Tarikh

Potret Persaudaraan Muhajirin, Anshar, dan Ahlus Shuffah

4 Mins read

Dalam sebuah hadits yang diterima oleh Abu Hurairah dan terdapat dalam Shahih al-Bukhari nomor 1906, dijelaskan terkait keberadaan Abu Hurairah yang sering meriwayatkan hadits dari Rasulullah saw, serta memberikan penjelasan mengapa beliau banyak meriwayatkan hadits dibandingkan sahabat-sahabat lainnya, baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshar.

Abu Hurairah mengawali hadits ini dengan menyebutkan bahwa ada orang-orang yang berkata bahwa dirinya terlalu banyak meriwayatkan hadits dari Rasulullah Saw. Mereka membandingkan dengan sahabat lainnya, terutama dari kalangan Muhajirin dan Anshar, yang tidak sebanyak beliau dalam meriwayatkan hadits.

Terdapat dua alasan yang disampaikan oleh Abu Hurairah, yaitu Pertama, Sahabat Muhajirin sering disibukkan dengan kegiatan dagang di pasar-pasar, sehingga mereka tidak bisa secara intens membersamai Rasulullah Saw. Kedua, Sahabat Anshar disibukkan dengan urusan pengelolaan harta benda, diantaranya mengelola lahan pertanian sebagai salah satu sektor andalan Masyarakat Madinah saat ini. Maka kesibukan ini pula yang menyebabkan sahabat Anshar tidak selalu bersama Rasulullah Saw.

Sebaliknya, Abu Hurairah sendiri adalah seorang miskin yang tinggal di Shuffah (tempat khusus di masjid Nabawi untuk orang-orang miskin yang tidak memiliki tempat tinggal), sehingga ia bisa selalu dekat dengan Rasulullah Saw dan dapat mengikuti majelis beliau tanpa gangguan urusan duniawi.

Dalam Tafsir Al-Munir karangan Syekh Wahbah Az-Zuhaili, menyebutkan orang yang tinggal di Shuffah (Ahlus Shuffah) sebagai kaum faqir muhajirin dengan jumlah kisaran 400 lelaki, mereka tinggal di tsaqifah masjid (papan lebar yang dibuat rumah) dan pula mereka belajar Al-Qur’an di malam hari dan berjihad di siang hari. Ini membuatnya sering hadir ketika sahabat lainnya tidak, dan dia bisa mengingat dengan baik hadits-hadits yang disampaikan oleh Rasulullah Saw.

Keistimewan Sahabat Abu Hurairah sebagai Seorang Ahlus Shuffah

Nama asli Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu adalah ‘Abd al-Rahman bin Sakhr al-Dawsi yang berasal dari suku Daus, yang merupakan salah satu suku di Yaman. Abu Hurairah berasal dari keluarga yang sederhana, dan sebelumnya dikenal dengan nama ‘Abd al-Syams, yang berarti hamba matahari. Setelah masuk Islam, Rasulullah Saw mengganti namanya menjadi ‘Abd al-Rahman, yang berarti hamba Allah Yang Maha Pengasih.

Baca Juga  Siapa yang Bisa Dikategorikan Sahabat Nabi?

Julukan Abu Hurairah yang berarti Bapak Kucing Kecil diberikan kepada beliau karena kecintaannya terhadap kucing. Diceritakan bahwa beliau sering terlihat membawa kucing kecil dalam lengan bajunya atau merawat kucing sehingga ia diberi julukan ini oleh orang-orang di sekitarnya.

Abu Hurairah masuk Islam pada tahun 7 Hijriah (tahun ke-7 setelah Rasulullah saw hijrah ke Madinah) setelah diundang oleh sahabatnya, Tufail bin Amr al-Dawsi, pemimpin suku Daus, yang telah lebih dulu masuk Islam. Setelah masuk Islam, Abu Hurairah segera pergi ke Madinah untuk bertemu dengan Rasulullah Saw dan sejak itu hampir selalu berada di sisi beliau, mendengarkan dan menghafalkan hadits-hadits Rasulullah Saw.

***

Abu Hurairah menyebutkan peristiwa ketika Rasulullah Saw pernah bersabda dalam suatu majelis, bahwa siapa saja yang membentangkan kainnya saat Rasulullah Saw berbicara, kemudian mengumpulkan kain itu ke dadanya, maka dia tidak akan melupakan apa yang dikatakan Rasulullah Saw.

Abu Hurairah mengaku bahwa dia melakukan hal itu, membentangkan kainnya (yang disebut sebagai namirah, semacam kain dengan pola bergaris), dan setelah Rasulullah Saw menyelesaikan ucapannya, dia mengumpulkan kain itu ke dadanya. Sejak saat itu, Abu Hurairah tidak pernah melupakan apa yang dikatakan oleh Rasulullah Saw.

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ أَبِي بَكْرٍ أَبُو مُصْعَبٍ قَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ دِينَارٍ عَنْ ابْنِ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَسْمَعُ مِنْكَ حَدِيثًا كَثِيرًا أَنْسَاهُ قَالَ ابْسُطْ رِدَاءَكَ فَبَسَطْتُهُ قَالَ فَغَرَفَ بِيَدَيْهِ ثُمَّ قَالَ ضُمَّهُ فَضَمَمْتُهُ فَمَا نَسِيتُ شَيْئًا بَعْدَهُ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْمُنْذِرِ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي فُدَيْكٍ بِهَذَا أَوْ قَالَ غَرَفَ بِيَدِهِ فِيهِ

Telah menceritakan kepada kami [Ahmad bin Abu Bakr Abu Mush’ab] berkata: telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Ibrahim bin Dinar] dari [Abu Dzi’b] dari [Sa’id Al Maqburi] dari [Abu Hurairah] berkata: Aku berkata: “Wahai Rasulullah, aku telah mendengar dari tuan banyak hadits namun aku lupa.” Beliau lalu bersabda: “Hamparkanlah selendangmu.” Maka aku menghamparkannya, beliau lalu (seolah) menciduk sesuatu dengan tangannya, lalu bersabda: “Ambillah.” Aku pun mengambilnya, maka sejak itu aku tidak pernah lupa lagi.” Telah menceritakan kepada kami [Ibrahim bin Al Mundzir] berkata: telah menceritakan kepada kami [Ibnu Abu Fudaik] dengan redaksi seperti ini, atau dia berkata: “Menuangkan ke dalam tangannya.” (HR. Bukhari No. 116)

Baca Juga  Lima Buah-Buahan Kesukaan Nabi Muhammad

Muhajirin dan Anshar: Potret Shahabat yang Mapan Secara Ekonomi

Terdapat hal menarik yang disampaikan oleh Abu Hurairah pada Shahih Bukhari nomor 1906 yang menceritakan kondisi sosial ekonomi kalangan Muhajirin dan Anshar dengan frasa sebagai berikut:

وَإِنَّ إِخْوَتِي مِنْ الْمُهَاجِرِينَ كَانَ يَشْغَلُهُمْ صَفْقٌ بِالْأَسْوَاقِ

Sungguh saudara-saudaraku dari kalangan Muhajirin mereka disibukkan dengan berdagang di pasar-pasar

Muhajirin adalah kaum Muslimin dari Mekah yang berhijrah bersama Nabi Muhammad Saw ke Madinah. Secara sosial dan ekonomi, sebagian besar Muhajirin, seperti Abdurrahman bin Auf, Utsman bin Affan, dan lainnya, berasal dari keluarga yang cukup mapan di Mekah. Mereka adalah para pedagang, saudagar, atau orang-orang yang terlibat dalam bisnis, serta memiliki pengalaman yang luas dalam berdagang.

Ketika hijrah, mayoritas Muhajirin meninggalkan semua harta dan properti mereka di Mekah. Mereka harus memulai hidup baru di Madinah tanpa membawa kekayaan yang dimiliki sebelumnya. Banyak juga dari kalangan Muhajirin menjadi miskin dan bergantung pada bantuan saudara-saudara Anshar di awal kedatangannya.

***

Karena memiliki keahlian dalam perdagangan, banyak dari Muhajirin yang akhirnya bangkit kembali dan sukses secara ekonomi di Madinah. Abdurrahman bin Auf, misalnya, memulai dari awal dengan berdagang dan akhirnya menjadi salah satu orang terkaya di Madinah setelah hijrah.

وَكَانَ يَشْغَلُ إِخْوَتِي مِنْ الْأَنْصَارِ عَمَلُ أَمْوَالِهِمْ

Sedangkan saudara-saudaraku dari kalangan Anshar mereka disibukkan dengan pekerjaan mereka dalam mengurus harta mereka

Anshar adalah penduduk asli Madinah yang menerima dan membantu Muhajirin saat mereka hijrah. Sebagian besar sahabat Anshar terdiri dari dua suku besar, yaitu suku Aus dan Khazraj, yang sebelumnya hidup dalam keadaan bersaing dan berkonflik. Mereka adalah petani dan pemilik kebun-kebun kurma yang luas. Kehidupan mereka lebih banyak bergantung pada pertanian dan perkebunan, serta memiliki akses yang stabil terhadap sumber daya di Madinah.

Baca Juga  Strategi Dakwah Islamisasi Sunan Kalijaga

Secara umum, kaum Anshar memiliki ekonomi yang lebih stabil karena mereka tidak mengalami eksodus atau kehilangan harta sebagaimana yang dialami oleh kaum Muhajirin. Mereka tetap memiliki tanah, kebun, dan hasil pertanian sebagai sumber pendapatan.

Dukungan Muhajirin dan Anshar Terhadap Ahlus Shuffah

Terdapat dua pernyataan dari Abu Hurairah yang menggambarkan mayoritas Ahlus Shuffah saat itu dengan ungkapan:

وَكُنْتُ أَلْزَمُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى مِلْءِ بَطْنِي فَأَشْهَدُ إِذَا غَابُوا وَأَحْفَظُ إِذَا نَسُوا

sedangkan aku selalu mendampingi (mulazamah) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan perutku hanya terisi makanan pokok sehingga aku hadir saat mereka tidak hadir dan aku dapat menghafal hadits ketika mereka lupa

وَكُنْتُ امْرَأً مِسْكِينًا مِنْ مَسَاكِينِ الصُّفَّةِ أَعِي حِينَ يَنْسَوْنَ

Sedangkan aku saat itu adalah salah satu orang miskin dari kalangan orang-orang miskin Ahlush Shuffah sehingga aku dapat mengingat hadits saat mereka lupa

Hal ini menggambarkan kondisi sosial Ahlus Shuffah sebagai bagian dari kelompok yang memiliki keterbatasan secara ekonomi. Namun, dalam Islam hal ini tidak menjadikan mereka menjadi kekurangan. Pasalnya ada kewajiban dari kelompok mapan untuk memberikan dukungan dan bantuan terhadap kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang yang fokus dalam memperdalam ilmu agama seperti ahlus shuffah dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Dukungan dari Muhajirin dan Anshar terhadap Ahlus Shuffah merupakan manifestasi dari solidaritas sosial dan ikatan persaudaraan Islam yang kuat. Dukungan ini juga mencerminkan semangat tolong-menolong dan kepedulian terhadap sesama Muslim, terutama bagi kalangan yang lemah secara ekonomi. Wallahu A’lamu.

Editor: Soleh

Eris Munandar
17 posts

About author
Dosen / Ketua LPPM STEI Ar-Risalah Ciamis
Articles
Related posts
Tarikh

Hijrah Nabi dan Piagam Madinah

3 Mins read
Hijrah Nabi Muhammad Saw dari Makkah ke Madinah pada tahun 622 Masehi merupakan salah satu peristiwa paling bersejarah dalam perkembangan Islam, yang…
Tarikh

Gagal Menebang Pohon Beringin

5 Mins read
Pohon beringin adalah penggambaran dari pohon yang kuat akarnya, menjulang batang, dahan dan rantingnya sehingga memberi kesejukan pada siapa pun yang berteduh…
Tarikh

Sejarah dan Hadirnya Islam di Alam Minangkabau

3 Mins read
Minangkabau dikenal sebagai salah satu wilayah di Nusantara dengan keelokan alam dan kebudayaan dari nilai-nilai kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakatnya. Menurut…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds