Medsos dan Ujaran Kebencian
Santun Medsos – Indonesia memang dikenal sebagai masyarakat yang ramah di dunia nyata. Namun kondisi ini berbeda dengan fakta di media sosial. Sebagaimana dilaporkan oleh Kompas (26/02/2021), dengan mengutip laporan terbaru Digital Civility Index (DCI) yang menilai tingkat kesopanan digital netizen internasional saat berselancar di dunia virtual, menunjukkan bahwa pengguna internet Indonesia menempati urutan terbawah paling tidak sopan di Asia Tenggara.
Tulisan ini sebenarnya disebabkan oleh dua hal. Pertama, saya memberikan pembelaan secara santun kepada Presiden Joko Widodo melalui akun Instagramnya dari komentar seseorang.
Lalu Saya di-mention oleh beberapa akun dengan tulisan kasar. Agar tidak menimbulkan perdebatan di media sosial (medsos) yang membuang waktu dan energi, saya menghapus komentar pribadi.
Saya membela, bukan karena saya mencintai beliau secara fanatik. Saya bukan anggota partai politik, sehingga saya sering mengkritik dan juga mendukung kebijakan pemeritahannya.
Kedua, saya terbiasa mengikuti (follow) beberapa akun medsos tokoh agama baik dari kalangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah (MD), Nahdlatul Wathan (NW) maupun organisasi Islam moderat lainnya.
Saya sering membaca status Instagram maupun Facebook mereka. Karena memiliki banyak manfaat seperti sentuhan intelektual dan angin spiritual. Ada netizen dengan sengaja berkomentar kasar pada beberapa akun medsos para tokoh tersebut.
Kesantunan dan Sikap Beragama
Samsuriyanto (2021: 57) dalam Menyelamatkan Negeri (Dari Radikalisme, Covid-19 dan Korupsi) menegaskan bahwa sila pertama dalam Pancasila mengenai Ketuhanan. Artinya, para pendiri bangsa menyadari bahwa masyarakat Indonesia memang dikenal dengan sikap beragama.
Pada dasarnya, agama mengajarkan pemeluknya untuk memiliki sikap sosial yang baik, yaitu santun berkata dan sopan bertindak. Kesantunan dalam medsos berkaitan erat dengan sikap beragama seseorang.
QS. Qaaf (50) ayat 18, mengingatkan bahwa semua ucapan yang disampaikan pasti akan dicatat oleh Malaikat Roqib dan Atid. Termasuk juga bagaimana seorang muslim menggunakan lisannya.
Di medsos, ketikan jari adalah cerminan lisan. Rasulullah Saw, bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari (6484) dari Sayyiduna ‘Abdullah bin ‘Amr RA bahwa, muslim sejati mampu memberikan keamanan bagi muslim lain dari gangguan lisan dan tangannya. Semakin santun seseorang, sejatinya dia telah berusaha sebagai muslim terbaik.
Moh Ali Aziz (2019: 206) dalam Public Speaking: Gaya dan Teknik Pidato Dakwah berpendapat bahwa berbahasa sering disebut dapat mencerminkan tingkat kesantunan seseorang.
Dengan demikian, muslim sejati di medsos harus seperti lebah. Mengonsumsi makanan yang mengandung sari madu, seorang muslim sejatinya mendengarkan kajian keagamaan yang menyejukkan baik dari kalangan MUI, NU, MD, NW maupun tokoh moderat lainnya, misal melalui Youtube. Lebah mengeluarkan madu, artinya muslim harus menghasilkan perkatan dan komentar yang santun di medsos.
Cerdas dan Santun dalam Medsos
QS. Al-Nahl: 125 memerintahkan muslim agar mengajak orang lain dengan hikmah. Pelajaran yang baik dan berdebat dengan cara yang baik. Dengan ini, menunjukkan bahwa pola komunikasi dan dakwah harus disertai dengan kelembutan (Baca Samsuriyanto, Dakwah Lembut, Umat Menyambut, Surabaya: Inoffast Publishing, 2021, Cet. 4). QS. Al-Ankabut: 46 juga meminta muslim jika berdialog dengan ahlu kitab harus dengan cara yang baik, apalagi jika bersama saudara sesama muslim.
Rasulullah SAW, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari (6475) dan Imam Muslim (74) dari Sayyiduna Abu Hurairah RA, mengajari muslim jika memang beriman kepada Allah SWT dan Hari Kiamat agar berkata baik atau diam.
Di medsos, jika tidak dapat berkomentar dengan santun, maka lebih baik diam. Mencari ilmu di era virtual ini lebih gampang, sehingga harus menggunakan medsos dengan segala kemanfaatannya.
Medsos sejatinya seperti pisau. Jika digunakan oleh ibu rumah tangga, maka akan digunakan untuk menyajikan hidangan terbaik bagi keluarga. Namun, jika dipegang oleh penjahat, maka akan digunakan untuk membunuh dan merampok.
Kita sebagai bangsa yang ramah harus santun, terutama di dunia virtual yang bisa berkomunikasi dengan masyarakat lintas budaya (Baca Samsuriyanto, Teori Komunikasi; Membangun Literasi, Menganalisis Situasi, Gresik, Jendela Sastra Indonesia Press, 2021, Cet. 1).
Sebagai muslim, kita dapat menunjukkan keramahan Islam Indonesia kepada dunia. Kita juga bisa menampilkan kesantunan yang menjadi warisan leluhur bangsa Indonesia kepada masyarakat internasional.
Editor: Rozy