Perspektif

Trik-Trik untuk Memicu Gairah Riset di Perguruan Tinggi

4 Mins read

Tak dapat dipungkiri, keberadaan riset menjadi ruh di Perguruan Tinggi (PT). Sehingga membuat PT—yang memiliki kesadaran pentingnya riset, mulai berlomba-lomba meningkatkan etos kerja riset. Mulai dengan cara melakukan kegiatan seminar dan pelatihan kecil-kecilan hingga kolaborasi riset antar Perguruan Tinggi.

Hanya saja, ikhtiar yang difasilitasi oleh para pejabat di PT, terkadang tak dapat ditangkap oleh para dosen. Sehingga, ikhtiar yang dilakukan ibarat menabur tepung di tepian pantai; nampak di pelupuk mata, tapi berhamburan kemana-mana—karena tak terasa hasilnya.

Kegiatan hanya bersifat seremonial sebagai bukti kelak untuk dicantumkan dalam borang akreditasi, sebagai bukti bahwa Perguruan Tinggi seolah-olah memiliki kepedulian untuk meningkatkan kinerja riset. Sayangnya, keberadaan riset tetap tak meningkat seperti yang diharapkan.

Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Menurut hemat penulis, salah satu penyebabnya adalah ketiadaan “kesadaran diri” dosen untuk meriset. Bila “kesadaran diri” ini tidak ada, sekuat apapun usaha PT memberikan fasilitas untuk meningkatkan kinerja riset, gairah meriset tak akan pernah muncul di benak dosen.

Menumbuhkan Kesadaran untuk Meriset

Salah satu elemen penting untuk meningkatkan kinerja riset di Perguruan Tinggi adalah “kesadaran diri” untuk meriset. Di mana, kesadaran diri ibarat bensin bagi kendaraan. Sekuat apapun mendorong kendaraan untuk bisa melaju cepat, bila tidak ada bensin sebagai bahan bakar, kendaraan akan tetap jalan terseok-seok.

Maka dari itu, sebelum Perguruan Tinggi menyediakan fasilitas untuk meningkatkan kinerja riset, kesadaran para dosen untuk meriset harus dimunculkan terlebih dahulu. Agar, penyelenggaraan dan penyediaan fasilitas tak terbuang mubazir.

Banyak cara untuk menumbuhkan kesadaran diri bagi para dosen untuk meriset. Misalnya, memberikan stimulus berupa pemberian insentif untuk para dosen yang berhasil menerbitkan buku, artikel jurnal di jurnal nasional dan lebih-lebih internasional.

Baca Juga  Membela Islam Artinya Membela Kemanusiaan

Bisa juga, memberikan biaya riset yang menggiurkan untuk para dosen. Atau bahkan, memberikan sanksi bagi dosen yang tak pernah meriset dengan tidak diberikan jam mengajar.

***

Perguruan Tinggi harus tegas dalam rangka menumbuhkan diri untuk meriset di kalangan dosen—kalau memang Perguruan Tinggi tersebut memiliki kepedulian untuk pengembangan riset dan kemajuan kampus. Kalau tak tegas, lagi-lagi aturan hanya akan menjadi penyesak tumpukan aturan di rak Perguruan Tinggi.

Penulis yakin, akan ada satu dua dosen dan bahkan semua dosen yang akan mencoba memulai—entah karena memiliki kesadaran ataupun takut akan aturan kampus tersebut. Memang kebiasaan baik—khususnya meriset untuk kalangan dosen, harus dimulai dengan adanya aturan yang memaksa.

Tentu saja, aturan seperti ini akan menjadi pro-kontra di kalangan dosen. Bagi dosen yang memiliki keinginan maju sehingga kampus tempat dirinya mengabdi jadi berkembang, aturan seperti ini akan disambut riang-gembira. Sebaliknya, bagi dosen yang malas, akan mengeluarkan seribu alasan.

Bagi pimpinan Perguruan Tinggi, sangat sederhana. Bagi dosen yang tak mau ikut aturan tersebut, suruh saja mengundurkan diri, agar mencari kampus lain yang sesuai dengan keinginannya. Karena, model dosen seperti ini ibarat benalu—yang lama-lama hanya akan merusak kinerja dan peradaban Perguruan Tinggi.

Membangun Infrastruktur Riset

Keberadaan infrastruktur riset di Perguruan Tinggi sangat dibutuhkan. Karena, keberadaannya akan menjadi penanda bahwa Perguruan Tinggi memiliki keseriusan terhadap dunia riset. Setidaknya, ada dua infrastruktur yang harus disiapkan dan mulai dibangun oleh Perguruan Tinggi bila menginginkan kinerja riset meningkat, yaitu soft infrastruktur dan hard infrastruktur.

Soft infrastruktur merupakan infrastruktur berkaitan dengan kerangka institusional ataupun kejelasan aturan kelembagaan. Dalam pengertian yang lebih sederhana, soft infrastruktur ialah aturan jelas yang dimiliki oleh Perguruan Tinggi berkaitan dengan pengembangan riset ke depannya.

Baca Juga  Politik Identitas No, Politik Programatik Yes

Misalnya, aturan dibuat dalam bentuk Peraturan Rektor berkaitan dengan kewajiban setiap dosen untuk meneliti satu semester satu penelitian, menerbitkan satu artikel jurnal, membuat satu buku ajar, dan melakukan pengabdian kepada masyarakat. Bila setiap dosen tidak menunaikan kewajiban tersebut, maka akan diberi sanksi tegas, seperti tidak diberi jam mengajar ataupun bentuk sanksi lainnya.

Nah, itu hanya berupa contoh saja, bagaimana Perguruan Tinggi membuat aturan yang jelas berkaitan dengan pengembangan riset di Perguruan Tinggi. Intinya, di dalam peraturan yang dibuat, harus memuat reward dan punishment. Bagi yang berprestasi, berhak diberi reward. Sementara yang melanggar aturan, diberi punishment.

Setelah soft infrastruktur dibuat, selanjutnya Perguruan Tinggi harus membangun hard infrastruktur. Hard infrastruktur ialah infrastruktur berkaitan dengan bangunan fisik ataupun penunjang kerja-kerja riset. Di mana, pembangunan soft infrastruktur itu tidak cukup untuk meningkatkan kinerja riset di Perguruan Tinggi, tanpa adanya dukungan hard infrastruktur.

***

Hard infrastruktur apa saja yang harus dibangun oleh Perguruan Tinggi? Paling tidak, ada dua hard infrastruktur yang harus dibangun dengan sungguh-sungguh, bila Perguruan Tinggi memang memiliki kepedulian untuk meningkatkan kinerja riset.

Pertama, membangun perpustakaan dengan fasilitas lengkap dan memadai—mulai dari koleksi buku yang lengkap, fasilitas internet yang memadai, kerjasama dengan para penerbit jurnal agar para mahasiswa bisa mengakses jurnal-jurnal berbayar secara gratis, ruang membaca, dan menulis yang nyaman, dan berbagai macam fasilitas lain yang relevan.

Kedua, membangun pusat bahasa asing—khususnya Bahasa Inggris. Bila PT yang bersangkutan adalah Perguruan Tinggi Keislaman, maka pusat bahasa yang harus dibangun ialah Pusat Bahasa Inggris dan Bahasa Arab.

Keberadaan pusat bahasa akan menjadi penunjang signifikan bagi para dosen untuk menguasai literatur berbahasa asing—baik yang ada di perpustakaan kampus ataupun di luar kampus.

Baca Juga  Memimpin adalah Mengelola Perubahan

Perguruan Tinggi harus memiliki keyakinan, bahwa pembangunan soft infrastruktur dan hard infrastruktur merupakan bagian dari investasi jangka panjang. Artinya, PT akan baru bisa merasakan hasilnya lima atau sepuluh tahun ke depan, atau bahkan lebih dari sepuluh tahun.

Maka dari itu, bagi PT yang memiliki keinginan untuk meningkatkan kinerja riset, memulai untuk membangun dua infrastruktur tersebut harus disegerakan.

Evaluasi Kinerja Riset Dosen

Selain membangun infrastruktur, tugas Perguruan Tinggi selanjutnya ialah melakukan evaluasi kinerja riset dosen—baik bersifat semesteran ataupun tahunan.

Di mana, Perguruan Tinggi harus memiliki data kinerja riset setiap dosen—baik berbentuk buku ajar dan populer, artikel jurnal, artikel pengabdian, dan lain sebagainya. Setelah data diperoleh, maka lakukanlah evaluasi.

Hasil evaluasi terhadap kinerja riset dosen, akan mampu menggambarkan bagaimana peta kondisi kinerja riset Perguruan Tinggi. Maka dari itu, bila PT menginginkan kinerja risetnya terus meningkat, dosen-dosen yang kinerja risetnya rendah, harus diberi sanksi tegas agar dirinya mau meriset.

Karena, pengembangan riset di PT esensinya ialah meningkatnya kinerja riset setiap dosen yang ada di PT. PT jangan berharap risetnya akan meningkat, bila kinerja riset setiap dosen rendah. Maka, paculah setiap dosen untuk meriset dengan riset berkualitas.

Editor: Yahya FR

Hamli Syaifullah
15 posts

About author
Dosen di Program Studi Perbankan Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Jakarta
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds