Perbedaan Awal Syawal 1446
Setelah hasil sidang Isbat Awal Syawal 1446/2025 diumumkan oleh Menteri Agama RI Nasaruddin Umar, yang menetapkan Idul Fitri 1446 jatuh pada hari Senin 31 Maret 2025, beredar informasi bahwa Saudi Arabia menetapkan Idul Fitri 1446 jatuh pada hari Ahad 30 Maret 2025.
Berita ini meramaikan media sosial. Muncul berbagai analisa terkait hasil rukyatul hilal di Saudi Arabia. Bahkan informasi secara detail awal Syawal 1446 di kawasan dunia Islam tersebar melalui infografis yang menarik. Dalam infografis tersebut disebutkan bahwa negara yang berlebaran pada hari Ahad tanggal 30 Maret 2025, yaitu Saudi Arabia, Yaman, Somalia, Qatar, Uni Emirat Arab, Bahrain, Kuwait, Sudan, Turki, Palestina, dan Nigeria, sedangkan negara yang berlebaran pada hari Senin tanggal 31 Maret 2025, yaitu Pakistan, Oman, Yordania, Irak, Mesir, Libya, Aljazair, Syiria, Tunis, dan Maroko.
Perbedaan awal Syawal 1446, khususnya Saudi Arabia yang menetapkan berdasarkan hasil rukyatul hilal menjadi bahan diskusi para ahli. Bahkan banyak yang meragukannya, karena posisi hilal di Saudi Arabia masih rendah.
***
Sementara itu, dalam website Islamic Crescent Observation Project atau International Astronomical Center disebutkan ada 13 negara yang awal Syawal 1446 jatuh pada hari Ahad 30 Maret 2025, yaitu Bahrain, Djibouti, Kuwait, Lebanon, Nigeria, Palestina, Qatar, Saudi Arabia, Somalia, Sudan, Turki, Uni Emirat Arab, dan Yaman, sedangkan yang menetapkan awal Syawal 1446 pada hari Senin 31 Maret 2025 ada 17 negara, yaitu Aljazair, Banglades, Brunei Darussalam, Kamerun, Mesir, India, Indonesia, Iran, Irak, Yordania, Libia, Malaysia, Maroko, Oman, Pakistan, Syiria dan Tunisia.
Dalam website ini juga diinformasikan berbagai laporan hasil rukyat dari berbagai negara, antara lain, yaitu Saudi Arabia dan Malaysia. Hasil rukyatul hilal di Saudi Arabia dilaporkan bahwa langit cerah, kondisi atmosfer sangat baik, bulan sabit terlihat dengan mata telanjang. Hasil rukyat di Malaysia dilaporkan oleh Muzamir Mazlan anggota ICOP, melaporkan dari Port Dickson-Teluk Kemang Negeri Sembilan bahwa langit sebagian berawan, kondisi atmosfer berkabut, bulan sabit tidak terlihat oleh mata telanjang, maupun binokuler atau teleskop, bulan sabit terlihat oleh CCD Imaging.
Dampak Perbedaan Awal Syawal Saudi Arabia dan Anggota MABIMS
Perbedaan tahun ini antara Saudi Arabia dan anggota MABIMS, terutama Brunei Darussalam, Malaysia, dan Singapore dalam mengawali dan mengakhiri Ramadan berdampak bagi jamaah yang melaksanakan umrah di bulan Ramadan. Para jamaah umrah dari Brunei Darussalam, Malaysia, dan Singapore yang berangkat umrah ke Tanah Suci pertengahan Ramadan dan berlebaran di Mekah, maka puasa yang mereka laksanakan baru 28 hari, mengapa?.
Tahun ini awal Ramadan 1446 di Saudi Arabia jatuh pada tanggal 1 Maret 2025, sedangkan di Brunei Darussalam, Malaysia, dan Singapore jatuh pada tanggal 2 Maret 2025 dan Idul Fitri 1446 di Saudi Arabia jatuh pada hari Ahad 30 Maret 2025. Dengan demikian, kalau dihitung dari tanggal 2-29 Maret 2025 adalah 28 hari. Jamaah Umrah dari India, Pakistan, Iran, dan Maroko juga mengalami hal yang sama. Kasus ini kemungkinan besar tidak disadari para jamaah umrah tersebut. Mereka bahagia bisa berlebaran di Tanah Suci, tetapi sejatinya puasanya belum selesai karena baru 28 hari.
Pada tahun 1404/1984, Saudi Arabia juga pernah melaksanakan puasa Ramadan hanya berlangsung selama 28 hari. Hal ini disebabkan adanya klaim rukyat oleh al-Khudairy pada tanggal 28 Juni 1984. Kejadian ini berawal dari pola pikir dikotomik antara kalender sipil berbasiskan hisab dan kalender ibadah berbasiskan rukyat.
***
Menurut kalender sipil awal Ramadan 1404 jatuh pada tanggal 31 Mei 1984, sedangkan Majlis al-Qadla’ al-A’la menetapkan awal Ramadan 1404 jatuh pada tanggal 1 Juni 1984 dan awal Syawal 1404 jatuh pada tanggal 29 Juni 1984 berdasarkan klaim rukyat al-Khudairy di atas. Oleh karena itu, Hamzah al-Maziniy menyimpulkan bahwa kesaksian hilal al-Khudairy itulah yang menyebabkan ibadah puasa Ramadan 1404 di Saudi Arabia hanya berumur 28 hari.
Selanjutnya pemerintah Saudi Arabia berusaha memperbaiki konsep kalender Ummul Qura dengan melibatkan para ulama dan saintis. Salah satu tokoh yang berperan saat ini dalam pengembangan kalender Ummul Qura adalah Zaki al-Mustafa. Hasilnya beberapa tahun terakhir hasil rukyat bersesuaian dengan kalender Ummul Qura (https://webspace.science.uu.nl/~gent0113/islam/ummalqura_adjust.htm). Meskipun demikian, laporan hasil rukyat Saudi Arabia dipertanyakan keabsahannya oleh para ahli astronomi Islam.
Menuju Kalender Hijriah Global Tunggal
Kasus puasa Ramadan hanya 28 hari akan terus berlangsung selama rukyat masih menjadi penentu dalam penetapan awal dan akhir Ramadan. Secara teori selama belum ada perubahan kriteria Kalender Ummul Qura dan Kalender yang berbasiskan Neo-Visibilitas Hilal MABIMS, kasus puasa Ramadan hanya 28 hari akan terulang jika awal dan akhir Ramadan terjadi perbedaan antara keduanya dan umur bulan Ramadan 29 hari di Saudi Arabia. Sebaliknya, jika umur bulan Ramadan 30 hari di Saudi Arabia maka tidak terjadi umur bulan Ramadan hanya 28 hari.
Berdasarkan data hasil hisab awal Ramadan dan Syawal 1447 antara Kalender Ummul Qura dan Kalender yang berbasiskan Neo-Visibilitas Hilal MABIMS akan terjadi perbedaan dalam mengawali dan mengakhiri Ramadan. Menurut kalender Ummul Qura awal Ramadan 1447 jatuh pada Rabu 18 Februari 2026, sedangkan menurut kalender yang menggunakan kriteria Neo-Visibilitas Hilal MABIMS awal Ramadan 1447 jatuh pada hari Kamis 19 Februari 2026.
Awal Syawal 1447 juga terjadi perbedaan antara kalender Ummul Qura dan kalender yang menggunakan kriteria Neo-Visibilitas Hilal MABIMS. Kalender Ummul Qura menetapkan awal Syawal 1447 jatuh pada hari Jum’at 20 Maret 2026, sedangkan kalender yang menggunakan kriteria Neo-Visibilitas Hilal MABIMS awal Syawal 1447 jatuh pada hari Sabtu 21 Maret 2026. Dalam kasus ini, jika Saudi Arabia pada awal Ramadan berhasil melihat hilal berarti sesuai dengan Kalender Ummul Qura dan Syawal 1447 istikmal, maka tidak terjadi usia bulan Ramadan hanya 28 hari (https://webspace.science.uu.nl/~gent0113/islam/ummalqura_principal.htm).
***
Pada tahun 1465/2043, 1468/2046, 1470/2048, dan 1474/2052 kasus puasa Ramadan hanya berumur 28 hari memungkinkan akan terulang kembali. Sebaliknya, Kalender Islam Global Turki 1437/2016 alias Kalender Hijriah Global Tunggal selama 30 tahun (1447/2026-1477/2055) terjadi perbedaan dengan Kalender Ummul Qura sebanyak 8 kali dalam memulai dan mengakhiri Ramadan.
Pada awal Ramadan terjadi perbedaan 4 kali (1447, 1463, 1470, dan 1477), sedangkan pada awal Syawal juga terjadi perbedaan 4 kali (1449, 1464, 1468, dan 1473). Perbedaan antara Kalender Ummul Qura dan KHGT tidak mengakibatkan umur bulan Ramadan hanya 28 hari. Keadaan ini tentu perlu menjadi perhatian dan keprihatian bersama.
***
Rasulullah Saw dengan tegas menyampaikan dalam sebuah hadis yang artinya, “Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi, kami tidak bisa menulis dan tidak bisa melakukan hisab. Bulan itu adalah demikian-demikian. Maksudnya adalah kadang-kadang dua puluh sembilan hari, dan kadang-kadang tiga puluh hari. HR. al-Bukhari dan Muslim. (Pedoman Hisab Muhammadiyah, p. 34). Hadis ini dengan jelas menyatakan bahwa umur bulan hijriah atau kamariah minimal 29 hari atau maksimal 30 hari. Dengan kata lain, puasa Ramadan tidak boleh kurang dari 29 hari dan tidak boleh lebih dari 30 hari.
Kasus puasa Ramadan hanya 28 hari menunjukkan sistem waktu di dunia Islam kurang baik. Kesadaran tepat waktu belum berjalan maksimal. Menurut Hasyim Muzadi, budaya tepat waktu di dunia Islam sangat memprihatinkan. Secara kelakar, ia mengatakan di dunia Islam hanya ada satu yang tepat waktu, yaitu saat berbuka puasa. Guyonan ini memiliki makna yang dalam untuk membudayakan tepat waktu dalam berbagai lini kehidupan.
Untuk itu, kehadiran Kalender Islam Global Turki 1437/2016 alias Kalender Hijriah Global Tunggal merupakan langkah nyata untuk mewujudkan sistem waktu yang tertib dan teratur demi kemaslahatan bersama. Kasus puasa Ramadan yang berumur 28 hari, seharusnya menjadi pendorong untuk melangkah ke arah kalender Islam yang terintegrasi. Kalender yang berbasis hisab global dengan kriteria visibilitas hilal yang ilmiah dapat menjadi solusi jangka panjang. Ini bukan sekadar idealisme, tetapi kebutuhan untuk menyatukan waktu ibadah umat Islam sedunia dengan dasar keilmuan yang luas dan legitimasi syar’i yang kuat.
Wa Allahu A’lam bi as-Sawab
Editor: Soleh
Tanpa ada kesepakatan otoritas tunggal memustahilkan adanya kalender global baik secara hisab atau rukyat. Dan pendekatan rukyat tentu tidak logis bila kesimpulannya ditarik secara global. Secara rukyat atau hisab, bagi penduduk negeri atau penduduk yang kebetulan di negeri tersebut, perhitungan harinya tentu mengikuti otoritas wilayahnya bukan otoritas globalnya.