Inspiring

Pesan Pamungkas Prof Bahtiar Effendy

4 Mins read

Oleh: Alpha Amirrachman*

Saya mengenal Prof Bahtiar sebagai seorang intelektual and senior yang low profile, sedikit berbicara, memilih lebih banyak menulis ketimbang menjadi menjadi intelektual selebriti yang mengobral cakap di layar televisi. Ia juga tidak mau menonjolkan kesantriannya walaupun ia mengenyam pendidikan di pondok pesantren. Namun, karya-karya mumpuni beliau dalam membedah demokrasi di Indonesia, hubungan antara agama dan negara, dan politik di dunia Islam, tidak perlu diragukan lagi menjadi bagian dari khazanah keilmuan yang kaya di dunia akademisi dan aktivis Islam di tanah air.

Prof Bahtiar: Sang Inspirator yang Dalam Ilmunya

Selepas meninggalkan dunia kemahasiswaan di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah IKIP Muhammadiyah Jakarta, lalu menempuh M.Phil di University of Sydney, saya mencoba berkiprah sebagai aktivis di sebuah lembaga global International Center for Islam and Pluralism (ICIP), bersama kader muda Muhammadiyah Ahmad Fuad Fanani dan Andar Nubowo saat itu. Saya teringat pada suatu siang kami menggelar beberapa buku karya Prof Bahtiar di meja kerja kami.

“Wah, sebentar lagi kita akan memiliki professor baru, Mas Bahtiar akan menjadi professor,” ujar Wakil Direktur ICIP Syafiq Hashim yang juga aktivis muda Nahdlatul Ulama ini dengan sumringah. Direktur ICIP Syafi’i Anwar, senior di Muhammadiyah yang juga kolega beliau, turut menjadi saksi bagaimana kader-kader muda Muhammadiyah terus berproses mencari jati diri dengan menjadikan senior-senior mereka sebagai panutan.

Keilmuan Prof Bahtiar yang sangat dalam dan luas inilah yang turut menjadi motivasi bagi saya untuk terus belajar dan memburu beasiswa keluar negeri, hingga saya mendapatkan beasiswa untuk menempuh doktor di Universiet van Amsterdam, Belanda. Ahnad Fuad Fanani melanjutkan studi master ke Kanada, sementara Andar Nubowo juga berhasil mendapatkan beasiswa master ke Perancis.

Baca Juga  Din Syamsuddin: Secercah Kisah tentang Buya Syafii

Prof Bahtiar juga menjadi sumber inspirasi ketika dalam posisi saya sebagai Direktur Centre for Dialogue and Cooperation among Civilization (CDCC) (2014-2016), sebuah lembaga yang didirikan oleh Prof Din Syamsuddin, Ketua PP Muhammadiyah saat itu (2005-2010, 2010-2015), saya harus menerjemahkan berbagai konsep pemikiran dari Prof Din menjadi berbagai kegiatan dialog dan kerjasama antar agama dan peradaban. Sebagai fresh graduate PhD, saya begitu semangat ketika diberikan kesempatan mengelola CDCC bersama para mentor yang mumpuni.

Kiprahnya di Muhammadiyah

Dalam berMuhammadiyah, menurut pengamatan saya, Prof Bahtiar lebih memposisikan diri sebagai pendukung dari Prof Din, dan memilih berada di balik layar sementara sahabatnya ini tampil di depan menyuarakan aspirasi umat Islam dengan berbagai tantangan kebangsaan. Dalam setiap pertemuan internal di CDCC, misalnya, Prof Bahtiar seringkali melontarkan celetukan-celetukan yang nampaknya ringan namun menyentil konsep-konsep yang disodorkan Prof Din. Prof Din, biasanya didampingi oleh Mas Hajrianto Thohari dan sesekali Mas Abdul Mu’ti, menanggapinya dengan tersenyum dan terkekeh. Namun kami semua tahu bagaimana Prof Din sangat menghargai berbagai masukan yang ia terima termasuk dari sahabatnya Prof Bahtiar.

Saya juga teringat ketika Prof Bahtiar memanggil saya dan Mbak Chusnul Mariyah, melontarkan ide agar kami menulis buku mengenai Prof Din sebagai Ketua PP Muhammadiyah menjelang akhir kepemimpinan beliau. Walaupun buku itu belum juga terwujud, tidak diragukan, Prof Bahtiar turut berikhtiar memoles performa dari Prof Din dalam membawa gerbong Persyarikatan. Persahabatan di antara mereka yang begitu unik, diawali ketika mereka sama-sama menempuh pendidikan di Fakultas Ushuluddin IAIN Jakarta, hingga sama-sama melanjutkan studi ke Ameraika Serikat pada 1986. Yang satu mengambil peran low profile, yang satu lagi sebaliknya begitu high profile, dalam konsteks positif membela keumatan dan membawa gerbong Persyarikatan.

Baca Juga  Nabi Ibrahim: Penguatan Karakter dan Keteladanan

Prof Bahtiar: Unpredictable Person

Namun Prof Bahtiar juga punya sikap yang kadang sulit dimengerti. Salah satu bukunya yang berbahasa Inggris, Insight – Essays on Islam and Public Affairs, yang merupakan bunga rampai tulisannya di harian The Jakarta Post, dengah kata pengantar R William Liddle, dan dibantu penerbitannya oleh sahabat saya M. Alfan Alfian pada 2017, agak sulit terjual di pasar konvensional domestik namun beliau berkeras tidak mau dijual secara on-line agar bisa merambah pasar global.

“Beliau tidak mau dijual secara on-line karena merasa malu, saya tidak mengerti, padahal kepakaran beliau tidak diragukan dan lagipula ini kan cuma metode menjual saja, Beliau bilang sambil terkekeh, yang penting bukunya ada di toko buku Gramedia, sudah cukup.”

Ujar Mas Alfan sambil menggelengkan kepalanya

Dalam hati saya, mungkin ini merupakan bagian dari sikap rendah hatinya.

Ketika Prof Bahtiar  mulai didera sakit di tenggorokannya, saya teringat bagaimana ia beberapa kali membatalkan kehadiranya untuk memenuhi undangan baik pertemuan maupun berceramah. “Pak Bahtiar sakit, suaranya tercekat, tidak keluar,” ujar seorang staf administrasi di PP Muhammadiyah Menteng. Saya mulai merasa sedih dan prihatin, karena frekuensi ketidakhadiran beliau semakin sering.

***

Prof Bahtiar kembali aktif berkomunikasi dengan saya ketika saya diberikan amanah sebagai Staf Khusus Mendikbud Prof Muhadjir Effendy (2016-2018). Saya pernah mengatur pertemuan beliau dengan Mendikbud. Beliau juga acapkali mengirim WA mengenai beberapa persoalan pendidikan yang menurut beliau harus mendapatkan perhatian dari Mendikbud. Salah satu WA beliau mengenai seorang siswa SAMN 1 Sembalun, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, yang tidak diluluskan sekolah gara-gara mengkritik kebijakan sekolah. Alhamdulillah, Direktorat Pembinaan SMA Kemendikbud menyelesaikan persoalan tersebut dengan baik. Saya mengucapkan terima kasih dan apresiasi atas perhatian beliau.

Baca Juga  Rabi’ah al-Adawiyah: Sufi Wanita yang Ingin Membakar Surga

Sementara WA terakhir dari beliau kepada saya tercatat pada 18 Mei 2019 berbunyi, “Petikan dari Muqodimah Anggaran Dasar Muhammadiyah .. Masyarakat yang sejahtera, aman, damai, makmur dan bahagia hanyalah dapat diwujudkan di atas keadilan, kejujuran, persaudaraan dan gotong royong, bertolong-tolongan dengan bersendikan hukum Allah yang sebenar-benarnya, lepas dari pengaruh syaitan dan hawa nafsu.”

Kami tidak sempat mendiskusikan apa sebenarnya maksud beliau mengirim WA yang mengutip penggalan dari Muqodimah Anggaran Dasar Muhammadiyah itu. Mungkin ada kasus tertentu yang mendorongnya namun tidak sempat beliau diskusikan, mungkin juga beliau merasa prihatin dengan perkembangan perpolitikan dan keumatan belakangan ini, mungkin juga beliau merasa cemas dengan kiprah Persyarikatan memasuki abad keduanya saat ini.  Saya tidak akan pernah tahu persis maksud beliau, namun yang jelas WA tersebut menjadi nasihat pamungkas untuk saya pribadi yang harus saya camkan dengan seksama.

Saya coba kembali membuka bukunya Insight – Essays on Islam and Public Affairs, dan membiarkan jemari saya menari membuka helai demi helai sampai tiba di sebuah tulisan beliau, Muhammadiyah and the turn of its second century, pada halaman 24 tertulis, “Perhaps what this organization should do is to rethink its socio-religious genesis and evaluate whether such an origin has any value on the general situation of Muhammadiyah’s second century. Unless this organization is willing to do so, it faces the potential of becoming an obsolete institution with no significant meaning for either society or the country at large.”

Selamat jalan Prof Bahtiar..!

*Sekretaris Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, pernah menjadi Direktur Centre for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC)

1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Inspiring

Kenal Dekat dengan Abdul Mu'ti: Begawan Pendidikan Indonesia yang Jadi Menteri Dikdasmen Prabowo

3 Mins read
Abdul Mu’ti merupakan tokoh penting dalam dunia pendidikan dan organisasi Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode…
Inspiring

Beda Karakter Empat Sahabat Nabi: Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali

4 Mins read
Ketika berbicara tentang sosok-sosok terdekat Nabi Muhammad SAW, empat sahabat yang paling sering disebut adalah Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman…
Inspiring

Spiritualitas Kemanusiaan Seyyed Hossein Nasr

3 Mins read
Islam memiliki keterikatan tali yang erat dengan intelektual dan spiritual. Keduanya memiliki hubungan yang sangat dekat dan merupakan dua bagian realitas yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds