Ragam Bentuk Redaksi Hadis
Pada artikel yang sebelumnya, kita telah membahas mengenai apa itu ilmu ma’anil hadits, dan jenis-jenis hadis berdasarkan redaksinya, bahkan satu dari jenis tersebut telah dibahas pada artikel sebelumnya yaitu hadis berbentuk analogi atau qiyas. Nah pada artikel kali ini, penulis akan melanjutkan tulisan mengenairagam bentuk redaksi hadis berikutnya.
Jawami’ul Kalim
Bentuk redaksi berikutnya adalah jawami’ul kalim. Jawami’ul kalim sendiri merupakan istilah yang dipopulerkan oleh Nabi sendiri dalam salah satu hadis. Menurut beberapa ulama adalah bentuk redaksi hadis yang menggunakan ungkapan singkat dan kata yang sedikit, namun memiliki makna yang luas dan jelas. Dan bentuk redaksi ini merupakan bentuk redaksi yang sering Nabi gunakan dalam menyampaikan hadis. Terutama ketika beliau sedang menyampaikan pengajaran kepada para sahabat. Salah satu contoh hadis yang menggunakan jawami’ul kalim adalah hadis di bawah ini:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ مُخَمِّرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ
Dari Ibnu Abbas dari Nabi Saw, beliau bersabda: “Segala sesuatu yang memabukkan adalah khamr, dan segala sesuatu yang memabukkan adalah haram.
Aspek jawami atau jami’ dari hadis diatas adalah semua yang memabukkan adalah haram. Maka setiap makanan dan minuman yang memabukkan (secara umum) masuk dalam kategori haram untuk dikonsumsi. Salah satu keistimewaan dalam redaksi jawami’ul kalim selain dari kata yang ringkas dan padat, hadis yang menggunakan redaksi ini tidak terikat oleh zaman dan ruang, sehingga bisa relevan digunakan kapan pun dan dimana pun.
Tamsil (Persamaan Makna)
Bentuk redaksi hadis yang ketiga adalah redaksi bahasa tamsil atau persamaan makna. Nabi menggunakan redaksi ini biasanya agar sabda-sabda yang beliau ajarkan kepada para sahabat bisa diterima dengan baik dan meninggalkan kesan yang kuat dan mendalam. Salah satu contoh hadis yang menggunakan redaksi bahasa tamsil seperti dibawah ini.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَجَنَّةُ الْكَافِرِ
Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Dunia penjara orang mu`min dan surga orang kafir.” .
Maksud penjara dalam hadis ini, bukanlah benar-benar diartikan sebagai penjara, Nabi menggunakan pengibaratan penjara dengan makna tidak bisa menikmati kenikmatan di dunia secara maksimal. Karena pada hakikatnya, seorang mukmin, tidak bisa melakukan keinginan sebebas-bebasnya karena sudah terikat oleh norma ajaran Islam, dengan larangan dan kewajiban.
Simbolik
Dan bentuk redaksi hadis yang terakhir adalah bentuk redaksi bahasa simbolik atau lambang. Nabi menggunakan redaksi ini dengan tujuan bisa dipahami benar oleh para sahabat. Salah satu contoh penggunaan redaksi ini, seperti hadis di bawah ini.
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ مَعَ إِحْدَى نِسَائِهِ فَمَرَّ بِهِ رَجُلٌ فَدَعَاهُ فَجَاءَ فَقَالَ يَا فُلَانُ هَذِهِ زَوْجَتِي فُلَانَةُ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ كُنْتُ أَظُنُّ بِهِ فَلَمْ أَكُنْ أَظُنُّ بِكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنْ الْإِنْسَانِ مَجْرَى الدَّمِ
Pada suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berdua dengan salah seorang isteri beliau. Kemudian lewat di dekat beliau seorang laki-laki. Orang itu dipanggil oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka dia datang menemui beliau. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya: “Hai, Fulan! Ini isteriku, si Fulanah.” orang itu menjawab: “Ya, Rasulullah! Aku tidak menduga-duga dengan Anda.” Beliau bersabda: “Sesungguhnya setan berjalan dalam tubuh manusia melalui aliran darah.”.
Makna kata setan dalam hadis di atas adalah suatu simbol bagi sesuatu yang jahat, keadaan yang sangat jauh dari kebaikan. Oleh karenanya, setan dapat berupa manusia maupun jin. Pernyataan Nabi bahwa syaitan mengalir dalam darah manusia merupakan pernyataan simbolik di mana godaan-godaannya dapat menimpa siapa saja, kapan dan dimana saja serta dari segala arah.
Ini berkaitan dengan sebab sabda ini diucapkan oleh Nabi (sabab al-wurud) di mana Nabi berada di dalam masjid bersama salah seorang isterinya. Seseorang datang memasuki masjid, lalu ia segera saja keluar karena melihat Rasul bersama seorang perempuan. Lalu Nabi memanggil orang tersebut supaya tidak berperasangka jelek dan menjelaskan bahwa perempuan tersebut adalah isterinya. Lalu kemudian Nabi mengucapkan sabda di atas.
***
Dari keempat ragam bentuk hadis yang telah disebutkan, bentuk tamsil dan simbolik merupakan bentuk hadis yang seringkali disalahpahami oleh orang-orang ajam atau non Arab, dikarenakan terkadang Nabi menggunakan perumpamaan atau simbol yang hanya diketahui oleh orang Arab pada masa itu, sehingga terkadang sulit dipahami bagi orang modern terutama non Arab.
Sehingga, dalam memahami bentuk tamsil dan simbolik, biasanya orang terdahulu menggunakan kajian-kajian yang berkaitan dengan sebab dan tujuan munculnya hadis tersebut, seperti asbabul wurud dan gharibul hadis. Barulah pada awal abad 20 muncul kajian yang secara khusus membahas cara memahami suatu hadis dengan baik dan benar, dan kajian tersebut dinamakan kajian ma’anil hadits. Wa Allahu A’lam Bil Showab.
Editor: Nabhan