Dalam Kitab Masalah Lima Himpunan Putusan Tarjih, Agama (ad-Din) bagi Muhammadiyah dinyatakan sebagai ajaran Allah berupa perintah, larangan, dan petunjuk yang bertujuan untuk kemaslahatan hamba Allah di dunia dan akhirat.
Dengan definisi ini, praktik keberagamaan kaum Muhammadiyah dapat dipahami sebagai upaya membangun kemaslahatan bagi umat manusia untuk mewujudkan hidup baik (hayah thayibah) dengan indikator bahagia, sejahtera, dan damai.
Gerakan Kesehatan
Dalam bidang kesehatan, Muhammadiyah memulai gerakannya dengan mendirikan lembaga Penoeloeng Kesangsaraan Oemoem (PKO) pada 17 Juni 1920. Cikal bakal pendirian PKO adalah sebuah klinik sederhana yang dibangun pada 15 Februari 1923 di Jalan Jagang Notoprajan, Yogyakarta. Klinik Muhammadiyah pertama tersebut dinamai Klinik PKO, yang menyediakan pelayanan kesehatan bagi kaum duafa. Didirikan atas inisiatif H. M. Syoedja’ yangdidukung sepenuhnya oleh K. H. Ahmad Dahlan.
Pada tahun 1928, klinik berkembang menjadi Poliklinik PKO Muhammadiyah. Perlu tempat yang lebih luas, PKO Muhammadiyah pindah ke daerah yang lebih memadai dengan menyewa sebuah bangunan di Ngabeanstraat No. 12 B Yogyakarta (sekarang Jalan K. H. A. Dahlan). Seiring dengan perkembangan zaman, pada era tahun 1980-an, nama PKO berubah menjadi PKU (Pembina Kesejahteraan Umat). Pasca- Muktamar Muhammadiyah tahun 2015, istilah PKU kembali berganti nama menjadi Pembina Kesehatan Umum.
Hingga saat ini, Muhammadiyah telah menyelenggarakan pelayanan kesehatan dalam bentuk 134 rumah sakit dan 231 klinik yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Selain itu, Muhammadiyah juga telah menyelenggarakan Pendidikan bagi tenaga kesehatan baik bagi dokter, bidan, perawat, farmasi, fisioterasi, dan tenaga kesehatan lainnya. Muhammadiyah juga memiliki 12 fakultas kedokteran dan fakultas ilmu kesehatan, serta sekolah tinggi ilmu kesehatan (akademi kebidanan, akademi keperawatan, dan akademi farmasi).
Berbagai gambaran tentang amal usaha, berupa rumah sakit, klinik, institusi pendidikan kesehatan, dan berbagai aktivitas promosi kesehatan masyarakat, yang telah diselenggarakan oleh Muhammadiyah sejak tahun 1923 sampai saat ini, menunjukkan kontribusi Muhammadiyah sebagai sebuah gerakan masyarakat sipil Islam di Indonesia, dalam membangun kesehatan bangsa.
Membangun Kesehatan Bangsa
Dalam konteks tersebut, buku “Muhammadiyah Membangun Kesehatan Bangsa” penting untuk dibaca untuk melihat peran Muhammadiyah di bidang kesehatan. Narasi buku tersebut terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:
Bagian pertama, diberi judul Layanan Kesehatan: Muara Pembaharuan, Etika Welas Asih dan Spirit Al-Ma’un.Suatu deskripsi tentang perjalanan sejarah yang mengawalikiprah Muhammadiyah dalam layanan kesehatan sekaliguspaparan tentang nilai- nilai ideologis yang melandasinya.Bagian ini merupakan suatu deskrpisi bahwa layanankesehatan Muhammadiyah adalah satu bagian dariPengamalan pembaruan pemikiran K. H. Ahmad Dahlan.
Layanan kesehatan Muhammadiyah sesungguhnyaadalah wujud dari sikap keberagamaan wargaMuhammadiyah yang memahami bahwa ajaran agama bertujuan pada kebaikan kehidupan manusia. Selain itu, pengamalanagama mesti dilakukan dengan memastikan diri untukterlibat dalam kemaslahatan manusia. Konsep pengamalanagama yang berbasis kemanusiaan dan semangat menolongtersebut diidentifikasi dengan etika welas asih dan spiritteologi Al-Ma’un.
Kedua konsep tersebut mendasari awalpendirian Amal Usaha Kesehatan Muhammadiyah yangdalam bagian pertama buku ini direpresentasikan denganpendirian Klinik PKO (kini RS PKU MuhammadiyahYogyakarta) dan Poliklinik Muhammadiyah (kini RS PKUMuhammadiyah, Jalan K. H. Mas Mansur Surabaya).
***
Bagian kedua, menarasikan tentang berbagai kontribusiMuhamadiyah dalam layanan dan pembinaan masyarakat dibidang kesehatan. Bagian ini diberi judul Menebar Amal untuk Kesehatan Bangsa. Bagian ini menjadi gambarantentang upaya yang telah dilakukan dan capaian yangdihasilkan oleh para kader, anggota dan simpatisanMuhammadiyah dalam menggiatkan berbagai usaha dibidang kesehatan.
Berbagai amal tersebut diidentifikasi dalamberbagai isu antara lain: 1) Layanan kesehatan yangmelingkupi rumah sakit dan klinik yang didirikan dandiselenggarakan oleh Muhammadiyah/’Aisyiyah; 2) Berbagai program pembinaan masyarakat dalam bidang kesehatan; 3) Pendidikan tenaga kesehatan, meliputi pendidikan kedokteran, keperawatan, kebidanan, kesehatan masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya; 4) Pelayanan kesehatan pada penanggulangan bencana, baik dalam wujud rumah sakit dan Klinik Siaga Bencana, termasuk kiprah tim medis untuk respons bencana (MDMC), pada berbagai kejadian bencana baik di dalam maupun di luar negeri.
Penjelasan pada bagianini tidak sebatas pada penyebutan jumlah rumah sakit, klinik,fakultas kedokteran, jumlah dokter, dan berbagai aspekkeumatan lain yang dimiliki Muhammadiyah dalam bidangkesehatan. Bagian ini akan menguraikan berbagai bentuklayanan kesehatan yang diberikan Muhammadiyah dalamberbagai paparan best practice atau praktik-praktik terbaik.
Bagian ketiga, akan menjelaskan tentang posisi dansikap Muhammadiyah di tengah berbagai isu kesehatan yangmenjadi kontroversi di tengah masyarakat. Bagian ini diberijudul Jalan Simpang dan Menikung: Muhammadiyah dalam Isu-Isu Kesehatan Nasional dan Kekinian. Bagianini juga akan menceritakan bagaimana Muhammadiyahmengambil jalan di tengah berbagai perdebatan isu-isu kesehatan.
Selain itu, bagian ini juga akan mengambil beberapa isu besar kesehatan yang dianggap cukup signifikan dalam perbincangan masyarakat dan perkembangan amal usaha kesehatan Muhammadiyah. Isu-isu tersebut antara lain: 1) Isu Keluarga Bencana dan vaksin; 2) Upaya Muhammadiyah dalam melakukan judicial review terhadap Undang-undang Rumah Sakit yang dianggap merugikan rumah sakit berbasis keagamaan; 3) Kebijakan dan pengelolaan Jaminan Kesehatan Nasional Kesehatan; 4) Ide dan pikiran Muhammadiyah dalam menghadapi tantangan di bidang kesehatan di masa depan.
Kepeloporan Tokoh Muhammadiyah
Selain ketiga bagian tersebut, buku ini juga akan menampilkan gambaran sosok dua kader Muhammadiyah yang memiliki peran kunci dalam pengembangan kiprah Muhammadiyah di bidang kesehatan. Pertama, K. H. Moehammad Syoedja’ sebagai inisator gerakan dan lembaga
Penoeloeng Kesangsaraan Oemoem atau PKO (baca PKU) yang menjadi cikal bakal Rumah Sakit dan Klinik Kesehatan Muhammadiyah. Beliau adalah salah satu murid Kyiai Ahmad Dahlan yang kemudian menjadi salah satu tokoh yang memberi warna pada pergerakan Muhammadiyah. (h. 217)
Kedua, dr. H. Kusnadi sebagai tokoh penggerak dan inovator penataan dan pengembangan amal usaha kesehatan Muhammadiyah di masa pengembangan. Sejak kecil, almarhum dr. H. Kusnadi telah aktif di Kepanduan Hizbul Wathan di Bondowoso, pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Putra dari tokoh Muhammadiyah dan Aisyiyah di Bondowoso ini begitu mencintai kepanduan Hizbul Wathan. Merintis Rumah Sakit Islam di Ibukota1 (h. 222).
Editor: Azaki Khoirudin