Perspektif

Saat Hubungan Asmara Menjadi Sebuah Bencana

3 Mins read

Hubungan asmara yang terjalin antara laki-laki dan perempuan seharusnya berjalan manis dan romantis, bukan malah menjadi hubungan yang agresif. Hubungan agresif diartikan sebagai hubungan yang terdapat kecemburuan, pelecehan seksual, ancaman, dan kekerasan yang terjadi di dalamnya, baik itu secara fisik, emosional, dan seksual.

Kekerasan yang dilakukan secara fisik berupa menampar, menarik rambut, menendang, dan juga memukul. Adapun bentuk kekerasan emosional seperti ancaman, intimidasi, pengendalian perilaku, dan pengkhianatan. Selebihnya seperti perasaan cemburu dan posesif yang kuat terkadang dianggap sebagai bentuk rasa cinta dan kasih sayang. Kekerasan ini berjalan beriringan dengan hubungan agresif.

Hubungan agresif kerap terjadi pada orang dewasa yang berstatus suami-isteri maupun pada remaja yang berstatus pacaran. Sebuah hubungan pada awalnya pasti dibangun dengan keharmonisan. Ketika hubungan itu semakin intim, komunikasi semakin intens, kepribadian asli dari pasangan semakin mulai terlihat. Hal terburuknya ada yang mudah berkata-kata kasar, mulai memarahi pasangan, senang memerintah, dan perilaku buruk lainnya. Perilaku dalam hubungan sebelum pernikahan ini sering disebut dengan kekerasan dalam pacaran (KDP).

Menurut penelitian Frannery, Rowe, & Gulley berjudul “Impact of Pubertal Status, Timing, and Age on Adolescent Sexual Experience and Delinquency”, anak laki-laki dan perempuan yang lebih cepat pubertas akan melakukan aktivitas seksual dan kenakalan lebih tinggi dibanding dengan remaja yang terlambat pubertas. Efeknya dapat mempengaruhi remaja terhadap perkembangan minat kepada lawan jenis kemudian mengikatnya dalam hubungan pacaran.

Kebutuhan akan cinta akan menghasilkan rasa nyaman dan sensasi kebahagiaan bagi individu. Namun, tak jarang permasalahan dalam hubungan pacaran sering timbul. Permasalahan biasanya jarang terjadi pada masa awal, dan menjadi meningkat saat hubungan mulai serius. Laki-laki menjadi pihak dominan dalam pacaran yang berujung kekerasan.

Baca Juga  Blessing in Disguise, Hikmah Peniadaan Haji di Indonesia

Mengapa demikian? Karena, laki-laki merasa memiliki kuasa atau dominasi maskulin atas dirinya dan menganggap bahwa perempuan adalah kaum yang lemah, dan mudah untuk dihancurkan. Sehingga, ketika melihat hal tersebut terjadi, agresivitas dari laki-laki semakin menjadi dan sulit untuk terkendali.

***

Bermodal dominasi maskulin, laki-laki dengan mudah berlaku sewenang-wenang terhadap pasangannya. Perbuatan ini biasanya dilatarbelakangi adanya rasa cemburu berlebih. Atau saat hubungan dengan pasangannya mulai terancam. Kemudian perlahan timbul sikap posesif. Di mana muncul batasan dalam berhubungan dengan orang lain. Sikap ini memandang bahwa pokoknya kamu punyaku, dan aku punyamu.

Sehingga dapat dikatakan bahwa seorang abuser menjadi pengontrol terhadap kehidupan pasangannya. Apa-apanya serba diatur. Apa-apanya serba ditanyai. Ingin bergaul dengan teman-teman serba dibatasi. Bisa disimpulkan bahwa seorang abuser cenderung bersikap intimidatif, tidak menghargai privasi pasangan, dan turut mengganggu ketentraman hidupnya.

Dalam beberapa kasus, menjadi abuser bukanlah tanpa alasan. Mereka yang menjadi abuser salah satunya disebabkan oleh perlakuan yang diterimanya di masa lalu. Seperti ketika orang tua sering bertengkar, perilaku mereka membuat seorang abuser trauma secara psikis. Ketika akhirnya seorang abuser melakukan kekerasan, mereka tidak menyadari karena tidak dapat mengontrol emosinya. Ada sikap ganda dari seorang abuser yang muncul, yaitu mereka terkadang baik dan terkadang emosinya tak terkontrol. Hal ini menjadi sulit untuk menyelesaikan permasalahan ini apabila tidak segera ditangani oleh pihak yang berwenang.

Dalam laporan Komnas Perempuan, kekerasan dalam pacaran sepanjang tahun 2012-2015 terjadi sebanyak 8.110 kasus. Dengan yang diadukan hanya 415. Ini artinya terdapat enam kasus kekerasan yang terjadi setiap hari. Namun, perhatian dari korban untuk melapor sedikit sekali. Ditambah sikap abai dan kurangnya perhatian dari lingkungan terhadap korban. Hal ini semakin diperparah dengan tidak adanya payung hukum yang mengatur kekerasan dalam pacaran dan perlindungan hukum kepada korban atas kejadian tersebut. Sehingga korban yang mengalami kekerasan baik secara fisik, psikologis, dan seksual, dalam laporan dicatat sebagai tindak pidana penganiayaan biasa.

Baca Juga  Repotnya Guru di Masa Wabah
***

Pihak kepolisian berwenang menyediakan pelayanan yang baik bagi masyarakat, pun tidak bekerja optimal terkait masalah kekerasan dalam pacaran. Banyak kejadian di mana korban melapor ke polisi atas kekerasan seksual yang terjadi padanya. Namun, kepolisian malah menanyakan hal-hal yang seakan menyalahkan dan menyudutkan si korban.

Seseorang yang berada dalam hubungan abusive ini sulit untuk keluar. Ada yang sampai merelakan dirinya untuk tetap bertahan di dalam hubungan abusive. Karena mereka menganggap itu hanya sikap sementara dari pasangannya. Ada juga yang ingin keluar dari jeratan menyakitkan ini, namun tidak tahu bagaimana untuk keluar.

Mereka seakan dihadapkan pada ancaman dari pasangannya untuk mengkasarinya atau ancaman untuk menyebarluaskan aib ‘pribadi’ pasangannya jika tidak mematuhi perintahnya. Kekerasan dalam pacaran jarang dibicarakan. Disamping kurangnya kepedulian lingkungan sekitar, korban juga enggan membicarakan hal ini.

Langkah pertama untuk keluar dari hubungan yang agresif adalah dengan menyadari bahwa seseorang memiliki hak untuk diperlakukan dengan baik. Tidak untuk dilecehkan baik secara fisik maupun emosional oleh orang lain. Apabila ada seorang temanmu yang sedang menjalani hubungan yang tidak sehat, sering dipukuli oleh pasangannya, komunikasikan lah dengan temanmu itu.

Ajak mereka untuk datang kepada penyedia layanan kesehatan, seperti konselor atau terapis, untuk memberikan solusi, untuk memberikan pertolongan. Hal ini dilakukan agar baik kerabat kita, keluarga kita, bahkan kita sendiri segera mendapat pertolongan, dan dapat keluar dari hubungan yang agresif.

Editor: Yahya FR
1 posts

About author
Mahasiswa Ilmu Komunikasi UNY
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds