Badiuzzaman Said Nursi, seorang ulama dan pejuang yang lahir pada tahun 1876 M di desa Nurs, sebuah desa yang ada di kaki lereng rangkaian pegunungan Taurus yang menghadap ke selatan danau Van Provinsi Bitlis Anatolia Timur. Tempat yang dikenal sebagai tempat yang indah karena dikelilingi gunung gunung yang menjulang tinggi dengan salju abadi yang selalu menutupi puncak-puncaknya. Dengan berpayung langit biru dengan udara segar tanpa polusi, diberkahi dengan kaya akan sayur-mayur dan beragam pohon hijau.
Said Nursi lahir dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang taat dalam beragama. Ayahnya bernama Mirza, yang tidak pernah memakan harta haram dan hanya memberi makan anak-anaknya dengan yang halal, dan Ibunya Nuriye, seorang ibu yang tidak pernah menyusui bayinya kecuali dalam keadaan berwudhu. Said Nursi memiliki akal jenius yang sangat luar biasa.
Di samping ilmu agama yang dikuasainya, dia juga menguasai berbagai macam bidang ilmu lain seperti; matematika, ilmu falak, kimia, fisika, geologi, filsafat, sejarah dll. Dengan anugerah yang dimilikinya itu dia mendapat gelar Badruzzaman (Keajaiban Zaman).
Perlawanan terhadap Materialisme
Semua belahan dunia kini mengalami masalah degradasi lingkungan, tidak terkecuali dengan Indonesia. Masalah yang banyak ditemui di Indonesia adalah deforestasi dan degradasi lahan, termasuk kebakaran hutan, alih fungsi lahan dan penebangan illegal. Menurut Said Nursi, terjadinya berbagai kerusakan lingkungan tersebut merupakan akibat dari kekeliruan cara pandang manusia dalam memahami alam. Kekeliruan cara pandang mengakibatkan manusia memposisikan dirinya di atas yang lainnya.
Said Nursi melakukan penolakan terhadap cara pandang materialisme yang tidak melibatkan unsur transendental dan nilai-nilai spiritual dalam memahami alam. Nilai sakral dari alam hilang ketika unsur transendental dilepaskan. Akibatnya, alam hanya dipandang sebagai objek semata. Dengan cara merampas kekayaan alam dan membuang yang tidak bisa digunakan oleh manusia, mengakibatkan bumi menjadi sangat menderita dan berdarah-darah oleh luka-luka yang diterimanya dari ulah manusia yang tidak lagi ramah dalam memperlakukan bumi.
Dalam mengatasi hal tersebut, Said Nursi menawarkan akan pentingnya kesadaran spiritual dalam memahami alam. Cara pandang yang memahami bahwa saling terkoneksinya antara Tuhan dan ciptaannya. Artinya, kehadiran alam dipandang sebagai kehadiran Tuhan di dunia. Said Nursi memahami bahwa alam semesta merupakan bukti kuat keberadaan Allah SWT.
Dengan pandangan seperti itu, maka patutlah bahwa setiap muslim sangat dilarang melakukan pengrusakan dan akan bertanggungjawab terhadap lingkungannya. Maka siapa yang melawan pandangan tersebut sesungguhnya dia telah menentang Tuhan.
Hakikat Manusia
Hakikat manusia dalam konteks ekologi selama ini banyak disalahartikan. Manusia sebagai khalifah di muka bumi, tidak memiliki hak yang bisa semena-mena untuk mengeksploitasi alam untuk kepentingannya semata. Manusia modern cenderung memandang alam sebagai objek penguasaan, alam dipandang sebagai kekayaan dan energi yang harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Tanah bumi digali dan dibongkar untuk mencari kekayaan alam, tanpa memikirkan rehabilitasi dan dampak terhadap alam itu sendiri.
Said Nursi menyebutkan bahwa hakikat manusia adalah sebagai manifestasi dari nama-nama dan sifat-sifat Allah sekaligus khalifah-Nya di muka bumi. Manusia merupakan makhluk spiritual yang seperti alam, dia juga memiliki nilai sakral dalam dirinya sendiri. Selanjutnya, manusia juga merupakan makhluk ekologis yang kehidupannya bergantung pada makhluk hidup lain yang ada di bumi ini. Manusia tidak akan pernah bisa terlepas dari alam, air, udara, cahaya matahari, dan pohon. Tanpa itu semua manusia manusia tidak akan hidup, maka dengan melakukan pencemaran dan kerusakan, sesungguhnya manusia sedang mengarah pada kehancuran dirinya sendiri.
Hakikat yang selanjutnya adalah khalifah, posisi yang diberikan Allah kepada manusia sebagai bentuk kepercayaan dan kehormatan. Dengan kata lain manusia hanyalah sebagai pengelola dan pemelihara alam. Namun, sebagian manusia memahaminya sebagai sebuah legitimasi bahwa mereka berkuasa terhadap alam. Pantas saja ketika mereka malah merusak tatanan alam dan keseimbangan di dalamnya yang telah Allah ciptakan.
Said Nursi menjelaskan bahwa, kekhalifahan manusia hanya bersifat amanah, titipan yang pada saatnya nanti harus dikembalikan dan dimintai pertanggungjawaban terhadap pemilik-Nya. Karena bagi orang yang beriman pasti meyakini bahwa setelah kehidupan di dunia ini, akan ada kehidupan selanjutnya, kehidupan yang abadi. Maka sebagai pengemban titipan yang baik, seharusnya manusia tidak bertindak eksploitatif dan merusak alam.