Tantangan Agama
Relasi antara Agama dan Budaya Modern – Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan di era modern ini, secara tidak langsung mempererat perbedaan antara satu wilayah dengan wilayah lain.
Hal ini sangat berpengaruh pada kesadaran manusia yang berkaitan dengan fenomena agama. Agama pada era ini sangat sulit untuk memperoleh pemahaman jika hanya dengan pendekatan teologis-normatif.
Agama secara nyata punya tantangan serta permasalahan yang amat besar. Tantangan yang ada pada agama merupakan hasil dari pemupukan permasalahan yang berkaitan dengan nama agama.
Seperti terorisme, kekerasan, budaya modern, dll. Segala persoalan tersebut ialah bentuk dari hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan budaya yang masih belum memperoleh penjelasan secara total dan mendalam oleh agama.
Agama adalah suatu cara yang berasal dari manusia yang memiliki tujuan untuk menemukan arti dan makna dari hidup di dunia. Akan tetapi, kehidupan beragama pada zaman modern ini sangat sulit untuk menjelaskan maknanya.
Kesulitan-kesulitan ini muncul karena dinamika dari ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai karakteristik dari abad modern. Sehingga hal ini bisa merubah susunan dan komponen pada masyarakat beserta bentuk pemerintahan.
Pada zaman modern ini, budaya, nilai-nilai dari agama, serta cara hidup dari umat beragama berubah dengan begitu cepat. Yang muncul dari perasaan yang tidak pasti sebagai dampak dari kejutan-kejutan yang datang.
Hal di atas memisahkan antara manusia dengan kepastian moral dan etnis tradisional. Kejutan-kejutan tentang perubahan yang terjadi mengakibatkan kekaburan antara relasi agama dengan budaya modern. Sehingga penting memformat relasi yang dapat berguna sebagai dasar untuk menciptakan relasi yang baik.
Tiga Relasi antara Agama dan Budaya Modern
Secara menyeluruh, relasi antara agama dan budaya modern memiliki dua konsep relasi yang membangun, yakni relasi secara vertikal dan relasi horizontal. Relasi vertikal bisa berupa hal yang berkaitan dengan ibadah atau berhubungan langsung dengan Allah. Sedangkan relasi horizontal dapat terwujud melalui kesalehan sosial.
Berdasarkan dari dua relasi ini, para ahli menerjemahkan relasi antara agama dan budaya modern menjadi tiga relasi, negosiasi, pribumisasi, serta konflik. (Hamzah, 2016)
Abdurrahman Wahid merupakan tokoh yang pertama kali melontarkan istilah pribumisasi Islam pada tahun 1980 sebagai bentuk perlawanan Arabisasi pada Indonesia.
Pribumisasi Islam ialah pemulihan hubungan untuk meyelesaikan perbedaan agar kembali pada keadaan awal antara agama dan budaya yang berusaha keras untuk memahami wahyu dengan memikiran secara baik-baik segala faktor kontekstual, serta kesadaran hukum dan keadilan.
Relasi Pribumisasi Islam
Pribumisasi Islam ini ialah sebuah usaha yang bertujuan untuk menanggapi perubahan-perubahan yang terjadi secara lokal maupun global serta perilaku keberagaman yang positif dan kreatif.
Selain dimensi keimanan pada Tuhan, agama juga punya dimensi lain yakni kebudayaan yang memunculkan berbagai simbol ritus.
Pada Arabisasi menginginkan adanya idenftifikasi antara budaya lokal dengan budaya-budaya pada Timur Tengah. Hal ini bisa menyebabkan keterasingan pada umat Islam budaya lokal.
Pribumisasi Islam berusaha untuk mendamaikan antara agama dan budaya agar tidak saling menjatuhkan dan mengalahkan, tetapi berupaya untuk mendampingka agar tidak ada pertikaian.
Relasi Negosiasi
Selanjutnya, Relasi negosiasi yaitu saat agama dengan segala doktin berdialektika dengan berbagai budaya yang telah ada pada masyarakat. Sehingga, ada upaya bersama untuk mengubah tradisi lama yang sudah ada.
Pada wilayah ini, negosiasi sedang terjadi. Tentu saja negosiasi punya batasan yakni pada hal-hal tertentu yang bisa mengakibatkan perubahan tradisi. Pada saat relasi ini ada satu pihak yang harus mengalah untuk mengikuti tradisi yang lain.
Relasi Konflik
Relasi yang terkahir yakni relasi konflik. Relasi ini berusaha unuk menunjukan antara agama dengan budaya saling bertahan. Pada relasi ini, agama menolak keberadaan budaya modern yang bisa membahayakan kemurnian dari agamanya. Dan juga budaya modern yang selalu mengalami perkembangan dan tidak pernah menghiraukan pertimbangan dari agama. Hal ini menyebabkan keduanya berjalan masing-masing untuk mengembangkan tradisi masing-masing (Hamzah, 2016). Â
Manusia lebih memandang penting kehidupan yang materialistik ketimbang kehidupan spiritual saat masyarakat menganggap agama tidak lagi relevan. Timbul perilaku individual, lembaga pendidikan yang tidak menjanjikan, muncul konflik pada nilai-nilai sosial serta polarisasi pada budaya.
Keadaan seperti memicu ketegangan-ketegangan dialektis antara budaya modern dengan kewajiban agama yang bertujuan untuk mempertahankan aspek transendental.
Editor: Yahya FR