Perspektif

Setiap Malam di Bulan Ramadhan adalah Lailatul Qadar, Mungkinkah?

2 Mins read

Wa idza saalaka ibaadi anni fainni qaarib, ujibe idza daa’an fal yastajibuli,” Jika ada yang bertanya tentang-Ku, maka katakanlah bahwa Aku dekat, dan ketika mereka berdoa kepadaku, maka aku mengabulkan doa-doanya.

Sepenggal ayat di atas menunjukkan bahwa Tuhan adalah dekat dengan kita. Perkara orang merasa jauh dari Tuhan, bisa jadi ada sesuatu yang bebal sehingga belum mampu menangkap cahaya Tuhan di dalam dirinya.

Puasa adalah ibadah yang sangat intim dengan Tuhan. Sedangkan berpuasa di bulan Ramadhan, sangat banyak keberkahan yang dilimpahkan. Namun, Ramadhan akan segera pergi, di hari-hari terakhirnya ini, malam keagungan menjadi malam dimana muslim berlomba-lomba mendapatkannya.

Macam-macam pengetahuan dan triknya. Keterangan yang diterima adalah sepuluh hari terakhir. Lantas ada yang mengatakan tepat di tanggal ganjil. Dan lain sebagainya. Tanda-tandanya, hening tiada suara apapun, bahkan suara hewan malam seperti jangkrik, burung hantu dan lain sebagainya tak terdengar. Lalu, di pagi harinya, matahari sangat cerah, dibarengi dengan desiran angin yang menyejukkan.

Tentu, ibadah puasa di sepuluh terakhir ini benar-benar dijalankan dengan sungguh-sungguh oleh setiap muslim. Dari kesemua itu, sikap yang paling penting adalah konsisten. Ada sebuah konsistensi yang perlu ditingkat – kembangkan. Nilai-nilai puasa selama Ramadhan dipraktikkan di bulan-bulan selanjutnya. Nah…, apakah ini semua hanya terpaku pada lailatur qadar (malam yang agung)? Di sepuluh terakhir, atau justru setiap malam di bulan Ramadhan sejatinya adalah malam-malam yang agung.

Hal ini dapat kita angankan, bulan Ramadhan adalah bulan mulia, segala ibadah bernilai (kalau yang dicari pahalanya) berlipatganda, penuh rahmat dan keberkahan. Artinya setiap malam, adalah malam yang mulia di bulan Ramadhan. Memang, kanjeng Nabi sendiri mengatakan bahwa lailatur qadar bisa ditemui di sepuluh hari terakhir. Tentu hal ini ada maksud yang perlu kita renungkan. Pertama, bulan Ramadhan akan segera pergi, oleh karenanya, setiap muslim harus lebih giat dalam beribadah di sepuluh hari terakhir.

Baca Juga  Catatan atas Kritik Thomas Jamaluddin Perkara Wujudul Hilal

Kedua, malam yang agung, menjadi salah satu pemicu atau penanda bahwa sebenarnya bulan Ramadhan adalah bulan yang mulia, dan memberi keberkahan berupa ibadah yang langsung bermuara kepada Tuhan. Artinya tidak ada tedeng aling-aling. Ketiga, sesuai dengan ayat yang berbunyi, Inna anzalnahu fi lailatil qadr, bahwa sesungguhnya Al-Qur’an diturunkan di malam yang Agung, dan malam itu berada di bulan Ramadhan, sehingga bisa jadi setiap malam di bulan Ramadhan adalah malam yang agung.

Malam lailatul qadar, dikatakan sebagai malam seribu bulan. Hal ini karena keagungannya, di malam yang agung itulah semua doa dan harapan dikabulkan oleh Tuhan. Salah satu hal yang bisa kita lakukan untuk menemui malam yang agung adalah dengan i’tikaf, berdiam diri di masjid. Namun jangan diartikan tekstual. Bisa juga diartikan berdiam diri di keheningan malam, ketika semua orang terlelap, kita membuka mata dan berdzikir kepada-Nya. Hal ini pernah disinggung oleh Syekh Hasyim Asy’ari bahwa pertanda kalau mencintai adalah selalu menyebut yang dicintanya.

Artinya, kita bisa meraih malam yang agung dengan kadar cinta yang selalu berkembang. Salah satu kiatnya adalah dengan berdzikir. Karena kata Kanjeng Nabi; Laisa ‘ala al i’tikafi shiyamun illa anyaj’alahu ‘ala nafsihi. Bahwa i’tikafnya orang yang sedang berpuasa adalah berbekas kepada dirinya.

Dengan kata lain, nilai-nilai dari beribadah di bulan Ramadhan termasuk puasa, shalat tarawih, membaca Al-Qur’an dan berdiam diri, membentuk pribadi yang lebih baik dari kemarin. Sehingga orientasinya adalah kebaikan di dunia pun di akhirat. Tentu kebaikan ini masih sangat umum. Semisal kita gambarkan bahwa kebaikan adalah ketenangan dan ketidak kemrungsungan maka kebaikan yang dimaksud adalah tidak grusa-grusu, tidak sembrono dan lebih tenang. Sehingga, malam yang agung (lailatul qadar) adalah malam dimana semua orang bisa berdiam diri, merenungi segala perjalanan hidupnya, untuk menjadi lebih baik dari hari kemarin, agar meraih kebaikan di dunia dan di akhirat.

Baca Juga  Bolehkah Berjabat Tangan Selesai Shalat Berjamaah?

Semoga kita semua tercatat sebagai hamba yang menjumpai malam-malam di bulan Ramadhan sebagai malam yang agung.

Sumber Bacaan:

Bulughul Maram, Ibnu Hajar al-asqalani

Risalatu Shiyam, Kiyai Yasin al-Asymuni

Nurul Mubin Fi Mahabbati Sayyidil Mursalin, Syaikh Muhammad Hasyim Asy’Ary.

Editor: Soleh

3 posts

About author
Founder gubuklawas.com
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds