Tafsir

QS al-Mu’minun Ayat 18: Tiga Watak Hujan

4 Mins read

Ramadhan 1446 kali ini dan Idul Fitri 1446 yang akan datang, masyarakat Muslim di wilayah Indonesia masih berada di musim penghujan. Jika diberi umur panjang, beberapa tahun ke depan pun demikian, masyarakat Muslim di wilayah Indonesia juga akan merasakan Ramadhan dan idul ftri di musim penghujan.

Ramadhan di musim penghujan menghadirkan kenikmatan tersendiri, salah satunya adalah berkurangnya rasa haus saat berpuasa di siang hari. Namun di sisi lain, Ramadhan di musim penghujan menghadirkan tantangan tersendiri. Pun demikian saat Idul Fitri.

Orang-orang beriman dengan sikap syukur dan sabarnya akan lebih mudah bersahabat dengan hujan di bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Ditambah lagi jika kita berkenan memahami & menaati watak hujan secara benar dan baik.

Hujan merupakan fakta sains yang termaktub dalam kitab suci Al-Qur’an. Jumlah ayat dalam Al-Qur’an yang memuat warta tentang hujan adalah banyak sekali. Salah satu ayat yang memuat informasi tentang hujan adalah ayat 18-20 dari surah al-Mu’minun.

Watak Hujan dalam QS al-Mu’minun Ayat 18

Wawasan tentang watak hujan dapat kita temukan dalam ayat ke-18 dari surah al-Mu’minun. Ayat lengkap dan artinya sebagai berikut:

وَاَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءًۢ بِقَدَرٍ فَاَسْكَنّٰهُ فِى الْاَرْضِۖ وَاِنَّا عَلٰى ذَهَابٍۢ بِهٖ لَقٰدِرُوْنَ ۚ

Artinya: Kami turunkan air dari langit dengan suatu ukuran. Lalu, Kami jadikan air itu menetap di bumi dan sesungguhnya Kami Maha Kuasa melenyapkannya.

Pertama, hujan turun dari langit dengan kadar tertentu

Watak ini dapat kita simpulkan dari frase وَاَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءًۢ بِقَدَرٍ  yang artinya “Kami turunkan air dari langit dengan suatu ukuran”. Menurut penulis, kata yang sepadan dengan ukuran adalah kadar.

Kadar tertentu dalam frasa ayat di atas dinyatakan dengan ism nakirah. Maknanya adalah kadar hujan yang diturunkan oleh Allah Swt di suatu wilayah adalah bervariasi. Terkadang Allah Swt menurunkan hujan ke suatu wilayah dengan intensitas ringan, kadang-kadang dengan intensitas sedang, dan terkadang pula dengan hujan turun dengan intensitas lebat.

Baca Juga  Ayat-Ayat Al-Qur'an yang Berkaitan dengan Ilmu Biologi

Selain memuat makna, frasa وَاَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءًۢ بِقَدَرٍ juga mengandung pesan, yakni pesan tumbuh-kembang ilmu meteorologi. Al-hamdu lillah, pertumbuhan dan perkembangan ilmu meteorologi di dunia saat ini dikategorikan sangat baik. Begitu pula di Indonesia, tumbuh-kembang ilmu meteorologi sangat diperhatikan oleh pemerintah dengan didirikannya STMKG di bawah naungan BMKG.

Keluaran dari ilmu meteorologi saat ini dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat dengan hadirnya informasi prakiraan cuaca. Masyarakat Muslim hendaknya memanfaatkan informasi prakiraan cuaca yang dirilis oleh BMKG agar implementasi teori syukur-sabar lebih optimal. Memanfaatkan prakiraan cuaca dari BMKG atau lembaga pemerkira cuaca yang lain bukanlah perilaku syirik. Bahkan sebaliknya, ia merupakan perilaku ihsan karena menjalankan pesan dari ayat-ayat Al-Qur’an yang memuat informasi tentang hujan.

Kedua, hujan adalah meresap ke tanah

Sifat hujan yang kedua ini dapat kita jumpai dalam frasa فَاَسْكَنّٰهُ فِى الْاَرْضِ yang artinya “Lalu, Kami jadikan air itu menetap di bumi”. Menurut penulis, kata الْاَرْضِ pada frase tersebut lebih tepat dimaknai dengan tanah daripada bumi.

Jika kita merujuk ke ilmu tanah, maka lapisan tanah dibagi menjadi tiga, yakni lapisan tanah atas, lapisan tanah tengah, dan lapisan tanah bawah. Menurut penulis, lapisan tanah atas dan tengah adalah lebih tepat untuk menjelaskan lebih lanjut kata الْاَرْضِ dalam ayat 18 dari surah al-Mu’minun.

Karena sifat hujan jika sudah sampai ke bumi adalah meresap ke tanah, maka hujan itu harus diresapkan ke lapisan tanah atas, lalu ke lapisan tengah. Peresapan hujan ke lapisan tanah atas kemudian menuju lapisan tanah tengah inilah pesan deskriptif dari frase فَاَسْكَنّٰهُ فِى الْاَرْضِ dalam Q.S. al-Mu’minun ayat 18.

Baca Juga  Cara Al-Qur’an Turun dan Penjagaannya

Pesan ini harus ditaati oleh masyarakat, terlebih masyarakat Muslim yang berkewajiban mengimani Al-Qur’an. Masyarakat khususnya masyarakat Muslim harus membuat program peresapan hujan ke lapisan tanah atas dan tengah.

Terdapat banyak cara meresapkan hujan ke lapisan tanah atas dan tengah. Pada level rumah tangga, keluarga terlebih keluarga Muslim dapat membuat lubang-lubang peresapan hujan (biopori) di kebun atau halaman rumah miliknya. Jika memungkinkan lagi ditambah dengan membuat sumur resapan. Namun jika tidak memungkinkan, bisa ditambah dengan cara membuat jogangan, di mana ia merupakan kearifan lokal masyarakat Indonesia yang bermanfaat untuk meresapkan hujan ke tanah sekaligus untuk mengolah sampah organik secara alami.

Pada level RT/ RW juga bisa digerakkan program peresapan hujan ke lapisan tanah atas dan tengah. Misalkan RT/RW yang mempunyai lahan tanah, maka sebagiannya bisa dibuat sumur resapan atau jogangan atau biopori. Bagaimana jika RT/RW tidak memiliki lahan tanah? Pihak RT/RW masih dapat memprogramkan biopori di jalan-jalan wilayah RT/ RW.

Pada level desa/kelurahan lebih memungkinkan lagi. Sebagian tanah kas desa/kelurahan bisa dibuat embung kecil. Jika tidak memungkinkan, di tanah kas desa/kelurahan bisa pula dibuat sumur-sumur resapan. Pemerintah desa/kelurahan juga menggerakkan program bioporisasi di tingkat RW/RT.

Pun demikian pada level yang lebih tinggi. Program untuk menaati watak hujan yang meresap ke lapisan anah atas dan tengah dapat diprogramkan oleh pemerintah kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan pemerintah pusat.

Ketiga, hujan itu lenyap

Informasi tentang lenyapnya hujan dalam ayat 18 surah al-Mi’minun tertera pada frasa وَاِنَّا عَلٰى ذَهَابٍۢ بِهٖ لَقٰدِرُوْنَ yang artinya “dan sesungguhnya Kami Maha Kuasa melenyapkannya”. Menurut penulis, yang dimaksud lenyap dalam hal ini adalah hujan meresap ke lapisan tanah bawah dan berada di atas lapisan batuan induk.

Baca Juga  Ayat-Ayat Al-Qur'an tentang Kebodohan

Menurut ilmu geologi, lapisan batuan induk ini mudah pecah. Walaupun sifat batuannya mudah pecah, namun sulit dilalui oleh air sehingga air tertahan dan menetap di atasnya. Air yang menetap di atas lapisan batuan induk inilah nantinya yang dapat kita manfaatkan kembali sebagai air tanah yang akan muncul kembali ke permukaan tanah melalui skema mata air.

Sebagaimana telah kita pahami bersama bahwa mata air merupakan sumber kehidupan. Jika mata air ini kita rawat dan kita manfaatkan secara benar dan baik, maka mayarakat akan memperoleh banyak manfaat darinya. Di antaranya adalah keberkahan sebagaimana difirmankan oleh Allah Swt dalam ayat 19 dan 20 surah al-Mu’minun.

Kuasa Allah atas Hujan

Bagi masyarakat Muslim, proses turunnya hujan dari langit ke tanah lapisan atas. meresapnya hujan ke lapisan tanah atas dan tengah, serta lenyapnya hujan ke lapisan tanah bawah dan menetap di atas lapisan batuan induk bukanlah merupakan fenomena alam biasa. Ia merupakan fakta sains atas kehendak dan kuasa Allah. Penegasan akan hal ini ditunjukkan dengan digunakannya dhamir Kami (Allah) dalam ayat 18 surah al-Mu’minun.

Oleh karenanya, masyarakat Muslim yang mendapat anugerah hujan seharusnya makin kokoh imannya. Lebih lanjut, mudah-mudahan penguatan iman masyarakat Muslim disertai dengan makin optimalnya amal shalih.

Semoga bermanfaat

Wa Allah a’lamu bi al-shawab

Editor: Soleh

Avatar
36 posts

About author
Staf Pengajar UIN Sunan Kalijaga, Fakultas Sains dan Teknologi. Santri Pondok Pesantren Islam al-Mukmin Ngruki Tahun 1991-1997.
Articles
Related posts
Tafsir

Ayat-Ayat Al-Qur'an tentang Kebodohan

6 Mins read
Di antara kita kadang berbuat bodoh di dunia ini. Kebodohan ini sering kali terjadi bukan karena kita tidak berilmu, namun karena karakter…
Tafsir

Makna Ummi: Benarkah Nabi Muhammad Buta Huruf?

3 Mins read
Nabi Muhammad adalah sosok yang membawa perubahan besar dalam sejarah peradaban manusia. Sebagai seorang Rasul terakhir, beliau menyampaikan wahyu yang kemudian menjadi…
Tafsir

Tafsir wa Al-Bayan li Ahkam Al-Qur’an al-Tarifi, Tafsir Bercorak Fiqih

4 Mins read
Biografi Imam Al-Tarifi ‘Abdul ‘Aziz al-Tarifi memiliki nama lengkap ‘Abd al-‘Aziz ibn Marzuq al-Tarifi, atau lebih dikenal dengan dengan sebutan al-Tarifi. Beliau…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *