Report

Abdul Mu’ti: Fikih Vaksinasi Covid-19

3 Mins read

IBTimes.ID – Sejak ditetapkan menjadi bencana nonalam nasional pada Maret 020, pandemi covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Jumlah mereka yang terpapar covid-19 bahkan cenderung meningkat. Sampai 9 Januari 2021, terdapat 818.000 kasus: 674.000 sembuh dan 23.947 wafat.

Untuk menekan kasus covid-19, pemerintah menetapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di Jawa dan Bali, 11-25 Januari 2021. Pemerintah juga melarang warga negara asing memasuki Indonesia. Hampir semua bangsal rumah sakit, per￾makaman khusus, dan tempat isolasi covid-19 sudah penuh.

Menurut Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti, tidak berlebihan apabila dikatakan Indonesia sudah memasuki masa darurat covid-19. Harus dilakukan usaha-usaha yang lebih serius, sistemik, dan masif agar pandemi covid-19 dan dampak yang ditimbulkan dapat diatasi. Salah satunya melalui vaksin.

Dalam tulisan yang diterbitkan di Kolom Opini Media Indonesia, Selasa (12/1), Mu’ti menyebut bahwa di antara tujuan vaksinasi ialah untuk mengurangi transmisi, penderita, dan kematian akibat covid-19, serta menciptakan kekebalan komunitas (herd community).

Meskipun demikian, lanjut Mu’ti, belum semua elemen masyarakat bersetuju dengan vaksin. Sebagian umat Islam menolak karena alasan teologi.

Tinjauan Fikih Vaksin

Kemaslahatan umum Islam adalah seperangkat ajaran (syariat) yang diturunkan oleh Allah untuk manusia dan rahmat bagi semesta. Pria kelahiran Kudus, Jawa Tengah ini mengutip Prof Muhammad Abu Zahrah (2003) yang berpendapat bahwa syariat memiliki tiga sasaran: menyucikan jiwa, menegakkan keadilan sosial, dan menciptakan kemaslahatan umum (maslahat al-am).

“Kemaslahatan umum adalah suatu keadaan ketika manusia mendapatkan jaminan dan perlindungan atas agama (hifdz al-din), jiwa (hifdz al-nafs), akal (hifdz al-aql), generasi (hifdz al-nasl), dan harta benda (hifdz al-mal),” tulis Mu’ti.

Muhammad Abu Zahrah, sebagaimana dikutip oleh Mu’ti menjelaskan tiga tingkatan (martabat) maslahat. Pertama, martabat dlaruriyat (primer), adalah tingkatan ketika berbagai maslahat tidak dapat terwujud tanpa terpenuhinya tingkatan ini. Sebagai contoh, dlaruri dalam kaitannya dengan jiwa (al-nafs) ialah memelihara kehidupan (nyawa), anggota badan, dan segala sesuatu yang menopang tegaknya kehidupan manusia.

Baca Juga  Syekh Al-Mustawi: Islam Agama Universal & Kontekstual

Kedua, martabat hajjiyat (sekunder), yakni segala sesuatu yang oleh hukum syara’ tidak dimaksudkan untuk memelihara lima hal pokok tadi, tetapi untuk menghilangkan masyaqqat, kesempitan, atau ihtiyath (berhati-hati) demi menjamin terpenuhinya lima tujuan syariat. Misalnya, tidak menimbun barang, monopoli, ghasab, dan membanting harga (talaqqi al-sila) karena dapat menghilangkan hak orang lain dalam memperoleh harta.

Ketiga, martabat tahsinat atau kamaliyat (penyempurna), adalah hal-hal yang dimaksudkan untuk menjaga kehormatan dan melindungi lima pokok hukum serta melengkapi martabat dlaruriyat dan hajjiyat. Misalnya, tahsinat dalam hal memelihara agama adalah larangan terhadap dakwah yang menyimpang dan tidak menyentuh pokok keimanan (ashlul i’tiqad). Gencarnya dakwah yang demikian justru dapat menimbulkan keraguan dan menjauhkan manusia dari Islam.

Terkait dengan maslahat dlaruriyat, Abdul Mu’ti mengutip Imam Ghazali yang berpendapat bahwa syariat Islam sangat menekankan pemenuhan perlindungan agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Karena itu, demi mempertahankan nyawa atau menyelamatkan kehidupan diperbolehkan makan zat yang diharamkan, bahkan diwajibkan sepanjang tidak merugikan orang lain.

“Dalam keadaan darurat dan terancam mati kelaparan, diwajibkan memakan bangkai, daging babi, atau kamar. Berdasarkan pertimbangan kemaslahatan umum sebagai salah satu tujuan syariat Islam, vaksinasi covid-19 sudah sangat mendesak (dlaruri),” tegasnya.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah menyatakan vaksin Sinovac halal dan bersih. Lebih jauh, Mu’ti berpendapat apabila nanti Badan POM menyatakan vaksin Sinovac aman dan bermanfaat dipergunakan, tidak ada lagi alasan kuat menolak vaksinasi.

“Berdasarkan pertimbangan kemaslahatan umum, tingkat kedaruratan utama (martabat dlaruri) serta demi menyelamatkan kehidupan bangsa dan melindungi masyarakat dari wabah korona, vaksin covid-19 dapat dihukumi wajib,” imbuhnya.

Menurutnya, bila tidak segera diatasi, pandemi covid-19 semakin tidak terkendali, mengancam masa depan bangsa dan menimbulkan masalah ekonomi, sosial, kesehatan, politik, dan masalah serius yang lainnya.

Baca Juga  Saad Ibrahim: Karakter Islam Berkemajuan adalah Terbuka

Edukasi untuk Masyarakat

Walaupun demikian, Mu’ti menjelaskan bahwa adanya sebagian masyarakat yang berkeberatan dan menolak vaksin tidak boleh dinafikan. Penolakan tersebut bisa disebabkan banyak faktor, seperti kurangnya pemahaman, penyesatan informasi di media sosial, pemahaman agama yang dangkal, dan kurangnya sosialiasi oleh pemerintah.

Karena itu, menurut Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini diperlukan pendidikan masyarakat (public education) yang dilaksanakan secara bersama-sama di antara jajaran pemerintah di semua tingkatan, tokoh masyarakat, pemuka agama, aktivis kesehatan, dan lain sebagainya.

Adalah hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar dan terbuka. Oleh sebab itu, akses informasi terkait vaksinasi covid-19 harus dibuka seluas-luasnya, tidak boleh ada yang ditutupi.

“Pendekatan edukasi dan persuasi hendaknya lebih diutamakan di atas pendekatan hukum. Masyarakat memiliki hak untuk menentukan pilihan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia. Memang, sesuai undang-undang dan berbagai perundangan, pemerintah berwenang memaksa dan memberikan sanksi. Akan tetapi, pendekatan tersebut berpotensi menimbulkan gejolak sosial, kontraproduktif, dan pembangkangan massal,” imbuh Mu’ti.

Mu’ti mengapresiasi gagasan Menteri Kesehatan menjadikan penggunaan vaksin sebagai gerakan sosial. Ia mendukung penuh gagasan tersebut. Menurutnya gerakan sosial itu dapat diwujudkan melalui pelibatan masyarakat dalam proses edukasi dan sosialisasi sehingga tumbuh kesadaran masyarakat akan bahaya pandemi covid-19 serta bangkit tanggung jawab untuk menyelesaikan pandemi covid-19 dan dampak yang ditimbulkannya.

Reporter: Yusuf

Avatar
1339 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
Report

Hamim Ilyas: Islam Rahmatan Lil Alamin Tidak Sebatas Jargon

1 Mins read
IBTimes.ID – Hamim Ilyas Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan, Islam Rahmatan Lil Alamin harusnya tidak sebatas jargon belaka,…
Report

Najib Burhani: Kelompok Ekstremis Mengincar Anak Muda di Media Sosial

2 Mins read
IBTimes.ID – Ahmad Najib Burhani Cendekiawan Muda Muhammadiyah menyampaikan, kelompok ekstremis kian mengincar anak muda lewat internet di media sosial. Hal ini…
Report

Robert W. Hefner: Muhammadiyah is the Most Organized Islamic Entity in the World

2 Mins read
Muhammadiyah as an organization that was established long before Indonesia’s independence has excellent educational, health, and social movements. This has received an…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *