Society 5.0
Society 5.0 – Kehendak dasar manusia hidup menurut teori ekonomi dan psikologis adalah keinginan dan harapan (needs and expectations) untuk mendapatkan hal tersebut tentunya kita memiliki dasar pijakan yang jelas baik menurut paradigma agama maupun tuntunan dalam kehidupan bernegara.
Dalam kehidupan bernegara, kita akan diperhadapakan dengan masyarakat yang memiliki nilai-nilai kehidupan yang sangat beragam. Di Indonesia misalkan, tafsiran hukum negara masih terus direvisi karena mengalami banyak tendensi yang membuat hukum positif tidak terlalu adil dalam memvonis persoalan-persoalan masyarakat.
Apalagi, moral penegakkan hukum yang seringkali melenceng dari kaidah yang ada dalam undang-undang itu sendiri. Oleh karena itu, sejak awal pendirian Muhammadiyah oleh sang guru pencerahan KH. Ahmad Dahlan, beliau mengkaji semangat keagamaan yang termaktub dalam Al-Qur’an surat Al-Maun.
Di mana, semangat itu akan akan menjadi aksi nyata dalam bentuk amal usaha untuk mendukung kehidupan umat manusia yang kita kenal yaitu: healing (pelayanan kesehatan), schooling (pendidikan), dan feeding (pelayanan sosial).
Cita-cita yang mulia itu terus dikembangkan dan kini menjadikan Muhammadiyah sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia dan memiliki konstribusi yang dalam berbagai lini kehidupan berbangsa.
Selain itu juga, Indonesia kini diperhadapkan dengan Pandemi Covid-19 yang masih mewabah sejak maret 2020 sampai sekarang. Dengan demikian, maka disrupsi akan terjadi yang mengakibatkan kita harus mengadopsi kebiasaan hidup yang baru.
Kebiasaan tersebut harus didukung oleh kemampuan teknologi yang tinggi untuk mengantisipasinya. Hal yang tepat untuk menyesuaikan diri tersebut memiliki istilah baru yang sudah dikenal yaitu era masyarakat 5.0 (Society 5.0).
Masyarakat 5.0 menurut artikel Mayumi Fukuyama dalam (Haryanti R: 2019), pada laman Japan Economic Foundation, tujuan penerapan ini adalah untuk mewujudkan tempat di mana masyarakat dapat menikmati hidupnya dan Era ini akan mengubah kebiasaan kehidupan dalam berbagai aspek, seperti kesehatan, finasial, monilitas, infrastruktur, dan lain-lain.
Untuk itu, aspek-aspek penting yang harus diperhatikan dalam meningkatkan semangat nilai riligiutas Al-Maun dalam menghadapi masa pandemi bila dipadukan dengan konsep society 5.0 sebagai berikut:
Semangat Transformasi
Masyarakat utama ialah masyarakat yang memiliki nilai dasar dalam setiap perjuangan untuk mewujudkan baik secara perseorangan maupun secara organisatoris. Khusus masyarakat Muhammadiyah, memiliki teologi yang sangat kuat dengan berpedoman pada Al-Qur’an dan hadis.
Nilai yang universal dibingkai pada karakter masyarakat yang memiliki semangat adalah ciri utama mewujudkan muslim dan muslimah yang berkemajuan.
Hal senada diungkapkan oleh Clifford Geertz (1960) bahwa nilai itu seperti jaring laba-laba yang setiap orang pasti terjaring dan berada di dalamnya.
Karakteristik transformasi juga dipengaruhi oleh beberapa unsur, di antaranya manusia, kegiatannya, kerja sama, dan instrumen teknologi. Manusia adalah auto focus dalam setiap transformasi yang ada, sebab manusia merupakan aktor perubahan yang dapat memahami betuk-bentuk nilai yang tepat untuk digunakan.
Bentuk-bentuk dari transformasi juga harus memiliki kegiatan yang dapat berkonstribusi pada kemajuan nilai kemanusian. Aspek penting untuk mentransformasi nilai tersebut adalah kerjasama sehingga terjadi bukan persaingan tapi hasil yang saling menguntungkan.
Peran teknologi justru menjadi instrumen yang tidak terlepas transformasi nilai-nilai modernitas yang ada dalam suatu masyarakat yang terus-menerus mendambakan kemajuan, terutama sekali masyarakat Muhammadiyah.
Peran Teologi Al-Maun
Teologi Al-Maun merupakan cita-cita pendiri Muhammadiyah agar umat Islam tidak tertinggal dengan kemajuan peradaban yang semakin modern. Menjadi manusia modern sekaligus agamis merupakan unsur utama dalam pembentukan tiga pola besar yang dianut masyarakat Muhammadiyah yaitu: kesehatan, pendidikan, dan pelayanan sosial.
Kini Muhammdiyah telah memiliki berbagai fasilitas untuk mewujudkan praktik teologinya. Dalam berita daring ibtimes.id (30/12/2020) menyebutkan amal usaha Muhammadiyah terdiri dari 3.600 (dari PAUD, TK, SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK), 174 Universitas (merger menjadi universitas menjadi 164), 457 rumah sakit, 500 panti asuhan/sosial, lebih 1.000 buah masjid/musala.
Tumbuh subur amal usaha Muhammadiyah tersebut justru memberikan nilai tambah pada perserikatan agar terus membangun Indonesia dari segala aspek.
Hal tersebut membuat Muhammdiyah semakin percaya diri dalam mengengam semangat perubahan sebagaimana menurut F. Fakuyama (2008). Yaitu masyarakat memiliki, modal sosial, sosiabilitas spontan, dan saling percaya untuk menuju masyarakat sejahtera.
Adaptasi Kebiasaan Baru
Adaptasi kebiasaan baru (AKB) adalah inovasi yang disebabkan adanya perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara tak terduga terjadi begitu tepat. AKB merupakan istilah yang cukup keren dan terkenal di masa pandemi ini. Mau atau tidak mau, kita harus melalui proses itu untuk mewujudkan masyarakat adaptif.
Inovasi memang sejatinya destruktif sekaligus kreatif, Kasali (2018:35) dimana masyarakat dituntut harus berpartipasi dengan mengunakan hal-hal baru yang tak terduga kemudian hadir dengan sengaja yang dapat mempengaruhi proses kehidupan.
AKB di masa pandemi ini menghendaki agar kita selalu menggunakan masker pelindung hidung dan mulut, menjaga jarak interaksi 1-2 meter, sering mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, serta menghindari kerumunan orang.
Kebiasan tersebut adalah bentuk dari cinta kita pada diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. Masyarakat dalam perserikatan Muhammadiyah lewat aturan Pimpinan Pusat (PP) yang ketat mengintruksikan ke seluruhnya agar taat dan patuh pada AKB dalam rangka menghindari tersebarnya virus Covid-19 dengan tujuan agar kita semua dapat beraktivitas dalam keadaan sehat walafiat.
Implementasi Society 5.0
Pengunaan istilah “society 5.0” pertama kali diperkenalkan oleh perdana menteri Jepang Shinzo Abe dan dimulai pada tanggal 21 Januari 2019 sebagai gagasan untuk mentransformasi era-rovolusi 4.0.
Dalam seminar “Standardization in a Living Society 5.0” di Jakarta pada 27 Maret 2019. Kepala Badan Pembangunan Nasional (BPN) Bambang Prasetya mengungkapkan bahwa “Tujuan era society 5.0 tentu efisiensi, yang mengacu pada mutu dan teknologi digunakan untuk memanusiakan manusia”.
Pengunaan teknologi yang tepat guna dan sasaran merupakan patokan utama dalam mengimplementasi era society 5.0. Selain itu juga teknologi tidak boleh menciptakan kesenjangan dalam kelas-kelas masyarakat.
Masyarakat Muhammadiyah adalah ruang yang utama dan tepat dalam memanfaatkan dan mengimplementasikan society 5.0, karena segalanya dimiliki. Sederhananya, Muhammadiyah telah siap menghadapi dan mentransformasi segala bentuk perubahan yang terjadi dan akan terjadi.
Dalam bidang pendidikan, kesehatan, maupun pelayanan sosial. Society 5.0 juga menghendaki agar persyarikatan dapat meningkatkan standarisasi kehidupan yang mendukung tujuan hidup berkelanjutan (sustainable development goals).
Ada tiga aspek penting yang harus diperhatikan yaitu: lingkungan, ekonomi, dan sosial budaya dikembangkan berdasarkan nilai-nilai islami.
Al-Maun dan Society 5.0
Dari empat aspek di atas, dapat dijelaskan bahwa transformasi semangat Al-Maun di masa pandemi menuju Society 5.0 membutuhkan kaidah dan norma yang telah diatur dalam perserikatan menampung semangat transformasi, menghendaki akan ide utama yang dapat digunakan untuk memajukan masyarakat.
Peran teologi Al-Maun adalah nilai keagamaan yang bersumber dari Al-Qur’an untuk membumikan pesan-pesan Allah SWT untuk melayani umat. Adaptasi kebiasaan baru (AKB) membutuhkan kemauan dan kemampuan untuk berubah dan menyesuaikan diri pada kondisi apapun. Implementasi society 5.0 merupakan standarisasi kehidupan modern dan berkelanjutan guna melestarikan nilai-nilai yang berkembang dan dianut oleh masyarakat Muhammadiyah demi mencapai masyarakat utama yang berkeadilan, “semoga.”
Editor: Yahya FR