Oleh: Rahmat Zuhair*
“Kopiku tinggal sedikit, tapi harapku untuk memilikimu masih terjaga”
Begitulah sebuah kutipan yang banyak berseliweran di media sosial. Bagi para pemuja bucin kutipan tersebut sangat menggambarkan suasana hatinya. Yang ingin selalu memilki dia untuk menjadi pasangan hidupnya. Namun, lebih jauh lagi saatnya pemuda belajar dari kopi Indonesia.
Mungkin untuk para pemuda yang dirindukan oleh ibu pertiwi, menganggap “mu” disitu bermaksud “Indonesia yang lebih baik dan bermartabat”. Akhir Oktober ini adalah momen yang tepat untuk para pemuda merefleksikan kembali. Untuk apa mereka hidup dan untuk apa mereka dilahirkan sebagai anak kandung Ibu Pertiwi?
Sri Sudarmiyatun dalam buku berjudul Makna Sumpah Pemuda (2012) menyebutkan nilai-nilai Sumpah Pemuda antara lain: Nilai patriotisme, gotong-royong, musyawarah untuk mufakat, cinta tanah air, kekeluargaan, persatuan dan kesatuan, kerukunan, kerja sama, cinta damai, serta tanggung jawab.
Sumpah pemuda adalah momen yang sangat monumental bagi perjalanan bangsa ini. Karena menyadarkan kepada kita bahwa kebangkitan pergerakan bangsa Indonesia dimulai dari anak anak mudanya.
Saatnya Pemuda Belajar dari Kopi Indonesia
Kopi yang diproduksi Indonesia 60%-nya menjadi produk ekspor. Ini membuktikan bahwa kopi Indonesia adalah salah satu kopi terbaik yang ada di dunia. Menjadi negara penghasil kopi terbesar di dunia menjadi titik tolak bagi kesadaran anak bangsa bahwa Indonesia adalah Tanah Kafein.
Kafein tidak terlepas dari perjuangan bangsa indonesia. Karena banyak tokoh-tokoh bangsa dulunya menjadikan kopi sebagai minuman untuk menahan kantuk. Juga memacu semangat untuk membahas terkait usaha usaha kemerdekaan Indonesia. Pemuda Indonesia haruslah menjadi kafein dalam kopi yaitu membumi dan memberkan semangat kepada objek yang disinggahinya.
Kopi Indonesia sudah membumi di manapun, sudah terkenal di manapun. Seharusnya sebagai bangsa yang berdaulat dan merdeka Indonesia harus menanamkan kebanggaan kepada bangsa sendiri.
Semua elemen negeri ini baik pemerintah maupun masyarakat biasa, terutama pemuda harus sadar. Bahwa Indonesia negara yang kaya akan sumberdaya alam tetapi kenapa belum bisa menembus jebakan “Negara berpendapatan menengah ke bawah?”
Permasalahan di negeri ini sangat banyak. Tentu ketika kita menengok negeri jiran seperti singapore dan malaysia mereka saat ini sudah merangkak menjadi negara maju dan negara dengan pendapatan menengah ke atas.
Mengurus Indonesia tidak sama dengan mengurus Singapore dan Malaysia. Lebih mudah mana mengurus 3 orang anak daripada mengurus 30 orang anak? Begitulah gambaran perbandingan Indonesia saat ini dengan negeri jiran yang kita pandang lebih dulu maju daripada kita.
Indonesia saat ini butuh ngopi, menenangkan diri dengan harumnya wangi kopi yang mendongkrak semangat kemajuan. Sejatinya kemajuan dan kemakmuran di Indonesia dapat dicapai dengan tiga hal, yaitu:
Bangsa yang Peduli Sesama
Kepedulian terhadap sesama anak bangsa sangat menjadi hal yang utama untuk menyongsong kemajuan bagi Indonesia. Peduli dalam hal apa? Saling peduli ketika negara mengeluarkan kebijakan, peduli dengan cara kritis terhadap isu-isu yang sedang berkembang. Tak lupa peduli terhadap permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia.
Kopi mengajarkan kita bahwa kepedulian tidak memandang ucapan terimakasih dan balas jasa. Kepedulian terhadap sesama harus lahir dari keikhlasan anak bangsa dalam berbuat kepada sesama tanpa motif apapun. Ketika kepedulian “kopi” kita wujudkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Belajarlah menjadi peduli seperti kopi. Pengorbananya untuk memberikan kepada penikmatnya sangat panjang dan tidak semua orang memedulikan hal tersebut.
Bangsa yang Dermawan
Untuk pertama kalinya, Indonesia disebut sebagai negara yang paling dermawan di dunia. Hal ini berdasarkan survei yang dilakukan lembaga amal Inggris, Charities Aid Foundation (CAF).
Dermawannya Indonesia seharusnya menjadikan negeri ini menjadi negeri yang makmur, ketika paradoks of thrift didobrak maka pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan akan semakin tinggi. Seharusnya titel sebagai bangsa yang dermawan menjadi budaya yang merasuk kedalam jiwa setiap anak bangsa. Bukan hanya menjadi formalitas dan pencitraan belaka dalam menampilkan sikap kedermawanan.
Bentuk kedermawanan paling konkret yang dapat dilakukan oleh anak bangsa untuk menciptakan iklim kedermawanan di Indonesia adalah dengan membayar pajak, hingga iuran BPJS. Jangan sampai ada free-rider dalam sistem kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ketika kedermawanan itu dipupuk maka realisasi pengumpulan zakat akan mampu menjadikan Indonesia sebagai negara yang kuat ekonominya. Begitu pula jika BPJS tidak terdapat free-rider maka sampai saat ini BPJS akan kuat dalam pendanaannya.
Bangsa yang Terkontrol Egonya
Oligarki adalah salah satu bentuk egoisme dalam suatu bangsa. Oligarki dalam pemerintahan ataupun dalam dunia bisnis menjadikan Indonesia tidak menjadi milik bersama. Kekuatan terpusat pada 20% orang di negeri ini.
Egoisme terhadap kekuasaan dan kue ekonomi haruslah disingkirkan dari bangsa ini. Tetapi, perjalanan untuk menyingkirkan hal tersebut sangatlah berat dan panjang. Harus dimulai dari penguatan budaya dan individu yang mengerti akan hakikat kehidupan bersama.
Bahkan, korupsi juga merupakan salah satu bentuk egoisme anak bangsa. Bentuk bentuk egoisme yang ada dalam diri anak bangsa haruslah kita singkirkan bersama-sama.
Pemuda adalah penggerak perubahan dari zaman sebelum kemerdekaan. Sampai pada saat ini terdapat corak sejarah pemuda yang bergerak dengan harapan Indonesia yang lebih baik. Indonesia saat ini tidak membutuhkan program tetapi membutuhkan gerakan, karena gerakan sifatnya mengajak dan menyeru.
Untuk itu setiap anak bangsa wajib bergerak dan menggerakkan gerakan seperti Gerakan Anti Pelit, Gerakan Anti Korupsi, dan gerakan gerakan lainnya. Pada tujuannya menginginkan Indonesia yang lebih baik dan bermartabat.
*) Mahasiswa IPB University dan Peserta Rumah Kepemimpinan