Kita awali mengenai pembahasan ini dengan nama yang sudah tidak asing lagi bagi kita semua, yaitu Ibnu Rusyd. Seorang filusuf Islam yang cukup masyhur pada masanya, bahkan sampai sekarang juga masih terdengar tidak asing di telinga pembaca semua. Ibnu Rusyd memiliki nama asli Abdul Walid Muhammad bin Ahmad Ibnu Rusyd, namun lebih terkenal dengan panggilannya Ibnu Rusyd. Lalu, bagaimanakah profil Ibnu Rusyd?
Profil Ibnu Rusyd
Ibnu Rusyd lahir di Cordova pada tahun 520 H. Ibnu Rusyd ini berasal dari keluarga yang namanya sudah besar, yang terkenal dengan keutamaannya juga mempunyai kedudukan yang tinggi di Andalusia (Spanyol). Pada usia 18 tahun, Ibnu Rusyd pergi ke Maroko guna menuntut ilmu ke Ibnu Thufail. Dalam ilmu tauhid, Ibnu Thufail ini berpegangan pada paham Asy’ariyah, makanya dari perantara beliau ini, Ibnu Rusyd ini berkeinginan belajar ke Ibnu Thufail, guna pembuka jalan untuk mempelajari filsafat.
Dalam dunia Islam, Ibnu Rusyd ini terkenal dengan filsuf yang menentang Al-Ghazali. Salah satu bukunya khusus menentang filsafat Al-Ghazali, bukunya itu berjudul Tahafut at-Tahafut. Buku ini adalah sebagai reaksi dari buku Al-Ghazali yang berjudul Tahafut al-Falasifah. Ibnu Rusyd dalam buku ini berusaha membela pendapat-pendapat dari filusuf Yunani dan Islam yang diserang habis-habisan oleh Al-Ghazali. Jadi, segala dalil Al-Ghazali dibantah habis-habisan oleh Ibnu Rusyd dalam buku tersebut.
Sebagai filsuf yang melandaskan pendapatnya pada pendapat Aristoteles, Ibnu Rusyd ini menolak prinsip ijaraut-adat dari Al-Ghazali. Berdasarkan sepak terjangnya, di dunia Islam Ibnu Rusyd ini tidak setenar Al-Ghazali, bahkan tidak berpengaruh besar dalam dunia Islam. Sehingga, namanya kalah harum dengan Al-Ghazali. Bahkan Ibnu Rusyd ini dianggap sebagai orang yang zindiq (orang yang menampakkan keislaman dan menyembunyikan keislamannya), karena isi dari filsafatnya dianggap bertentangan dengan pelajaran Agama Islam secara umum.
Filsafat yang Lebih Mementingkan Akal
Ibnu Rusyd ini terkenal dengan filusuf yang lebih mementingkan akal daripada memakai perasaan. Oleh sebab itu, memang benar-benar tidak cocok jika Ibnu Rusyd disandingkan dengan Al-Ghazali. Karena Al-Ghazali lebih condong memakai perasaan daripada akal.
Menurut Ibnu Rusyd berbicara agama itu harus dipecahkan dengan memakai akal. Dalam hal ini juga termasuk ayat-ayat yang erat kaitannya dengan akal. Dalam kitabnya, Fashul Maqal, Ibnu Rusyd ini melandaskan bahwa logika itu harus dipakai sebagai dasar dari segala penilaian tentang masalah kebenaran. Jika mempelajari agama, seserang harus belajar memikirkan apapun dengan landasan memakai logika. Akan tetapi, di samping itu juga mementingkan logika dalam memecahkan masalah yang ghaib dan aneh yang berhubungan dengan agama.
Mengenai tujuan dari agama, Ibnu Rusyd mengatakan bahwa pokok dari tujuan syariat Islam itu, yang sebenarnya adalah pengetahuan yang benar. Tidak lupa pengetahuan yang benar perlu dilengkapi amal perbuatan yang benar pula. Hal ini dikatakan oleh Ibnu Rusyd dengan sebutan al-ilmulhaq wal-amalul-haq.
Sedangkan, mengenai pengetahuan yang dimaksud Ibnu Rusyd ini adalah untuk mengetahui dan juga mengerti akan adanya Allah SWT serta alam maujudat. Pada hakikatnya, ini yang dimaksud oleh syariat, juga mengerti apa yang dimaksud pengertian kebahagiaan di akhira,t yaitu surga. Sebaliknya juga memahami kecelakaan atau kehinaan di akhirat yang disebut sebagai tempat yang jelek, yaitu neraka.
Sedangkan yang dimaksud Ibnu Rusyd mengenai sebutan amal itu adalah mengerjakan maupun menjauhi sebuah perbuatan-perbuatan yang akan berdampak penderitaan. Dengan mengetahui tentang amal perbuatan seperti itu, maka ini yang dinamakan ilmu yang praktis (al-ilmul-amaliah).
***
Inilah yang dimaksud Ibnu Rusyd dalam mementingkan akal daripada perasaan. Dimulai dari penjelasan di atas yang memang lebih condong pada penggunaan akal. Hal ini juga digunakan oleh Ibnu Rusyd dalam pembahasan masalah agama. Makanya Ibnu Rusyd ini sempat dikatakan sebagai seorang yang zindiq, juga patokan Ibnu Rusyd ini mengarah atau lebih condong ke Aristotelesm yang beda dengan Al-Ghazali. Di sinilah letak ketidakcocokan antara Ibnu Rusyd dengan Al-Ghazali.
Editor: Nabhan