, hanya saja tidak semegah seperti Perpustakaan Bait al-Hikmah dan Perpustakaan Kordoba yang koleksinya sampai ratusan ribu. Nasib penulisnya juga tidak terjamin. Dalam buku Timur dan Barat yang ditulis oleh Al Makin, ilmu pengetahuan dan militer menjadi dua kaki yang dapat membuat pemerintahan maju.

Perpustakaan Sumber Ilmu Pengetahuan

Selain perpustakaan yang dikelola oleh pemerintah, ada juga perpustakaan yang didirikan oleh pihak-pihak yang menaruh perhatian pada perkembangan ilmu pengetahuan Islam. Sejumlah taman bacaan masyarakat dibangun. Buku-buku baik yang baru maupun bekas didatangkan.

Kendati mendapat respon baik di awal-awal berdirinya taman bacaan masyarakat, namun lagi-lagi taman bacaan ini harus mengalami nasib buruk. Entah karena pengelolaannya yang tidak baik, atau bisa juga minimnya pengunjung yang datang. Akhirnya taman bacaan hanya punya nilai plus bagi pemerintah di deretan angka-angka statistik akhir masa jabatannya. Sampai pada titik tragisnya taman bacaan disulap senyaman mungkin sebagai tempat siskamling yang lebih fungsional.

Baca Juga  Kecerdasan Manusia dan Dalil untuk Menyikapi Informasi

Ada juga perpustakaan masjid yang dibangun dan dikelola oleh pengurus masjid. Perpustakaan ini juga tidak terlalu memberi kontribusi yang berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam. Kenapa? Karena buku-buku yang menjadi koleksi perpustakaan masjid melulu berisi buku keislaman. Buku fiqih, tafsir, hadits, dan semacamnya. Ada semacam monopoli ilmu pengetahuan di masjid.

Perpustakaan yang esensinya sebagai ruang untuk menggali ilmu pengetahuan Islam melalui membaca dan menulis dari multi-disiplin, dipaksa untuk seragam. Padahal tidak semua jamaah butuh dan ingin membaca buku-buku keislaman. Bisa jadi buku-buku terapan seperti bertani, budidaya lele, dan semacamnya yang malah banyak diminati oleh para jamaah.

Indonesia Kurang Daya Kritis

Gus Ulil Absor Abdalla, saat masih aktif-aktifnya bergeliat di Jaringan Islam Liberal (JIL) pernah mengatakan bahwa Indonesia kekurangan daya kritis. Dan salah satu pemicu kekurangan itu adalah minimnya perpustakaan. Katanya, “Coba lihat di sekeliling kita, ada berapa banyak masjid, mushalla, warung, mall, dan toko. Bandingkan dengan jumlah perpustakaan atau laboratorium riset yang berdiri tegak.”

Ucapan Gus Ulil itu sebenarnya menjadi alarm bahwa masyarakat kita, terutama Islam, meminjam istilah Karl Marx telah dibius oleh hal-hal yang melenakan. Kalau tidak disuruh belanja menghabiskan uang dengan sikap hedonnya, ya disuruh untuk beribadah taat kepada Maha Kuasa. Jarang atau malah tidak sama sekali untuk belajar menggunakan daya kritis.

***

Tapi jangan khawatir, sebagai umat Islam yang selalu optimis, perkembangan ilmu pengetahuan Islam sudah menemukan titik cerahnya. Banyak ilmuwan muslim yang sudah mulai diakui karya otentiknya. Ya meskipun tidak lagi sebesar dan seagung ilmuwan muslim di masa lalu, tapi itu sudah baik mengingat banyak sekali umat Islam yang hanya sedikit mau bergelut dengan ilmu pengetahuan. Begitu.

Baca Juga  Pola Interaksi Islam dan Budaya: Tinjauan Kritis Puritanisme dan Sinkretisme

Editor: Shidqi Mukhtasor

Avatar
10 posts

About author
Alumnus Magister Studi Agama-agama, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sekarang sering ngopi di Tulungagung
Articles
Related posts
Riset

Di mana Terjadinya Pertempuran al-Qadisiyyah?

2 Mins read
Pada bulan November 2024, lokasi Pertempuran al-Qadisiyyah di Irak telah diidentifikasi dengan menggunakan citra satelit mata-mata era Perang Dingin. Para arkeolog baru…
Riset

Membuktikan Secara Ilmiah Keajaiban Para Sufi

2 Mins read
Kita barangkali sudah sering mendengar kalau para sufi dan bahkan Nabi-nabi terdahulu memiliki pengalaman-pengalaman yang sulit dibuktikan dengan nalar, bahkan sains pun…
Riset

Lazismu, Anak Muda, dan Gerakan Filantropi untuk Ekologi

2 Mins read
“Bapak ini kemana-mana bantu orang banyak. Tapi di kampung sendiri tidak berbuat apa-apa. Yang dipikirin malah kampung orang lain,” ujar anak dari…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds