Oleh: Prof Siti Baroroh Baried
Peranan wanita itu yang pertama ada di dalam keluarga, dan berkewajiban membina anak-anak yang dilahirkan di dalamnya, sebagai pembagian tugas antara ibu dan bapak dalam bersama-sama membina anggota keluarganya. Islam telah menggariskan secara rinci apakah tugas wanita sebagai istri, sebagai ibu, sebagaimana yang dapat digali dari beberapa ayat-ayat Al-Quran dan beberapa Hadis Nabi Muhammad SAW.
Pertama, wanita harus taat kepada suaminya, karena suami telah diperintahkan oleh Tuhan untuk menjaga keselamatan keluarga dari api neraka (At-Tahrim : 6). Suami yang bertanggung jawab tentu selalu mengusahakan supaya istri dan anak-anaknya ada di jalan yang lurus, memenuhi perintah Allah, menjauhi larangan-Nya. Atau dengan perkataan lain suami bertanggung jawab akan tegaknya ajaran Islam di dalam keluarganya.
Kedua, wanita harus mampu melakukan tugas dan pekerjaan di dalam rumah tangganya. Karena hal itu diajarkan oleh Nabi Muhammad, “Wanita itu bertanggung jawab di dalam rumah tangga suaminya, dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang telah dipercayakan itu.”
Ajaran ini mengisyaratkan bahwa wanita sebagai istri dan sebagai ibu yang mengendalikan roda kehidupan di dalam rumah, harus dapat menguasai permasalahan yang timbul dalam rumah, menyelesaikan, dan mengatasinya. Wanita sebagai ibu harus berwibawa terhadap anggota keluarganya, karena dia merupakan wakil sang ayah yang telah diserahi membereskan rumah tangganya.
Dalam hal ini, masalah pendidikan anak adalah yang penting, karena anak harus dapat dididik menjadi anak yang baik. Bukanlah surga ada di bawah telapak kaki ibu, menurut sebuah Hadis Rasulullah. Jadi, ibulah yang harus membina putra-putra menjadi seorang muslim dan muslimah yang akan selamat dari api neraka.
Para putra adalah merupakan komponen umat yang akan datang. Keberhasilan ibu dalam membentuk budi pekerti para putra, membekali ilmu pengetahuan yang cukup, dan mendasari agama dengan sempurna, sudah merupakan darma baktinya dalam pembinaan umat yang akan datang. Dari ibulah lahir potensi ibu dan peranannya yang demikian harus secara optimal diaktualisasikan.
Ketiga, wanita harus berwawasan yang luas, mengingat tugas yang sangat sentral tersebut di atas. Wawasan yang luas dapat dipersiapkan dengan pendidikan yang mencukupi, pengalaman dalam pergaulan yang luas. Faktor kemasakan jiwa dan pribadi juga sangat menunjang peranannya.
Keempat, ilmu pengetahuan yang luas akan sangat menolong wanita untuk selalu peka terhadap pergeseran nilai-nilai yang sedang terjadi dalam masyarakatnya. Gejala perubahan sosial yang sedang melanda kehidupan bangsa Indonesia perlu dimengerti oleh wanita yang ingin mampu membina umat yang akan datang dengan lebih baik dari pada umat sekarang.
Dunia sedang mengalami berbagai perubahan, baik yang menuju ke yang lebih baik, maupun yang menuju ke yang lebih buruk. Sebab, terjadinya perubahan harus diketahui oleh wanita yang ingin memacu yang baik dan meluruskan yang rusak. Kesemuanya itu baru mungkin kalau wanita mampu mengikuti berbagai macam pergeseran nilai dan berbagai perubahan dalam kehidupan masyarakatnya, Demikianlah tuntutan bagi seorang wanita yang harus berfungsi sebagai pembina umat dan sebagai pencipta manusia baru.
Kelima, wanita harus mampu mengantisipasi apa yang bakal terjadi berdasarkan apa yang terjadi pada waktu ini dan yang telah terjadi pada waktu yang lampau. Wanita harus dapat memproyeksikan fenomena sekarang pada keadaan yang akan datang. Ketajaman pengamatan terhadap berbagai macam gejala dan fenomena akan mampu mempersiapkan mentalnya untuk menghadapi bagaimanapun keadaan yang akan dijumpainya. (Bersambung)
Sumber: “Wanita Muslim dan Etos Kerja” karya Prof Siti Baroroh Baried (Jurnal Al-Qalam edisi Desember 1991/IKIP Muhammadiyah Yogyakarta.
Editor: Arif