Allah memiliki 99 nama yang biasa disebut Asmaul Husna. Nama-nama Allah ini bukan berarti wujud-Nya berjumlah banyak, tidak demikian, melainkan tetap esa (satu). Asmaul Husna ini tidak hanya sekedar julukan, namun juga mewakili sifat-sifat Allah di dalamnya.
Quraish Shihab dalam Podcast yang ia unggah di kanal Youtube pribadinya menejelaskan terdapat dua istilah yang digunakan untuk memahami sifat Allah swt, yaitu sifat ijabiyyah dan sifat salbiyyah.
“Ada sifat-sifat yang terus menerus Anda katakan seperti itu, ada lagi sifat-sifat yang Anda harus berkata Allah tidak mungkin seperti itu,” kata Quraish Shihab.
Muslim harus meyakini bahwa Allah memang memiliki sifat sebagaiamana tertulis di Asmaul Husna. Ini bisa berangakat dari syahadat, asyhadu alla ilaha illallah, yang berarti seorang muslim meyakini bahwa wujud Allah beserta sifat-Nya.
“Maka Anda harus meyakini bahwa Allah itu Maha Esa dan Dia punya sifat-sifat, Maha berkehendak Mahatau, Maha ini, dan itu menyatu,” kata Quraish Shihab. “Sehingga kehendak Allah tidak bertentangan dengan kuasanya, sebagaimana juga pembicaraan-Nya tidak bertentangan dengan Ilmu-Nya,” imbuhnya.
Teladan yang Bisa Diambil dari Asmaul Husna
Seorang muslim yang percaya bahwa Allah memiliki sifat-sifat tersebut, sebagai seorang hamba, seharusnya menjadikanya contoh atau teladan. Quraish Shihab mencontohkan bagaimana sifat-sifat Allah ini bisa menjadi refleksi dalam kehidupan sehari-hari.
Pertama, dalam hal berkehendak. Seharusnya ketika seorang memiliki kehendak atau keinginan disesuikan dengan kemampuan.
Quraish Shihab mengatakan perkara seperti ini sering menjadi keresahan manusia, sebab keinginanya terkadang tidak ia sesuiakan dengan kemampuan. “Mau punya mobil mercy, mampunya cuma Kijang, Anda resah,” kata Quraish Shihab memberi contoh.
Kedua, berbicara. Hendaknya, seorang muslim menyesuikan apa yang dibicarakan dengan ilmu yang dimiliki. “Jangan asbun (asal bunyi)” katanya.
Jika diperahatikan, tidak ada dalam asmul husna sifat mutakallim (berbicara). Padahal Allah itu maha Berfirman, namun tidak menonjolkan dan memamerkannya, yang justru ditonjolkan adalah samii’ dan bashiir.
Dalam hal ini bisa kita contoh, bahwa Allah saja yang maha berfirman tidak menonjolkannya, apalagi manusia. Maka seharusnya sebagai seorang Muslim, kurangi banyak bicara, dan ganti dengan banyak mendengar.
Ketiga, perihal mengetahui Allah juga maha mengetahui, namun Dia tidak memberitahu semuanya. Allah hanya memberitahu apa yang perlu diketahui oleh manusia. “Dia (Allah) memberitahu kita yang perlu kita ketahui, Allah tahu kapan kita mati, namun Dia tidak memberithu,” kata Quraish Shihab.
Maka sebagai seorang muslim bisa mengambil teladan, bahwa tidak perlu ‘pamer’ dan meceritakan seluruh pengetahuan kita kepada orang lain, padahal itu tidak diperlukan.
Reporter: Dhima WS