Inspiring

Pramoedya Ananta Toer: Perjalanan Seorang Sastrawan

4 Mins read

Pramoedya Ananta Toer dikenal sebagai salah satu sastrawan terbesar di Indonesia. Banyak karya-karya beliau yang monumental, sehingga beliau dikenal sebagai sastrawan yang sangat produktif. Pada tulisan kali ini, penulis akan membahas singkat mengenai biografi dan profil dari Pramoedya Ananta Toer beserta perjalanan hidup beliau sebagai seorang sastrawan.

Pramoedya Ananta Toer

Pramoedya Ananta Toer atau di kenal akrab dengan nama Pram, lahir pada tanggal 6 Februari 1925 di daerah Blora, Jawa Tengah. Ayah beliau bernama Mastoer Imam Badjoeri yang bekerja sebagai seorang guru di sebuah sekolah swasta. Ibu beliau bernama Saidah bekerja sebagai seorang penghulu di daerah Rembang.

Beliau mulai bersekolah di Sekolah Institut Boedi Oetomo di Blora di bawah bimbingan ayahnya yang bekerja sebagai guru di sana. Namun, tercatat bahwa Pramoedya Ananta Toer beberapa kali tidak naik kelas.

Tamat dari Boedi Oetomo, beliau kemudian bersekolah di Sekolah Teknik Radio Surabaya selama 1,5 tahun dari 1940 hingga 1941. Pada tahun 1942, Pramoedya kemudian berangkat ke Jakarta dan bekerja sebagai tukang ketik di kantor berita Jepang bernama Domei pada saat masa kependudukan Jepang di Indonesia.

Sambil bekerja, Pramoedya juga mengikuti pendidikan di Taman Siswa yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara antara tahun 1942 hingga 1943. Selanjutnya, di tahun 1944 hingga 1945, beliau mengikuti sebuah kursus Stenografi dan kemudian melanjutkan pendidikannya di Sekolah Tinggi Islam Jakarta pada tahun 1945.

Pasca Kemerdekaan

Memasuki masa pasca kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada tahun 1946, Pramoedya Ananta Toer mengikuti pelatihan militer Tentara Keamanan Rakyat dan bergabung dengan Resimen 6. Saat itu, beliau berpangkat letnan dua dan ditugaskan di Cikampek, baru kemudian kembali ke Jakarta pada tahun 1947.

Baca Juga  Karya Sastra Ulama (1): Sastra Tak Sekadar Hiburan

Pramoedya juga menulis cerpen serta buku di sepanjang karier militernya dan ketika dipenjarakan Belanda di Jakarta pada 1948 hingga 1949. Pada 1950-an beliau tinggal di Belanda sebagai bagian dari program pertukaran budaya.

Selama masa itu, gaya penulisan beliau berubah, sebagaimana yang ditunjukkan dalam karya beliau dengan judul Korupsi, sebuah fiksi kritik pada pamong praja yang jatuh di atas perangkap korupsi. Hal ini menciptakan friksi antara Pramoedya dan pemerintahan Soekarno.

Pramoedya merupakan kritikus yang tak mengacuhkan pemerintahan Jawa-sentris pada keperluan dan keinginan dari daerah lain di Indonesia. Secara terang-terangan, beliau mengusulkan bahwa pemerintahan mesti dipindahkan ke luar Jawa. Pada 1960-an, beliau ditahan pemerintahan Soeharto karena pandangannya yang dianggap pro komunis Tiongkok.

Lembaga Kesenian Rakyat

Keluar dari penjara, Pramoedya Ananta Toer kemudian bekerja sebagai seorang redaktur di Balai Pustaka Jakarta antara tahun 1950 hingga 1951. Di tahun berikutnya, beliau kemudian mendirikan Literary and Fitures Agency Duta hingga tahun 1954.

Seperti disebutkan di atas, Pramoedya sempat ke Belanda mengikuti program pertukaran budaya dan tinggal di sana beberapa bulan. Tidak lama kemudian, beliau pulang ke Indonesia dan menjadi anggota Lekra (Lembaga Kesenian Rakyat) yang dikenal sebagai organisasi kebudayaan berhaluan kiri.

Pada tahun 1956, Pramoedya Ananta Toer sempat juga ke Beijing untuk menghadiri hari kematian Lu Sung. Kembali ke Indonesia, beliau kemudian mulai mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan orang-orang Tionghoa di Indonesia. Selama masa itu, beliau juga mulai mempelajari penyiksaan terhadap Tionghoa Indonesia.

Pada saat yang sama, beliau pun mulai berhubungan erat dengan para sastrawan dan penulis di Tiongkok. Khususnya, beliau menerbitkan rangkaian surat-menyurat dengan penulis Tionghoa yang membicarakan sejarah Tionghoa di Indonesia, berjudul Hoakiau di Indonesia.

Di masa tersebut, Pramoedya banyak menulis karya-karya sastra dan juga tulisan-tulisan yang mengkritik pemerintahan Indonesia mengenai penyiksaan terhadap etnis Tionghoa di Indonesia.

Baca Juga  Karya Sastra Ulama (2): Kenapa Ulama Perlu Menulis Karya Sastra?

Pada tahun 1958, Pramoedya Ananta Toer didaulat menjadi pimpinan pusat Lekra yang bernaung di bawah Partai Komunis Indonesia pimpinan D.N. Aidit. Jabatannya sebagai pimpinan pusat Lekra membuat banyak seniman menjadi berseberangan pendapat dengan Pramoedya, terutama para seniman yang menentang aliran komunis di Indonesia.

Di tahun 1962, Pramoedya Ananta Toer kemudian bekerja sebagai seorang dosen sastra di Universitas Res Republica. Ia juga menjadi Dosen Akademi Jurnalistik Dr. Abdul Rivai dan juga berprofesi sebagai redaktur majalah Lentera.

Masa Penahanan

Selain pernah ditahan selama 3 tahun pada masa kolonial dan 1 tahun pada masa Orde Lama. Pada masa Orde Baru, Pramoedya juga merasakan 14 tahun ditahan sebagai tahanan politik tanpa proses pengadilan di Pulau Nusakambangan pada 1965-1969, di Pulau uru pada 1969-1979, dan di Magelang pada akhir 1979.

Beliau dilarang menulis selama masa penahanan di Pulau Buru. Namun, beliau masih dapat menyusun serial karya terkenal beliau yang berjudul Bumi Manusia, sebuah novel semi fiksi 4 seri terkait sejarah Indonesia. Beliau menceritakan perkembangan nasionalisme Indonesia yang sebagian berasal dari pengalaman beliau sendiri saat tumbuh dewasa.

Tokoh utamanya bernama Minke, bangsawan kecil Jawa. Tokoh ini didasarkan pada pengalaman R.M. Tirto Adhi Soerjo, seorang tokoh pergerakan pada zaman kolonial yang mendirikan organisasi Sarekat Prijaji dan media resmi sebagai sarana advokasi, Medan Prijaji yang diakui oleh Pramoedya sebagai organisasi nasional pertama.

Jilid pertamanya dibawakan secara lisan kepada rekan-rekan di Unit III Wanayasa, Pulau Buru. Hal ini dilakukan sebelum beliau mendapatkan kesempatan untuk menuliskan kisahnya. Tapi naskah-naskahnya dapat tersebar dengan cara diselundupkan lewat tamu-tamu yang berkunjung ke Pulau Buru.

Pramoedya dibebaskan dari tahanan pada 21 Desember 1979 dan mendapatkan surat pembebasan tidak bersalah secara hukum dan tidak terlibat Gerakan 30 September. Tapi, beliau masih dikenakan tahanan rumah hingga 1992, serta tahanan kota dan tahanan negara hingga 1999. Beliau juga melakukan wajib lapor satu kali seminggu kepada Kodim Jakarta Timur selama kurang lebih 2 tahun.

Baca Juga  Jenderal Sudirman: Bapak TNI Kader Muhammadiyah

Ketika pergantian pemerintahan orde baru ke orde reformasi, Pramoedya Ananta Toer banyak menuliskan pikiran-pikirannya kembali, baik itu di kolom-kolom majalah mengkritik pemerintahan yang baru ataupun dengan cara dan media yang lain.

Sebagai sastrawan dengan puluhan karya-karya yang terkenal membuat Pramoedya Ananta Toer banyak menerima penghagaan nasional dan internasional. Beberapa di antaranya seperti Ramon Magsaysay Award, Hadiah Budaya Asia Fukuoka XI, Norwegian Authors’ Union Award, serta penghargaan dari Universitas Michigan Amerika, dan masih banyak lagi.

Wafatnya Pramoedya Ananta Toer

Meskipun sudah masuk masa tua, Pramoedya Ananta Toer tetap aktif menulis. Hingga kemudian beliau terbaring di rumah sakit pada awal 2006 akibat penyakit diabetes, sesak nafas dan jantungnya yang melemah. Kemudian beliau dapat keluar, namun kembali masuk rumah sakit ketika kondisinya makin memburuk akibat panyakit radang paru-paru.

Pramoedya Ananta Toer wafat pada 30 april 2006 di Jakarta Timur, beliau wafat pada usia ke-81. Itulah sedikit gambaran dari salah satu tokoh sastrawan besar bangsa indonesia. Semoga kita bisa mengambil nilai-nilai semangat juang dari beliau, terutama di bidang sastra.

Editor: Rifqy N.A./Nabhan

Related posts
Inspiring

Kenal Dekat dengan Abdul Mu'ti: Begawan Pendidikan Indonesia yang Jadi Menteri Dikdasmen Prabowo

3 Mins read
Abdul Mu’ti merupakan tokoh penting dalam dunia pendidikan dan organisasi Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode…
Inspiring

Beda Karakter Empat Sahabat Nabi: Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali

4 Mins read
Ketika berbicara tentang sosok-sosok terdekat Nabi Muhammad SAW, empat sahabat yang paling sering disebut adalah Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman…
Inspiring

Spiritualitas Kemanusiaan Seyyed Hossein Nasr

3 Mins read
Islam memiliki keterikatan tali yang erat dengan intelektual dan spiritual. Keduanya memiliki hubungan yang sangat dekat dan merupakan dua bagian realitas yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds