Falsafah

Sejarah Dialektika (2): Hegelian vs Materialisme Marx

3 Mins read

Perbincangan Dialektika Hegelian dalam Sejarah ini bersifat metafisika. Falsafah Sejarah Hegel ini kemudian disebut Karl Marx (1818-1883). Dalam perkara fundamental (asas) asas dialektika Sejarah, Marx setuju dengan Hegel.

Tiga perkara fundamental (asas) itu adalah kemajuan dan perjalanan Sejarah itu satu dialektika. Sejarah punya tujuan yang menghentikan segala evolusi peradaban, apabila konflik ide dalam sistem masyarakat itu akhirnya diselesaikan. Dengan itu, Marx setuju yang masyarakat sentiasa berevolusi. Namun, idea Marx mulai berbeda tentang sebab dan natijah evolusi tersebut.

Weltanschauung Marx dipengaruhi oleh kejadian di zamannya, revolusi Industri. Revolusi ini memberi makna baharu kepada materialisme, yang akhirnya menjadi asas bagi kebanyakan ide Marx. Jika Hegel melihat dunia ini didorong oleh Spirit dalam masyarakat yang ingin menyelesaikan segala konflik.

Marx berpendapat bahawa material (harta benda, modal dll-editor) adalah dorongan utama kepada evolusi masyarakat dan menjadi dorongan kemajuan Sejarah. Maka dialektika berlandaskan fikiran Marx ini dipanggil Dialektika Materialisme dan dijelaskan oleh Marx dalam Das Kapital. Marx melihat bahwa evolusi sistem masyarakat berubah dari masa ke masa berdasarkan perubahan kemauan dan keperluan masyarakat tersebut.

Rovolusi Industri

Kita ambil contoh zaman Marx sendiri, revolusi industri. Kemauan masyarakat pada kelimpahan material membawa kepada wujudnya; pembagian kerja dan pembagian kelas sosial modern; borjuis dan proletariat. Manusia yang asalnya bergiat dalam kerangka keluarga dan menjadikan keluarga sebagai aktor utama, orientasinya berubah kapital dan materi, pemilik-pemilik kilang dan tuan-tuan tanah menjadi pusatnya.

Boleh kita katakan berdasarkan pemikiran Marx, bahwa segala dialektika Sejarah, konflik idea masyarakat, kontradiksi yang fundamental; semuanya bermula dari hubungan manusia dan materi. Berbanding dengan Hegel yang mengutamakan hujah abstrak, Marx datang dengan hujah lebih kuat yang boleh dilihat dalam dunia secara empiris.

Baca Juga  Richard Rorty: Kritik Atas Epistemologi Filsafat Barat yang Kaku

Perbedaan ini akhirnya membawa kepada dua natijah yang berbeda tentang evolusi masyarakat. Hegel, sependapat dengan tokoh-tokoh ideologi liberalisme, mengatakan bahwa Sejarah akan berakhir apabila konflik kebebasan masyarakat akhirnya terurai.

Masyarakat di peringkat terakhir evolusi sistem peradaban manusia akhirnya mencapai kebebasan bersosial, di mana sesebuah negara melindungi hak rakyatnya. Hak-hak yang dilindungi ini adalah penyelesaian kepada permasalahan thymos, gelojak perasaan yang ingin dirinya diiktiraf.

Pengiktirafan hak secara sama rata antara segenap ahli sesebuah masyarakat, dari pemimpin hingga rakyat ini tidak wujud dalam monarki berkuasa mutlak, atau aristokrasi, atau oligarki, atau autoritarian, atau totalitarian.

Inilah konflik utama yang membawa kepada kejatuhan rezim tersebut dan inilah Spirit yang telah menjalani kelansungan hidup sejak zaman tamadun purba hingga ke masyarakat moderen. Marx memprotes, alasannya dalam masyarakat yang bebas ini masih wujud sisa konflik; konflik antarkelas sosial.

Ini berarti bahawa sintesis masyarakat bebas ini hanyalah tesis baru yang masih punya antitesisnya, menjadikan ia bukan peringkat terakhir kehidupan bermasyarakat. Pada Marx, konflik kelas wujud akibat kapitalisme, yang membahagikan manusia kepada golongan borjuis dan proletariat.

Dialektka yang Belum Selesai

Dialektika ini masih belum selesai. Masyarakat masih berkonflik kesan pengasingan manusia dari hak sama rata kerana golongan borjuis dan bangsawan semestinya mempunyai lebih kuasa keatas marhaen dan proletariat. Kesamarataan hak masih tidak terjamin selagi wujudnya sistem kapitalisme. Oleh sebab itulah, Marx mencadangkan ide terkenalnya, komunisme sebagai peringkat akhir peradaban.

Hujahnya, dalam masyarakat tanpa kelas dalam sistem komunisme, konflik antara kelas tidak akan wujud. Ini natijah dari ketidakwujudan pemilikan persendirian – kerajaan memiliki segala wahana pengeluaran. Kesudahannya, terurailah segala konflik masyarakat, terhentinya dialektika Sejarah dan masyarakat akan hidup dalam sistem tanpa perselingkuhan.

Baca Juga  Perdebatan Al-Ghazali dengan Ibn Bajjah Soal Figur Manusia Utama

Tambahan lagi, Marx merasakan bahawa ide Hegel bersifat terlalu idealis dan tidak akan menjadi penyelesaian kepada konflik dunia sebenar seperti hubungan sosial dan permasalahan ekonomi. Marx dalam hidupnya, bukan sekadar berfalsafah malah turut beraktivitas dan beliau melihat bahawa perkara teoretikal tidak akan menyelesaikan masalah kemasyarakatan dalam umat manusia.

Hidup di abad ke 21 adalah sesuatu yang menguntungkan. Sebagai masyarakat moderen, mudah untuk kita menilai ide Hegel dan Marx berkenaan teori dialektika masing-masing. Hegel yang agak miring kepada masyarakat bebas, hanya memerhati evolusi masyarakat setakat abad ke 19, ketika hak masyarakat dilindungi konstitusi hanya ada di Perancis dan Amerika.

Marx juga tidak sempat untuk hidup dan menilai sendiri kehidupan masyarakat komunis yang hancur kesan daripada pemerintahan ala Stalin. Marx tidak melihat bagaimana penindasan dan percanggahan asasi masih wujud dalam sistem komunisme yang merupakan buah fikiran teragung beliau.

Hakikatnya Hegel dan Marx adalah produk zaman mereka. Pandangan mereka terhadap dunia dihadkan dengan kejadian-kejadian sewaktu hayat mereka; Revolusi Perancis 1789 bagi Hegel, dan Revolusi Industri abad ke 19 bagi Marx.

***

Sebagai ahli yang hidup dalam masyarakat yang dihujahkan Hegel sebagai pengakhiran Sejarah, kita patut menilai sendiri – apakah kehidupan masyarakat kita pada hari ini bebas dari konflik dalaman atau wujud kontradiksi pada prinsip fundamental masyarakat kita?

Atau mungkinkah sistem kita ini masih punya antitesisnya, yang bakal melahirkan masyarakat baharu pula, sebagai sintesis kepada dialektika Sejarah, di masa akan datang?

Editor: Dhima Wahyu Sejati

Aliff Naif
3 posts

About author
Merupakan Felo Lestari Hikmah dan siswa Sains Politik di International Islamic University of Malaysia
Articles
Related posts
Falsafah

Sokrates: Guru Sejati adalah Diri Sendiri

3 Mins read
Dalam lanskap pendidikan filsafat, gagasan bahwa guru sejati adalah diri sendiri sangat sesuai dengan metode penyelidikan Sokrates, filsuf paling berpengaruh di zaman…
Falsafah

Homi K. Bhabha: Hibriditas, Mimikri, dan Ruang Ketiga

4 Mins read
Homi K. Bhabha, salah satu tokoh terkemuka dalam teori pascakolonial, berkontribusi membangun wacana seputar warisan kolonialisme secara mendalam, khususnya melalui konsepnya tentang…
Falsafah

Kehidupan Setelah Mati Perspektif Al-Kindi

2 Mins read
Al-Kindi terkenal sebagai filsuf pertama dalam Islam, juga sebagai pemikir yang berhasil mendamaikan filsafat dan agama. Tentu, hal ini juga memberi pengaruh…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds