Perspektif

Seputar Kasus Muslim Uighur: Bagaimana Sikap Indonesia?

3 Mins read

Oleh: Sudarnoto Abdul Hakim

Uighur adalah kelompok etnis minoritas China di Provinsi Xinjiang, sebuah provinsi terbesar di China dengan sumber alam yang juga besar (Silk Road). Mereka merasa lebih dekat secara kultural dengan Turk (Asia Tengah) ketimbang dengan China. Muslim China yang lain di lrovinsi ini adalah  Etnis Hui. Mereka lebih dekat secara kultural dan linguistik dengan etnis mayoritas yaitu Han karena itu mereka banyak menikmati hak-hak publik ketimbang Uighur.

Awal abad XX Uighur pernah mendeklarasikan Turkestan Timur di Uighur. Penggeraknya adalah Gerakan Islam Turkestan Timur (ETIM/East Turkestan IslaMic Movement). Ada gerakan lain yang sering disebut lebih radikal yaitu Partai Islam Turkestan (Turkestan Islamic Party)  yang dinilai dekat dengan al-Qaeda. Menurut sebagian sumber kelompok ini  pernah melakukan serangan bom di ruang publik.Tentu banyak faktor di balik serangan ini.

Tahun 1949 Mao Zedong berhasil meletakkan Xinjiang sebagai wilayah yang dikontrol oleh Beijing. Mao membuat kebijakan imigrasi massal Etnis Han hingga etnis ini mencapai angka  6% dari total penduduk China. Tahun 2010 angka ini naik menjadi 40% sehingga Etnis Uighur mulai terdesak. Di Utara Xinjiang yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi, Uighur adalah minoritas. Jadi, yang menikmati kemakmuran di Xinjiang adalah Etnis Han.

Terdapat sikap diskriminatif kepada Etnis Uighur dalam bidang sosial, ekonomi, budaya dan politik yang berbasis kepada suku (ethnic-based discrimination). Uighur di bawah kontrol kekuasaan komunis  dan harus diperlakukan khusus karena dinilai sbg kelompok Separatis dan Teroris oleh pemerintah.

Politik Reedukasi

Peristiwa pengeboman  WTC/World Trade Centre menjadi penguat keyakinan bahwa muslim Uighur harus di bawah “kontrol digital” karena akan bisa mengganggu dan membahayakan. Ada keyakinan kuat bhw Islam dan muslim itu berbahaya.

Baca Juga  Hitung-hitungan Karantina Wilayah untuk Pak Jokowi

Langkah represif pemerintah dilakukan melalui program camp reedukasi (re-education camp) terhadap 1 juta orang Uighur yang menggunakan Bahasa Turki. Arahnya: tanggalkan Islam dengan segala atributnya dan cintai China dengan segala konsekuensinya. Jika melanggar, akan dihukum.

Kebijakan represif ini meningkat sejak tahun 1980an seiring dengan meningkatnya reljiusitas Uighur. Program reedukasi ini mengakibatkan: Pertama, pelanggaran hak-hak sipil Etnis Muslim Uighur (ibadah dan ketaatan kepada agama, pendididkan, penggunaan simbol-simbol keislaman seperti jilbab, bahkan pemeliharaan janggut, dll) yang dilakukan oleh negara. Bahkan hak-hak intelektual juga dibatasi, karya karya akademik sangat dikontrol.

Kedua, dengan dalih melawan radikalisme Islam, ekstrimisme dan separatisme,  viktimisasi dilakukan negara: banyak ilmuan, intelektual, penulis dan bahkan olah ragawan ditangkap,  dipenjara, disiksa dan dibunuh. Jadi, penahanan massal dan penindasan budaya dilakukan secara sistemik

Reaksi

Sebanyak 15 senator dan anggota Majelis Rendah Amerika mengirim surat yang ditanda tangani oleh 9 orang dari Partai Republik dan 7 Demokrat dan 1 independen  mendesak ditetapkan sanksi  berdasarkan kepada GLobal Magnitsky Act dijatuhkan kepada pejabat China terhadap pelanggaran HAM minoritas muslim Uighur ini. Amerika tentu berkepentingan, karena secara umum Amerika memang terganggu dengan kebangkitan Cina.

Berbagai laporan telah diterima oleh komisi HAM PBB. Amerika juga terganggu dengan berita dan realitas pelanggaran HAM berat di China. Tapi belum ada tanda-tanda sanksi yang akan dijatuhkan kepada China.

Negara-negara Muslim (termasuk Indonesia) belum memberikan reaksi,  pemihakan dan bantuan kepada Muslim Uighur secara signifikan. Diperkirakan ini karena Indonesia melihat posisi China sebagai negara dan pemain  ekonomi global yang kuat.  Ada sikap kehati-hatian dari negara negara Muslim yang memang selama ini mempunyai hubungan ekonomi yang kuat.

Baca Juga  Utopia Pembebasan UKT

Bagaimana Sikap Indonesia?

Pemerintah Indonesia, seperti negara-negara Muslim lainnya belum mengambil sikap tegas terhadap kesengsaraan muslim Uighur ini. Ormas ormas Islam Indonesia nampaknya juga belum melakukan langkah penting.

Prinsip politik luar negeri dengan tetap berdasarkan kepada Falsafah bangsa yaitu Pancasila dan Wasatiyatul Islam, perlu dilakukan. Indonesia mempunyai posisi dan peran strategis dalam ikut serta membangun peradaban damai di lingkungan masyarakat internasional.

Yang perlu dilakukan  Indonesia  ialah (1) meyakinkan pemerintah China dan masyarakat muslim Uighur khususnya  antara lain tentang pentingnya menciptakan perdamaian dunia, menjunjugg tinggi martabat dan kedaulatan kemanusiaan universal, menghentikan diskriminasi dan menghormati perbedaan, menghormati hak hak agama (b) melibatkan kekuatan atau ormas ormas Islam ubtuk ikut serta membantu China dan muslim Uighur dalam menciptakan perdamaian (c) menyediakan diri untuk memperkuat kerjasama Indonesia China (G to G, G to P dan P to P: Government to Government, Government to People, People to People) termasuk dalam bidang pembangunan kehidupan beragama. Indonesia sangat resourceful untuk ikut membantu dan bekerjasama dengan pemerintah dan masyarakat muslim China untuk menciptakan harmoni, koeksistensi dan kebersamaan.

Wallahu a’lam. 

Related posts
Perspektif

Tak Ada Pinjol yang Benar-benar Bebas Riba!

3 Mins read
Sepertinya tidak ada orang yang beranggapan bahwa praktik pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal bebas dari riba. Sebenarnya secara objektif, ada beberapa…
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…
Perspektif

Pentingkah Resolusi Tahun Baru?

2 Mins read
Setiap pergantian tahun selalu menjadi momen yang penuh harapan, penuh peluang baru, dan tentu saja, waktu yang tepat untuk merenung dan membuat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds