Das Sain Das Sollen
Ekspektasi dari penegakkan hukum berkorelasi dengan keadilan yang dihasilkan. Namun tidak semua hal yang diimpikan dapat terwujud. Di dunia hukum apa yang seharusnya, acapkali berakhir tidak seperti senyatanya. Kiasan ini sebenarnya telah dijabarkan dari pernyataan Das Sain Das Sollen. Pernyataan ini bermakna apa yang seharusnya kadang tidak sesuai dengan yang senyatanya.
Hukum dan keadilan bisa saja berkorelasi, namun tidak selalu sesuai dengan apa yang diperbincangkan. Hukum ditegakkan hanyalah sarana semata untuk menegakkan keadilan.
Terkadang, hukum tidak lantas menjamin keadilan, namun keduanya masih berkorelasi. Dalam konstitusi Indonesia, istilah hukum dan keadilan dipisahkan. Hal ini secara gamblang tertuang dalam Pasal 24 ayat (1) UUD 1945:
“Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.”
Meskipun dua istilah tersebut dipisahkan, namun kiranya bangsa ini dalam konstitusinya bersepakat bahwa negara ini adalah negara hukum.
Kisah Bani Makhzumiyah
Dari beberapa riwayat, ada salah satu hadis yang menguraikan bagaimana keadilan haruslah ditegakkan. Kisah ini menggambarkan bagaimana Rasulullah menyampaikan pesan penegakkan keadilan sekaligus peringatan terhadap mereka yang melakukan kezaliman.
Pada saat itu, terdapat seorang perempuan dari Bani Makhzumiyah yang melakukan pencurian. Dikatakan dari berbagai sumber, Bani Makhzumiyah merupakan bagian dari kaum Quraisy yang memiliki martabat dan kehormatan yang tinggi. Perilaku pencurian tentunya merupakan perbuatan yang dapat mencoreng harkat martabat dari sebuah kelompok atau kaum tersebut apabila dijatuhi hukumannya.
Agar hukuman yang dapat mencoreng harkat martabat tersebut tidak dijatuhkan, Kaum Quraisy mengutus Usamah bin Zaid. Usamah bin Zaid dikenal sebagai “hubbu Rasulillah” ataupun kesayangan dari Rasulullah. Dengan diutusya Usamah, Kaum Quraisy berharap bahwa Rasulullah tidak akan menjatuhkan hukuman.
Usamah pun akhirnya bertemu Rasulullah dan menyampaikan maksud dari kedatangannya. Dari hal-hal yang disampaikan oleh Usamah, Rasul segera mengerti.
Rasul mendapati bahwa kedatangan Usamah dimaksudkan agar beliau tidak menjatuhkan hukuman yang dapat mencoreng harkat martabat Bani Makhzumiah. Atas apa yang disampaikan oleh Usamah, Rasul memberikan jawaban:
“Apakah kamu hendak memberikan syafaat (dispensasi) atas hukum-hukum Allah?,” ucap Rasul kepada Usamah.
Kemudian Rasulullah naik mimbar dari memberikan pesan kepada hadirin yang hadir pada saat itu.
“Hai Manusia, sesungguhnya ada perkara yang menyebabkan kehancuran bangsa sebelum kalian, yaitu apabila ada orang yang mulia (harta atau jabatannya) di antara kalian melakukan pencurian tidak diberlakukan (ditegakkan) hukum. Namun, apabila orang lemah (harta atau jabatannya) dari kalian mencuri, maka hukum akan ditegakkan setegak-tegaknya.”
Rasul kemudian menutup khutbah tersebut dengan menyampaikan sebuah sumpah beliau. Rasulullah meyampaikan”
“Demi Allah, seandainya fatimah putri Muhammad mencuri, sungguh akan aku potong tangannya.” Ucap Rasulullah.
Pesan Keadilan Rasulullah
Dari uraian hadis di atas ada beberapa hal yang patut diperhatikan.
Pertama, dalam hukum setiap orang dianggap sama. Martabat, jabatan maupun harta kekayaan tidak menjadikan siapapun berbeda di depan hukum. Semua dipersamakan. Hal ini selaras dengan asas equality before the law. Secara umum, asas ini diterima di semua tempat. Konstitusi Indonesia memasukkan hal ini dalam Pasal 27 ayat (1):
“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
Kedua, perbuatan kolusi ataupun usaha untuk memberikan kelonggaran dalam penegakkan hukum adalah hal-hal yang menjadi tantangan penegakkan hukum.
Tidak banyak yang mampu melakukannya. Apalagi apabila hal tersebut berhubungan dengan kerabat maupun keluarga. Namun, Rasulullah memberikan bagaimana hukum dan keadilan harus ditegakkan.
Dewasa ini, untuk mencegah persoalan kolusi muncul, kekuasaan kehakiman didesain untuk menjadi lembaga yang merdeka. Dalam kekuasaan kehakiman diberlakukan asas independensi dan imparsial.
Independensi dimaksudkan agar para hakim yang sedang mengadili sebuah perkara terbebas dari intervensi kekuasaan lainnya. Sedangkan imparsial, mengharuskan hakim tidak menangani sebuah perkara yang berkaitan dengan dirinya sendiri.
Ketiga, kehancuran sebuah bangsa dan negara sangat bergantung dari keadilan dan hukum yang berusaha dijunjung. Dalam pesan Rasulullah, kehancuran akan tiba apabila hukum ditegakkan setegak-tegaknya dan dijatuhkan seberat-berat apabila si lemah dan miskin yang melangggar.
Namun, akan diberikan dispensasi atau toleransi apabila si kaya yang melakukan kejahatan. Hal yang seperti ini sudah seyogyanya harus ditinggalkan.
Keempat, jadilah orang yang adil, bahkan atas diri sendiri. Hal ini juga ditegaskan dalam surat An-Nisa ayat 135, bahwa keadilan untuk harus ditegakkan bahkan ketika menyangkut diri sendiri, kerabat, bapak dan ibu.
Editor: Yahya FR