Enron memang sudah lama runtuh, namun serpihan sejarahnya masih relevan dijadikan contoh bentuk fraud hingga saat ini. Perusahaan besar yang disebut-sebut New York Times sebagai new-economy company ini mewujudkan mimpi buruk tiap investor. Kegagalannya dalam menawarkan laporan keuangan yang profesional dan jujur membuat kita berpikir ulang atas kode etik dalam dunia akuntansi.
Mengingat Andil Audit Internal dalam Fraud Enron
Adalah auditor Arthur Anderson yang banyak menerima pukulan balasan disebabkan kegagalannya dalam melaporkan fraud besar-besaran yang dikendarai oleh Enron. Namun, sedikit yang mengkritik dan memberi penekanan terhadap audit internalnya. Padahal, audit internal juga berandil besar dalam mengeksekusi kecurangan yang menyebabkan investor kecolongan tersebut.
Kecolongan jenis itu menyebabkan permintaan terhadap auditor yang meningkat, tidak terkecuali di negara-negara muslim. Kerap kali, negara mayoritas muslim menyambungkan perilaku fraud/creative accounting tersebut dengan agama karena memang berhubungan dengan etika dan akhlak.
Tahun 2008 adalah tahun lahirnya Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang aturan Dewan Pengawas Syariah. Secara rinci, tugas DPS antara lain menilai dan memastikan pemenuhan Prinsip Syariah atas pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan bank syariah. DPS juga berfungsi meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional (DSN) untuk produk baru bank yang belum ada fatwanya. Tugas DPS lainnya adalah melakukan review secara berkala atas pemenuhan prinsip syariah terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank.
Lantas, apa tepatnya hubungan DPS dengan auditing internal?
Perbedaan antara auditor internal umum dan auditor internal syariah terletak pada double standard yang dianutnya. Auditing syariah selain mengacu pada standar audit internasional, juga mengacu pada prinsip-prinsip syariah. Dalam auditing syariah, dikenal istilah internal sharia review, sharia supervisory board, audit committee, dsb. Tujuannya adalah untuk memastikan agar operasional entitas syariah sesuai dengan standar yang berlaku termasuk standar syariah.
Adapun hal-hal tersebut dirumuskan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution). AAOIFI yang berdiri pada tahun 1991 di Bahrain berfungsi sebagai organisasi internasional Islam non-badan hukum nirlaba yang merumuskan standar dan isu-isu terkait akuntansi, audit, pemerintahan, etika, dan standar syariah Islam untuk lembaga keuangan Islam (IFI). AAOIFI sebagai organisasi internasional yang independen dan didukung oleh kelembagaan anggota (200 anggota dari 40 negara) termasuk Bank Central, Lembaga Keuangan Syariah, dan anggota lainnya dari industri perbankan syariah di seluruh dunia.
Lahirnya Lembaga Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Dengan tujuan tersebut beserta beberapa kepentingan lainnya, Dewan Pengawas Syariah pun (DPS) pun lahir di Indonesia dibawah pengawasan AAOIFI. Lembaga yang menjunjung tinggi namanya sebagai badan pengawas itupun bertanggung jawab terhadap akuntan publik syariah maupun audit internal syariah.
Tidak hanya di Indonesia, DPS juga tidak kalah pentingnya di negara lain, termasuk tempat lahir AAOIFI, yaitu Bahrain. Di Bahrain, secara umum tiap perbankan syariah menggaet komite pengawas auditor syariah di perusahaannya. Kebutuhan investasi terhadap audit internal oleh bank syariah menjadi efektif bagi semua pihak.
Dewan pengawas ini terdiri dari minimal 3 anggota yang bertanggung jawab untuk meninjau audit internal dalam memastikan pengawasan yang memadai terhadap auditor di tiap bank. Dewan pengawas ini juga meninjau sumber daya, kapabilitas, ruang lingkup pekerjaan, rencana tugas umum dan hierarki pelaporan auditor internal, serta menilai efektivitas mekanisme pengendalian internal dengan konsentrasi khusus pada hasil audit yang signifikan, surat auditor eksternal, dan laporan penting lainnya.
Adapun untuk menjaga independensi, dewan pengawas auditor syariah memastikan agar dibatasinya interaksi antara auditor internal dengan direksi bank syariah. Kemudian auditor syariah akan berinteraksi langsung dengan anggota dewan pengawas.
Namun, bukan berarti auditor internal tersebut berlepas tangan dengan direksi di bank-bank tersebut. Mereka bertemu dengan Direksi secara rutin, karena sudah merupakan tanggung jawab mereka untuk meningkatkan kinerja audit internal syariah di bank masing-masing. Pengangkatan dan pemberhentian auditor juga harus mendapat persetujuan dari Direksi.
Membangun Hierarki Peminimalisir Terjadinya Fraud dalam Perusahaan
Efektivitas auditor dan otoritas selanjutnya akan ditingkatkan melalui subordinasi mereka kepada Direksi. Hal ini juga akan memberikan dukungan yang diperlukan dalam melaksanakan saran yang diberikan oleh auditor, dan memberikan mekanisme yang efektif kepada Direksi untuk memahami dan meninjau kegiatan organisasi.
Auditor syariah internal ditunjuk oleh dewan pengawas, kemudian Direksi mengonfirmasi keputusan untuk mengangkatnya. Salinan keputusan itu lantas dikirim ke departemen sumber daya manusia, dan direktur sumber daya manusia memberi tahu kepala audit internal syariah tentang pengangkatannya. Salinan penunjukan ini kemudian didistribusikan ke berbagai departemen dan cabang di dalam bank syariah.
Hierarki seperti ini dapat meminimalisir terjadinya fraud dalam sebuah perusahaan. Sebab tiap anggota dalam badan tersebut memiliki porsi dan batasannya masing-masing, dibawah pengawasan rutin dari berbagai pihak. Hal ini sesuai dengan ayat Qur’an yang berbunyi,
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar…” (QS. Al-Baqarah: 282)
Editor: Zahra