Setiap manusia pasti saling berlomba untuk mencapai derajat yang mulia, atau minimal ingin disebut mulia oleh orang lain. Lantas, seperti apa orang yang mulia itu? Berikut ulasan Ustadz Hamim Ilyas dalam mendefinisikan orang yang mulia.
Orang yang Paling Mulia, Orang yang Paling Bertakwa
Orang yang paling mulia adalah orang yang paling bertakwa (al-Hujurat, 49: 13). Dan orang yang paling bertakwa adalah orang yang mendermakan hartanya untuk membersihkan sampai menjadi bersih (yatazakka) (al-Lail, 92: 17-18)
Al-Lail tidak menyebutkan obyek yang dibersihkan sampai menjadi bersih. Tidak ada penyebutan ini menunjukkan bahwa cakupan obyek luas (‘adamu dzikril maf’uli bih yadullu ‘alal ‘umum).
Keluasaan cakupan obyek menurut Imam Ibnu Katsir meliputi “membersihkan sampai menjadi besih”:
1. Dirinya (nafsahu) bersih “dari kufur nikmah, kikir, sombong, malas, pesimis, egois dan sifat-sifat tercela lain.”
2. Hartanya (malahu) bersih dari “hak-hak pihak lain yang melekat padanya (hak-hak fakir, miskin, ibnus sabil, publik, dan lain-lain)”
3. Agamanya (ma atahu Allah min din) bersih dari “kedustaan berupa menerlantarkan anak yatim dan orang miskin (dlu’afa’ dan mustadl’afin) (surah Al-Ma’un)”
4. Dunianya (wa dunyan). Penyenggaraan kehidupan dunia misalnya:
Penyelenggaraan pendidikan bersih dari ilmu yang tidak meninggikan derajat semua bidang kehidupan (al-Mujadilah, 58: 11) dan tidak mengembangkan spiritualitas khasyyatullah (Fathir, 35: 28)
Penyelenggaraan negara bersih dari ketidakadilan, ketidakmakmuran, pencemaran/kerusakan lingkungan hidup, dan kejahatan yang tidak terkendali (baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafur)
Mewujudkan masyarakat bersih dari kebodohon, kemiskinan dan keterbelakangan (ummatan wasatha) “
Semoga kita termasuk orang yang paling mulia dengan menjadi orang yang paling bertakwa melalui kedermawanan untuk kegunaan-kegunaan di atas. Amin.
Editor: Yusuf