Perspektif

Prinsip Berwirausaha Sesuai Al-Qur’an

3 Mins read

Salah satu hal yang diperlukan oleh masyarakat untuk mengentaskan kemiskinan dan pengangguran adalah dengan memulai berwirausaha. Wirausaha bukan hanya sebagai usaha dagang atau bisnis saja, melainkan bagaimana menciptakan lapangan pekerjaan dengan mengerahkan semua potensi yang dimiliki dengan kreatif dan berani mengambil resiko (Fadhlurrahman, 2017). Dalam wirausaha pun ada hal-hal yang harus diperhatikan agar dapat berwirausaha dengan baik tanpa merugikan pihak lain. Sebagai seorang muslim, tentunya dalam melakukan setiap hal harus bermanfaat dan menghindari hal-hal yang membahayakan.

Panduan dalam berwirausaha bagi seorang muslim dapat ditemukan dari sumber hukum Islam Al-Qur’an. Al-Qur’an merupakan pedoman kehidupan bagi manusia dan kewirausaan termasuk bagian dari kehidupan manusia. Dalam Al-Qur’an banyak ayat yang mengajak manusia untuk bekerja keras dan berusaha untuk dunia dan tidak mengesampingkan urusan akhirat.

Agama Islam memberikan arahan kepada umatnya untuk memperoleh kebahagiaan hidup, salaah satunya adalah dengan mencari rezeki. Seorang muslim sebenarnya di anjurkan untuk menjadi kaya agar dapat membantu saudaranya yang lain dan bukan untuk menyombongkan diri. Al-Qur’an sudah menjelaskan bahwa seorang muslim tidak boleh meninggalkan keturunan yang lemah, baik dari segi akal maupun ekonomi (Hidayatullah, 2016).

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mekeja anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka, oleh sebab itu, hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.

Surah an-Nisa (4): 9
***

Wirausaha merupakan salah satu bentuk yang dapat dilakukan oleh seorang muslim dalam mencari rezeki. Dengan berpegang pada Alquran dalam berwirausaha, maka usahanya tidak akan terlepas dari syariat Islam sebagai bentuk ketaatan kepada Allah. Umat Islam sendiri memiliki tanggung jawab untuk berusaha dan bekerja di bumi Allah untuk memperoleh kekayaan (Bahri, 2018). Dalam surah al-Mulk (67): 15 yang artinya,”Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya…”. Dari ayat tersebut dapat dijadikan rujukan bagi umat Islam untuk menjalankan bisnisnya.

Baca Juga  Ideologisasi Agama: Perselingkuhan Teologi dan Politik

Selain dari ayat Al-Qur’an secara keseluruhan, terdapat pada kata-kata yang maknanya dapat dikomparasikan dengan makna berwirausaha. Kata-kata tersebut seperti, al-Amal, al-Kasb, al-Fi’il, al-Sa’yu, an-Nashru, dan al-Sa’n. Misalkan pada kata al-Amal terdapat pada surah al-Taubah (9): 105 pada kalimat وَقُلِ اعْمَلُواْ  yang memiliki arti dan bekerjalah kamu (Darwis, 2017). Secara harfiah kata tersebut memang tidak merujuk langsung kepada pengertian wirausaha, namun dapat dapat direlevansikan dengan kata tersebut.

Dalam kegiatan berwirausaha, seseorang melakukan transaksi dengan konsumen atau pelanggan yang sama-sama memiliki kepentingan. Oleh karena itu, perlu adanya aturan dalam membahas hal tersebut agar tidak ada pihak yang dirugikan (Bahri, 2018). Saat melakukan transaksi, terjadi negosiasi antara dua orang atau lebih untuk menawarkan atau meberikan jasa. Dalam bernegosiasi perlu adanya teknik-teknik untuk berkomunikasi secara baik dan benar sesuai dengan ajaran Al-Qur’an (El-Banjary, 2016). Teknik berkomunikasi menurut Al-Qur’an di antaranya adalah:

1. Komunikasi Penuh Etika (Qaulan Karima)

Dalam bernegosiasi denga lawan bicara, seorang wirausahawan harus berbicara dengan penuh etika. Kata yang digunakan haruslah kata-kata yang sopan seperti, “Silahkan di coba dulu, Permisi, dan yang lainnya. Hal ini dapat membuat pelanggan merasa nyaman dengan pelayanan yang diberikan oleh pemilik usaha.

2. Komunikasi Penuh Estetika (Qaulan Layyina)

Wirausahawan hendaknya menggunakan kata-kata yang lembut, perhatian, dan kasih sayang. Seorang wirausahawan tidak diperkenankan untuk mengeluarkan kata-kata yang dapat menyinggung konsumen walaupun ia tidak berniat membelinya atau hanya melihat-lihat saja. Perkataan yang diucapkan adalah sesuatu yang dapat membuat konsumen atau pelanggan percaya terhadap produk yang ditawarkan. Selain itu, dapat juga diselingi dengan hibura agar konsumen tertarik dan menampakkan wajah bahagia.

3. Komunikasi  Efektif (Qaulan Baligha)

Saat berbicara dengan konsumen kata yang digunakan merupakan kata yang jelas dan mudah dipahami. Komunikasi yang efektif dimaksudkan bahwa pengusaha tidak perlu waktu yang lama untuk melakukan closing. Misalkan ketika menawarkan suatu produk tidak menggunakan kalimat “Bapak mau beli atau tidak?” Tetapi menggunakan kalimat “Bapak mau beli satu atau dua?” saat melakukan closing. Pada initinya mengarahkan konsumen untuk membeli produk, tidak unutk memilih beli atau tidak.

Baca Juga  Membentengi Orang Muda dari Paham Radikalisme

4. Komunikasi Penuh Integritas (Qaulan Sadida)

Pemilik usaha saat menawarkan produknya hendaknya memberikan spesifikasi sesuai dengan kondisi produk yang sebenarnya. Sehingga, pelanggan tidak merasa kecewa terhadap produk yang telah dibeli karena sesuai dengan kondisi yang dijelaskan. Hal ini juga dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. saat menjual barang dagangannya dengan jujur sehingga dagangan beliau cepat habis dan pembeli merasa puas. Jika ada yang bertanya tentang kekurangan produk tersebut, maka harus dijawab dengan jujur dan berani mempertanggungjawabkan apa yang diucapkan.

5. Komunikasi Penuh Nasehat (Mau’idzah bil Hikmah)

Konsumen biasanya ketika membeli sesuatu masih memiliki rasa ragu, apalagi barang yang ingin dibeli masih belum jelas spesifikasinya. Sehingga konsumen akan banyak menanyakan hal yang belum ia ketahui dan meminta testimoni. Biasanya konsumen menanyakan,”Pak, barang yang paling bagus yang mana?” Atau “Jam ini anti air tidak, Pak?” Pada saat tersebut adalah waktu yang tepat untuk memberikan penjelasan yang baik atau testimoni terhadap  produk yang dipasarkan.

Dari teknik komunikasi tersebut, wirasahawan dapat mempraktekkannya untuk mengembangkan dan memasarkan bisnis yang dijalani. Sebagai seorang Muslim tentunya apa yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan pedoman Alquran.

Editor: Yahya FR
1 posts

About author
Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Kalijaga
Articles
Related posts
Perspektif

Tidak Bermadzhab itu Bid’ah, Masa?

3 Mins read
Beberapa waktu lalu, ada seorang ustadz berceramah tentang urgensi bermadzhab. Namun ceramahnya menuai banyak komentar dari berbagai kalangan. Ia mengatakan bahwa kelompok…
Perspektif

Psikologi Sosial dalam Buku "Muslim Tanpa Masjid"

3 Mins read
Dalam buku Muslim Tanpa Masjid, Kuntowijoyo meramalkan pergeseran signifikan dalam cara pandang umat Islam terhadap agama dan keilmuan. Sekarang, ramalan tersebut semakin…
Perspektif

Paradoks Budaya Korupsi Masyarakat Religius

2 Mins read
Korupsi yang tumbuh di masyarakat yang dikenal religius memang menjadi paradoks. Di masyarakat yang memegang teguh nilai-nilai agama, mestinya kejujuran, integritas, dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds