Dilansir dari postingan instagram viceind, PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) akhirnya menetapkan ganja sebagai tanaman yang memiliki manfaat medis. Hal ini bermula dari usulan Organisasi Kesehatan Dunia atau yang lebih dikenal dengan WHO dari komisi Narkotika PBB akhirnya sepakat dan menghapus ganja dari daftar narkoba paling berbahaya yang tidak memiliki manfaat medis sama sekali.
Namun, hukum PBB tetap melarang penggunaan mariyuana rekreasi. Perlu kalian ketahui, ganja atau mariyuana merupakan tanaman psikotropika yang mengandung tetrahidrokanabinol (zat yang mempengaruhi cara kerja syaraf pusat manusia) dan kanabidiol. Ganja biasanya dibuat menjadi rokok untuk dihisap supaya efek dari zatnya bereaksi.
Dikutip dari hellosehat.com mariyuana bisa menjadi obat jika diolah secara medis. Terdapat beberapa jenis ganja yang digunakan untuk obat medis, antara lain: Marinol dan Cesamet, untuk mengatasi mual dan kehilangan nafsu makan akibat kemoterapi dan pada pasien yang menderita AIDS. Epidiolex, digunakan untuk anak-anak yang memiliki penyakit epilepsi. Sativex, digunakan untuk mengatasi kanker payudara.
Selain itu, ganja juga memiliki manfaat bagi kesehatan seperti; mencegah glukosa, meningkatkan kapasitas paru-paru, mencegah kejang karena epilepsi, memtaikan beberapa sel kanker, mengurangi nyeri kronis, mengatasi masalah kejiwaan, dan memperlambat perkembangan alzheimer.
Namun, ganja juga memiliki efek negatif jika dikonsumsi berlebihan dan dalam waktu yang sangat panjang. Efek yang ditimbulkan pada otak antara lain, halusinasi, delusi, rusaknya daya ingat dan disorientasi (linglung) bahkan bisa menggangu kesehatan mental mereka.
Bagi pengguna berat, ia memiliki resiko terkena serangan jantung empat kali lebih tinggi, berat badan menurun sehingga membuat penguna ganja lebih rentan mengalami patah tulang dan osteoporosis. Selain itu, penggunaan ganja yang berlebihan dapat memperlemah sistem imun, mengganggu sistem peredaran darah, menyebabkan iritasi paru-paru yang mengakibatkan resiko kanker paru-paru meningkat.
Perspektif Islam
Ganja merupakan tumbuhan yang memiliki beberapa manfaat di dunia medis, namun tidak sedikit juga efek negatif yang berdampak bagi tubuh manusia. Di dalam al-Qur’an tidak ada satu pun ayat yang menyebutkan terkait hukum menggunakan ganja. Jadi bagaimana hukumnya jika kita menggunakan ganja untuk konsumsi pribadi maupun untuk keperluan medis? Berikut penjelasannya:
Dalam kaidah ushul fiqh disebutkan ( اَلْأَصْلُ فِى الأَشْيَاءِ اَلْإِبَاحَةُ ) yang berarti, asalnya segala sesuatu itu hukumnya mubah (boleh). Jadi dalam kaidah ini dijelaskan, bahwa segala sesuatu itu pada awalnya hukumnya boleh sampai ada sesuatu yang membuat hukumnya menjadi tidak boleh.
Dalam hal ini hukum penggunaan ganja memang tidak dijelaskan secara spesifik di dalam al-Qur’an. Namun di dalam al-Qur’an ada beberapa ayat yang menjelaskan untuk menjauhi hal-hal yang mendatangkan kemudharatan. Seperti dalam surat al-Baqarah ayat 195 yang berbunyi :
وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Artinya: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) pada jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”
Dalam surat al-A’raaf ayat 157:
وَيُحِلُّ لَهُمُ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ ٱلْخَبَٰٓئِث
Artinya: “Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk”
Dari pengertian ayat di atas dapat diketahui bahwasanya segala sesuatu yang mendatangkan kemudharatan atau keburukan tidak boleh kita lakukan dan harus dihindari. Lantas bagaimana dengan hukum penggunaan ganja? Dalam dunia medis ganja memiliki beberapa manfaat yang dapat mengobati beberapa penyakit. Namun di sisi lain juga ada dampak negatif bagi yang menggunakannya.
Dilihat Melalui Kaidah Ushul Fiqh
Kaidah ushul fiqh berbunyi, (دَرْأُ الْمَفَاسِدُ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ) yang berarti meninggalkan atau menolak mafsadat lebih diutamakan daripada mengambil maslahah atau manfaat. Dari kaidah ini, dapat disimpulkan bahwasanya dalam melakukan sesuatu atau menetapkan suatu perkara kita harus mempertimbangkan manfaat dan mudharatnya terlebih dahulu. Sebesar apapun manfaatnya, namun jika masih ada kemudharatan, maka yang diutamakan adalah meninggalkan mafsadat atau mudharat terlebih dahulu daripada mengambil manfaatnya.
Dari pembahasan sebelumnya, kita mengetahui bahwa ganja memiliki beberapa manfaat dalam dunia medis namun juga memiliki dampak negatif bagi yang mengkosumsinya. Berdasarkan kaidah yang kedua ini, maka kita harus mendahulukan untuk meninggalkan mafsadat daripada mengambil manfaat yang ada pada ganja. Lalu bagaimana jika seseorang yang sedang terkena sebuah penyakit tidak bisa disembuhkan dengan obat yang ada kecuali dengan ganja?.
Kaidah ushul fiqh mengatakan, ( اَلضَّرُوْرَاتُ تُبِيْحُ الْمَحْظُوْرَاتِ ) yang artinya suatu kemudharatan atau hal yang darurat dapat memperbolehkan semua yang dilarang. Contoh, kita tersesat dalam suatu hutan yang tidak kita kenal dan persediaan makanan kita sudah habis. Dan di hutan itu kita tidak menemukan sesuatu yang bisa dimakan kecuali bangkai. Maka kita boleh memakan bangkai itu untuk bertahan hidup. Hukum awal bangkai adalah haram kemudian berubah menjadi boleh karena dalam keadaan darurat, jika kita tidak memakan bangkai itu kita akan mati.
Namun jika setelah itu kita menemukan bahan makanan yang halal, maka kita tidak boleh mengkonsumsi bangkai tersebut. Sama halnya dengan ganja yang digunakan sebagai obat medis untuk menyembuhkan suatu penyakit. Kita boleh menggunakan ganja sebagai obat penyembuh, jika tidak ditemukan obat yang dapat mengobati penyakit tersebut. Namun jika ada, maka kita tidak boleh menggunakan ganja sebagai obat.
***
Agama islam merupakan agama yang penuh dengan kehati-hatian dan selalu memperhatikan maslahah dan mafsadat bagi umat muslim dalam kehidupan sehari-hari. Dari pembahasan di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa mengkonsumsi ganja itu haram, karena banyak memberikan mafsadat daripada maslahah. Wallahu a’lam.
Editor: Dhima Wahyu Sejati