Tanah Arab merupakan salah satu negara yang menggemari karya literatur di kancah intelektual maupun non-intelektual. Hal itu teridentifikasi dari banyaknya karya tulis yang muncul sejak zaman klasik hingga sekarang. Karya tulis berbentuk tafsir Al-Qur’an khususnya, yang mendominasi dunia dalam ranah kajian keislaman. Tidak terkecuali sastra, sejak zaman jahiliyah, Semenanjung Arab telah banyak melahirkan karya-karya sastra berbentuk puisi, prosa, dan masih banyak lagi,
Definisi Sastra
Semua mungkin bersepakat bahwa sastra merupakan seni retorika yang terkandung di dalamnya nilai-nilai estetika. Dalam deskripsi yang lebih modern, al-Hasyim mengatakan bahwa sastra merupakan ungkapan puitis tentang berbagai pengalaman manusia. Akan tetapi, tidak ada redaksi yang bersifat tunggal dalam pendefinisian sastra dari berbagai kalangan.
Dalam referensi lain, sastra didefinisikan dengan ungkapan manusia tentng pengalaman, ide, semangat, keyakinan dan semua hal yang dituangkan dengan bahasa yang indah dengan tujuan menciptakan pesona dari pembaca. Dikatakan pula, bahwa sastra bukanlah merupakan suatu ilmu tertentu, melainkan seni karena banyaknya unsur kemanusiaan yang muncul didalamnya sehingga sulit diterapkan dalam metode keilmuan.
Dalam bahasa lain, istilah sastra disebut literature (Inggris), Literatur (Jerman), litterature (Prancis). Sejatinya, kata tersebut merupakan terjamahan dari bahasa Yunani yaitu grammatika. Literature dan gramatika, masing-masing dalam satu sumbu kata yang sama yaitu littera dan gramma yang sama-sama berarti “huruf”.
Sekilas tentang Linguistik Arab
Bahasa Arab merupakan bahasa yang masih dibudayakan hingga zaman sekarang. Berbeda dengan beberapa bahasa pada zaman dahulu yang telah punah, Salah satunya adalah bahasa bangsa Semit. Bahasa Arab menyingkirkan beberapa bahasa yang telah digunakan di beberapa wilayah. Hal itu terjadi selepas Islam muncul pada abad ke-7 M.
Bahasa Arab merupakan bahasa yang religius, karena digunakan dalam praktik ibadah sehari-hari oleh seluruh umat muslim. Bahasa Arab juga hingga zaman sekarang menjadi bahasa daerah sekitar 150 juta orang di Asia Barat dan Afrika Utara yang berjumlah 20 negara. Terdapat beberapa instrument ilmu untuk mampu menguasai bahasa Arab, yaitu nahwu, shorof, dan balaghah serta lainnya.
Sastra dalam Pandangan Islam
Dalam paradigma seni sastra dan Islam, belum ada kesepakatan tersendiri dalam menghakimi hukum sastra. Hal itu disebabkan banyaknya perdebatan yang terjadi dalam pengkajian seni dan sastra dalam sudut pandang Islam. Di satu sisi, mayoritas umat Islam melegalkan namun sisi lain tidak menempatkan seni dan sastra dalam naungan kajian keislaman.
Seyyed Hossein Nashr, salah satu tokoh Islam yang mendukung sastra mengatakan bahwa, adanya seni dalam kajian keislaman justru menjadi daya tarik tersendiri dalam dalam internalisasi nilai-nilai Islam di dunia. Justru, sastra menjadi jemabtan antara nilai-nilai spiritual dalam Islam dengan seni. Mereka yang mendukung sastra, akan mengutip dalil-dalil naqliyah dalam Al-Qur’an yang menunjukkan bahwa Al-Qur’an juga mengadung nilai-nilai artistik dalam redaksinya.
Di sisi lain, pendapat ulama yang memebrikan definisi negatif terhadap sastra merupakan hasil interpretasi dari beberapa ayat dan hadits Nabi. Dalam QS. al-Syu’ara ayat 224-227, merupakan sindiran Tuhan bagi para sastrawan pada masa itu. Selain itu, mereka juga menyimpulkan bahwa eksistensi sastra mulai redup seiring dengan turunnya Al-Qur’an. Sehingga sebagian mengartikan bahwa Islam tidak memiliki rasa simpatik terhadap sastra.
Periodesasi Sastra Arab
Di kalangan Arab, menjadi kawasan yang sarat akan nilai-nilai estetika dalam tatanan bahasanya. Hal itu tidak bisa dipungkiri, sebab nilai estetika dalam bahasa Arab tersebut menjadi salah satu faktor turunya Al-Qur’an dengan gaya bahasa yang estetis pula. Diketahui bahwa beberapa surat dalam Al-Qur’an memiliki irama yang sama.
Terdapat beberapa pendapat mengenai pengklasifikasian sastra Arab. Beberapa tokoh seperti, Ahmad al-Iskanday, Hasan Zayat, Umar Farrukh, dan tim dosen dari negara-negara Arab, yang memberikan klasifikasi terhadap perkembangan sastra Arab. Akan tetapi, penulis akan mengutip pendapat dari al-Iskandary.
1. Al-‘Asr a;-Jahiliy (Masa Jahiliyah)
Periode ini dimulai dua abad sebelum Islam lahir sampai Islam lahir. Salah satu bentuk karya sastra yang besar pada masa ini adalah puisi. Puisi jahiliy lahir dengan bahasa yang berlaku pada masa itu, dan dikenalkan oleh Imru al-Qays bin Hujr dan Muhalhil bin Rabi’ah.
2. ‘Asr Shadr al-islam (Masa Kerajaan Umayyah)
Masa ini tergulasi sejak lahirnya Islam hingga runtuhnya Daulah Umayyah. Para sastrawan di masa ini, yang berkonsen di bidang syair, diinternalisasi oleh corak politik. Partai-partai politik banyak yang memiliki penyair, begitupun juga dengan kelompok agama seperti Syiah dan Khawarij. Penyair yang terkenal pada masa itu adalah Farazdaq, al-Akhtal, dan Jarir.
3. Al-‘Asr Abbasy (Masa Kerajaan Abbasiyah)
Pada masa ini, Daulah Abbasiyah, sastrawan memiliki ruang gerak yang fleksibel. Dalam artian, karya yang tercipta tidak lagi dibatasi oleh kekuasaan kepemerintahan. Lain dari masa Umayyah, pada masa Abbasiyah para sastrawan diapresiasi tinggi. Begitu juga karya sastra yang tercipta bercorak filsafat, teologi, dan cabang ilmu lainnya, sehingga semakin mengaktifkan daya imajinasi sastrawan. Salah satu dari sekian banyak sastrawan pada masa ini adalah Abu Nuwas atau lebih dikenal dengan Abu Nawas.
4. Al-‘Asr al-Turkiy
Masa ini terjadi setelah runtuhnya kota Baghdad, yaitu pusat pengetahuan pada masa itu. Banyak dari kalangan penyair pindah ke Syam dan Kairo, untuk melarikan diri dari serbuan tentara Mongolia. Perkembangan sastra pada masa ini sangatlah lemah, berhubungan dengan runtuhnya Baghdad. Corak sastra yang mewarnai karya sastra pada masa ini hanya terpusat pada corak teologis.
5. Al-‘Asr al-Hadits (Modern)
Munculnya kesusastraan modern ditandai dengan timbulnya rasa nasionalisme bangsa Arab di Era Modern sampai sekarang. Setelah melalui fase yang panjang, panggung sastra di kancah budaya Arab kembali muncul dengan karakteristik yang cenderung baru.
Di masa ini, sastra difokuskan kepada substansi sastra, bukan pada sampiran, serta berusaha menghilangkan corak klasik yang masih tersirat. Hal itu juga karena terpengaruhnya sastra Arab oleh romantisme Prancis abad ke-19. Sastrawan pada masa ini antara lain; Abdur Rahman Syukry, Abas Muhammad al-‘Aqod, dan masih banyak lagi.
Kesimpulan
Sastra menjadi salah satu literatur yang digemari beberapa kalangan, karena bahasanya yang ritmis dan puitis. Keindahan retorikanya menjadi salah satu daya tarik yang lain bagi peminatnya. Sastra Arab juga menjadi salah satu bukti besar bahwa sastra merupakan karya tulis yang memiliki historisitas yang unik, sebab coraknya menyesuaikan dengan keadaan sosio-kultural sekelilingnya. Perjalanan sastra di Arab juga mengalami pasang surut, ditandai dengan zaman yang terklasifikasikan sesuai dengan karakteristik sastra yang tercipta.
Editor: Soleh