Perspektif

Siapa Perawat-perawat itu? Lu’luil Maknun

5 Mins read

Sejak covid-19 mewabah. Tenaga kesehatan yang menjadi garda terdepan sekaligus palang pintu terakhir dalam penanggulangan pandemi ini mendapatkan banyak dukungan dan support dari berbagai pihak. Hampir semua masyarakat dari berbagai kalangan, mulai pribadi, komunitas sampai ormas bahu membahu menyatakan dukungan.

Ada yang berupa support secara psikologis, menggalang donasi untuk kebutuhan APD, memberi kecukupan gizi, dan juga hal baik lain yang bisa dilakukan oleh masyarakat. Dan agaknya kepedulian masyarakat indonesia memang tidak diragukan lagi.

Gerakan sosial kemasyarakatan muncul dimana mana, sebab mungkin jika peran itu hanya dilakukan oleh negara, -yang memang secara konstitusi harusnya bertanggung jawab penting dalam menghadapi pandemi ini- dirasa akan sangat ‘kuwalahan’ dan kurang maksimal. Sebagai gerakan sosial, rakyat tahu sendiri bagaimana harus berbuat, bagaimana harus menyelesaikannya sendiri.

Sayangnya masih ada memang beberapa oknum -sekaligus peristiwa yang mengiringnya- yang secara garis besar memberikan pemahaman baru kepada kita bahwa tidak semua tenaga kesehatan yang berjuang juga mendapatkan perlakuan yang baik dari masyarakat kita. Satu sisi ada yang saling support, satu sisi ada pula yang menolak peran sentralnya.

Kita tentu masih ingat betul kejadian beberapa hari lalu, perawat yang meninggal lantas jenazahnya di tolak di kampung sendiri. Ada juga kisah lain tentang perawat yang diusir dari kontrakannya gara gara di bekerja di salah satu RS Rujuakn pasien covid-19. Beberapa dari mereka mungkin takut tertular, padahal tentu perawat di bekali protap khusus dalam penanganan, seperti memakai APD, melakukan karantina mandiri di RS,wajib lapor dan lain-lain.

Hal itu dilakukan dalam rangka memberikan kenyamanan bagi profesi nakes pada umumnya,  juga masyarakat terlebih keluarga yang akan ‘kontak’ saat tiba dirumah. 

***

Di antara profesi tenaga kesehatan yang lain. Perawat adalah satu bagian yang tidak boleh dipisahkan juga tidak boleh disamaratakan dengan profesi kesehatan yang lain. Sebab mereka punya fungsi fungsi yang lain dan saling berhubungan satu sama lain. Sebagai alumni keperawatan, saya paham betul profesi ini akan sangat erat dan bersinggungan sekali dengan berbagai hal, temasuk menjadi orang terdepan dalam situasi seperti ini.

Baca Juga  Menerapkan Pendidikan Berbasis Hati dalam Dunia Pendidikan

Tentu bukan bermaksud untuk membandingkan fungsi profesi perawat dengan profesi kesehatan lain. Tapi fungsi serta posisi ‘sentral’  dalam penanganan pasien, saya bisa jadi katakan bahwa itu adalah bagian penting dari proses pelayanan kesehatan.

Bahasa mudahnya, mengalihkan sementara tugas keluarga, baik sebagai pendamping, pemberi edukasi, perencaaan, implementasi sampai mengantarkan serta membuka layanan konsultasi saat pasien dirumah bahkan saat pasien sudah sembuh sekalipun.

Peran dan fungsi perawat itu, baru akan secara sadar dan dipahami oleh masyarakat saat menghadapi pandemi seperti ini. Ramai diperbincangkan dan beredar di grup grup wa maupun laman media sosial lain, kutipan dari Florance Nightingale, tokoh pelopor perawat modern yang juga penulis buku Notes of Nursing mengatakan  “ It will take 150 years for the world to see the kind of nursing I envision” yang berarti kurang lebih demikian kalau diartikan “butuh 150 tahun bagi dunia untuk melihat bagaimana kebaikan peran perawat yang saya bayangkan”.

Kutipan itu tertulis tahun 1870, jaraknya tepat 150 tahun dengan tahun 2020 setelah dijumlahkan. Terlepas kutipan itu berdasar atau tidak, tapi bisa jadi kutipan itu benar adanya dan sangat relevan dengan keadaan kita saat ini.

***

Saya mengutip tulisan Victoria Sweet dalam laman online New York Times tertanggal 3 Maret 2014 berjudul Far More Than A Lady With a Lamp. Tentang pandangannya  terkait peran sentral  Florance dalam membuka sekolah keperawatan, membenahi standart kebersihan rumah sakit juga terkait mengapa ia dijuluki The Lady with lamp . Perempuan yang menjadi relawan medis saat perang Krimea, dan saat malam hari membawa lampu minyak berkeliling ke barak barak prajurit untuk mengecek kondisi kesehatan mereka.

“ What I learned is that after the Crimean War from 1853 to 1856, in which toushands of British Soldier died from infections, Nightingale visited almost every hospital in Europe, analyzed them and then wrote up her findings in “ Notes on Hospitals,” which became the guide to hospital arcitecture for the next century.  It’s first sentences changed my idea of florance nightingale forever,” It may seem a strange principle to enunciate as the very first requirement in a hospital that it should do the sick no harm.It is quite necessary, nevertheless, to lay down such a principle.”  As true today as it was 150 years ago-acerbic, witty and clear”

Dalam tulisannya, Victoria menyebutkan bahwa sebenarnya ia awal awal tidak tertarik dengan biografi tokoh ini, setelah membaca sedikit tentangnya. Ia menjadi tertarik dengan konsep panduan arsitektur rumah sakit yang dianalisis dan ditulis oleh Florance Nightingale setelah banyaknya  tentara inggris yang mati karena infeksi. Dalam catatan prinsipnya, seharusnya memang rumah sakit tidak malah membahayakan orang yang sakit dan itu menjadi syarat utama.

Baca Juga  Apple iPhone 11 Pro Max vs. Google Pixel 4 XL: Who Has the Better Camera?

Florance Nightingale adalah jembatan bagi ide ide modern. Dan itu adalah bagian dari salah satu tugas perawat yang tidak semua orang tau. Tidak hanya merawat pasien, tapi juga berpikir menganalisis bahkan menjadi arsitek agar RS menjadi tempat bagi mereka untuk berobat bukan malah membahayakan orang yang sakit.

***

Sebenarnya, dalam literatur dunia islam ada tokoh yang bisa kita lihat jejaknya sebagai perintis keperawatan islam modern dan sangat menjunjung tinggi nilai nilai keislaman. Namanya Rufaidah Al Anshariyah. Dan Rufaidah lebih masyhur dari Florance Nightingale (1820), karena jauh sebelum Florance Nightingale dikenal, Rufaidah sudah terlebih dahulu dinobatkan sebagai perawat muslim dunia dan perintis keperawatan modern (570-632 M, 12 abad lebih dulu dari Florance Nightingale.

Muhammad Ibrahim Salim dalam kitabnya Nisaa Haular Rasul mengungkapkan bahwa Rufaidah adalah wanita yang berasal dari kabilah aslam. Ikhlas dan tanpa pamrih. Ia dengan penuh kesetiaan menolong dan mengobati  setiap orang yang terluka di zaman Rasulullah SAW. Ia membuat kemah di dekat masjid nabawi dan mengobati setiap orang yang terluka di masa Rasulullah.

Mengutip kitab Al Adab Al Mufrad, Ibrahim salim menyebutkan, Imam Bukhari  meriwayatkan bahwa rasulullah menjenguk sa’ad yang terluka pelipis matanya saat perang khondaq di tenda Rufaidah, setiap pagi dan sore. Ibrahim salim mengatakan,” Rufaidah sudah mempelopori pengobatan gratis,”. 

Dalam kutipan yang ditulis oleh Agung Sasongko yang terbit di lama online Repulika tertanggal (11/7/19), Prof Omar Hasan Kasule dalam studinya menggambarkan bahwa rufaidah adalah seorang pemimpin, organisatoris, mampu memobilisasi dan memotivasi orang lain. ia memiliki pengalaman klinik yang dapat diajarkan kepada perawat lain, yang dilatih dan bekerja dengannya.

Baca Juga  Islam: Mendudukkan Filsafat dengan Adil

Tidak hanya menjalankan peran perawat dalam aspek klinik semata, namun juga melaksanakan peran komunitas dan memecahkan masalah sosial yang dapat mengakibatkan timbulnya berbagai macam penyakit.

Lu’luil Maknun: Mutiara yang Tersembunyi

Ya, tulisan ini memang secara sengaja saya tulis untuk mewakili teman sejawat perawat  untuk mejadi penghubung dan memberikan penjelasan kepada masyarakat. Bahwa ada yang terang, tapi bukan matahari. Ada yang syahdu, tapi bukan gerimis. Ada yang berharga, tapi bukan emas. Dialah Lu’luil maknun, Mutiara yang tersembunyi. Dialah perawat.

Mengutip tulisan Ahmad Rifai Rifan dalam bukunya “ Ketika Tuhan tak Lagi dibutuhkan” .

“ Jangan takut tidak memiliki eksistensi dalam lembar sejarah dunia karena lembar catatan sejarah akhiratmu tidak akan pernah melewatkan manusia manusia mulia yang mengikhlaskan diri meniti jalan Tuhan,”

Banyak sekali orang orang yang tidak kita kenal dibumi, perannya jarang kita hargai,  tapi doa doanya melangit, amalnya dikenal oleh para malaikat dan didoakan setiap saat. Lu’luil maknun, mutiara yang tersembunyi. Kita mungkin akan tertunduk malu, ketika banyak orang yang memburu popularitas dan ketenaran. Tidak sedikitpun dalam jiwa Lu’luil maknun terbersit untuk dikenal banyak orang, diketahui jasa jasanya. Mereka hanya ingin dikenal sebagai hamba yang mulia disisi Allah.

Perawat perawat itu, yang sering dianggap remeh dan dikecilkan peran fungsinya, di nomorduakan dalam pelayanan, gajinya yang seringkali tidak terbayarkan, perjuangannya di daerah pedalaman, keberaniannya dalam melaksanakan tugas serta fungsinya.

Mereka tetap tersenyum melayani pasien, walau kadang hidup mengesampingkan peran sertanya. Sebagian dari mereka menyembunyikan kebaikannya, lantaran takut riya’ dan takabbur. Merekalah perawat sejati, yang menjalankan fungsi fungsi lainnya untuk kemaslahatan orang banyak. Merekalah ‘mutiara yang tersembunyi,’ merekalah lu’luil maknun.

Editor: Yahya FR
Related posts
Perspektif

Tak Ada Pinjol yang Benar-benar Bebas Riba!

3 Mins read
Sepertinya tidak ada orang yang beranggapan bahwa praktik pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal bebas dari riba. Sebenarnya secara objektif, ada beberapa…
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…
Perspektif

Pentingkah Resolusi Tahun Baru?

2 Mins read
Setiap pergantian tahun selalu menjadi momen yang penuh harapan, penuh peluang baru, dan tentu saja, waktu yang tepat untuk merenung dan membuat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds