Dalam Statuten Muhammadiyah 1912 dan 1914, nama H Abdoellah Siradj, Penghulu Pakualaman, tercatat sebagai sekretaris pertama dalam struktur Hoofdbestuur (HB) Muhammadiyah. Nama Abdoellah Siradj sudah tidak tercatat lagi dalam struktur HB Muhammadiyah sejak tahun 1919 karena jabatan sekretaris dipegang oleh Haji Fachrodin, murid KH Ahmad Dahlan, hingga tahun 1920.
KH Abdoellah Siradj adalah ketua Musyawaratul Ulama di Pakualaman. Dalam Congres Al-Islam di Cirebon, KH Abdoellah Siradj termasuk salah satu peserta yang diundang mewakili perkumpulan Musyawaratul Ulama dari Pakualaman.
Pada masa perintisan awal Muhammadiyah, selain merintis gerombolan-gerombolan pengajian dan Sekolah Islam, KH Ahmad Dahlan juga bekerjasama dengan lembaga Kepenguluan di Kraton Yogyakarta dan Pakualaman. Hoofdpenghulu Muhammad Kamaludiningrat (Kiai Sangidu) sangat kooperatif dengan gerakan Muhammadiyah. Aktivitas tabligh Muhammadiyah sering menggunakan fasilitas kantor Kepenghuluan.
KH Ahmad Dahlan juga merintis dan membuka kembali jalan permusyawaratan para ulama yang sudah hilang. Musyawaratul Ulama di Pakualaman yang dipimpin KH Abdulah Siradj, sekretaris pertama HB Muhammadiyah, merupakan partner Muhammadiyah dalam memutuskan berbagai persoalan keagamaan. Salah satu bentuk kerjasama HB Muhammadiyah dengan Musyawaratul Ulama di Pakualaman adalah ketika membahas hukum pertunjukan Toneel.
Dalam artikel “Moesjawarotoel-Oelama dengan Toneel” yang dimuat di majalah Soewara Moehammadijah (no 9 Th. ke-4/1923), HB Muhammadiyah disebutkan mengajukan pertanyaan tentang status hukum pertunjukan kesenian ini. Musyawaratul Ulama yang dipimpin oleh KH Abdoellah Siradj bertindak sebagai lembaga fatwa menjawab status hukum pertunjukan ini boleh.