Perspektif

Soft Power: Cara Memoderasi Taliban

3 Mins read

Berita terkait Afganistan menjadi fokus perbincangan di berbagai media beberapa pekan ini. Dimulai dari ditarik pulangnya tentara Amerika Serikat setelah dua puluh tahun berada di Afganistan, penguasaan secara dominan wilayah-wilayah di Afganistan oleh Taliban, sampai banyaknya masyarakat Afganistan yang keluar dari negaranya.

Kondisi ini menggambarkan kondisi ketidakstabilan dan ketidakpastian yang terjadi di Afganistan saat ini. Banyak yang menganalisa mengapa fenomena ini bisa terjadi. Namun demikian, tidak banyak yang membahas tentang apa yang akan terjadi dan bisa dilakukan oleh dunia Islam jika Taliban menguasai pemerintahan Afganistan selanjutnya?

Taliban Menjadi Moderat?

Saat ini kemungkinan Taliban menguasai pemerintahan Afganistan secara politik cukup besar. Ada dua indikator penting dalam negeri yang mendukung hal tersebut yakni penguasaan Taliban atas mayoritas wilayah Afganistan dan banyaknya elit politik dari pemerintahan Ashraf Ghani yang keluar dari Afganistan.

Secara politik luar negeri, ditariknya pasukan Amerika Serikat dari Afganistan dan sinyal positif dari jalinan komunikasi yang dibangun Taliban dengan Tiongkok, Rusia, dan Pakistan, membuat kemungkinan Taliban memerintah Afganistan pun cukup besar.

Dalam rangka meyakinkan masyarakat Afganistan dan dunia Internasional, Taliban memberikan beberapa poin janji yang esensinya dapat mengubah wajah lama Taliban yang terkenal Islam konservatif dan radikal kepada Islam moderat.

Taliban berjanji bahwa akan membangun pemerintah yang inklusif, memberikan jaminan terhadap hak-hak perempuan, memberikan amnesti kepada lawan politik, dan janji lainnya. Hal ini bisa memberikan secercah harapan untuk adanya transformasi paham radikalis Taliban ke arah yang lebih moderat.

Namun demikian, hal ini perlu dikawal bersama khususnya oleh dunia Islam. Proses pengubahan paham seseorang ataupun organisasi tidaklah mudah. Perlu proses gradual atau bertahap yang diinisiasi sehingga dapat terjadi transformasi pemahaman yang berkelanjutan.

Baca Juga  Peroleh Keberkahan dari Sikap Ta'dzim

Dalam proses ini, dunia Islam harus bisa menjadi aktor utama dalam mengawal proses transformasi ini. Untuk mengawal proses transformasi ini, penulis melihat bahwa dunia Islam perlu menerapkan konsep soft power.

Penerapan Konsep Soft Power

Konsep soft power ini pertama kali diperkenalkan oleh Joseph Nye yang merupakan seorang profesor politik internasional di Universitas Harvard.

Joseph Nye menggambarkan bahwa soft power adalah “the ability to get what you want through attraction rather than through coercion..” (Nye, 2004).

Nye percaya bahwa untuk membuat preferensi aktor lain mengikuti apa yang kita inginkan, tidak selalu harus menggunakan kekerasan (coercion). Namun, ada peranan daya tarik (attraction) melalui nilai, budaya, institusi, serta kebijakan politik dalam membentuk preferensi aktor lain agar tertarik untuk mengikuti keinginan kita.

Bahkan mungkin dalam kasus-kasus tertentu penggunaan daya tarik bisa lebih berpengaruh dibandingkan penggunaan kekerasan. Contohnya adalah dalam kasus penggunaan militer Amerika Serikat di Afganistan.

Amerika Serikat selama hampir dua puluh tahun menggunakan cara koersif di Afganistan melalui militernya. Pada tahun 2001, mereka sempat berhasil memukul mundur dan menumpas Taliban di Afganistan.

Pasca kekalahan Taliban, Amerika Serikat mengawal terbentuknya pemerintahan Afganistan yang sesuai dengan kepentingannya. Banyak bantuan pendanaan yang diberikan oleh Amerika Serikat, bahkan tercatat Amerika Serikat menghabiskan dana 31 ribu triliun rupiah dalam 20 tahun di Afganistan.

Namun demikian, praktik korupsi yang masif dilakukan oleh pemerintahan Afganistan dan adanya ketidakadilan dalam penegakan hukum membuat kepercayaan rakyat Afganistan luntur terhadap pemerintahannya.

Kondisi tersebut memberikan celah peluang bagi Taliban untuk membangun kekuatan serta mendapatkan simpati dari sebagian rakyat Afganistan. Ditambah lagi momentum penarikan tentara Amerika Serikat dan NATO membuat posisi taliban secara politik semakin menguat.

Baca Juga  Renungan Tahun Baru Islam di Tengah Pandemi Covid-19

Hal ini menunjukan bahwa pendekatan koersif melalui penggunaan militer yang dilakukan Amerika Serikat gagal dalam memerangi Taliban di Afganistan.

Tiga Tahapan dalan Menerapkan Soft Power

Penggunaan konsep soft power bisa menjadi salah satu cara yang patut dicoba dalam memastikan terwujudnya Islam moderat di Afganistan. Dalam upaya tersebut penulis berpendapat bahwa dunia Islam lah yang harus dan dapat berperan penting.

Secara historis Afganistan serta Taliban yang memiliki kultur keislaman yang kuat tidak bisa ditaklukan oleh negara-negara barat dengan pendekatan militernya. Bahkan bisa memunculkan persepsi sentimen anti-barat di tengah rakyat Afganistan setelah invasi militer yang dilakukan oleh Uni Soviet dan Amerika Serikat.

Dengan demikian, dunia Islam melalui Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), di mana Afganistan merupakan salah satu anggotanya, bisa mencoba untuk penggunaan konsep soft power.

Setidaknya ada tiga tahapan dalam konsep soft power ini, yaitu: setting agenda, attraction, dan co-optive.

Pertama, OKI sebagai institusi perlu memiliki rancangan program tentang pentingnya penerapan nilai-nilai moderasi Islam dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Bentuk dari programnya bisa dengan forum dialog, pertukaran pelajar, dan beasiswa untuk mahasiswa, pelatihan nilai-nilai moderasi Islam, serta kunjungan kerja kenegaraan.

Program-program tersebut memilki tujuan untuk menciptakan daya tarik (atrraction) kepada pelajar, mahasiswa, dan tokoh-tokoh di Afganistan tentang penerapan nilai-nilai Islam yang moderat, baik dalam bermasyarakat maupun bernegara.

Jika berhasil dalam menciptakan daya tarik tersebut, maka nilai-nilai moderasi Islam akan dapat diterima dan menyebar dengan sendirinya di masyarakat Afganistan. Kemudian, tahapan akhirnya adalah pemerintahan Afganistan di bawah Taliban dapat bekerja sama dan menggunakan nilai-nilai Islam yang moderat dalam pemerintahannya.

Hal ini sangatlah penting, karena secara historis kepemimpinan Taliban di Afganistan (1995-2001) dalam pemerintahan banyak melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), terutama bagi perempuan. Dengan harapan adanya pengubahan nilai-nilai yang dianut melalui konsep soft power ini, janji wajah baru taliban tersebut tidak hanya menjadi janji manis semata.     

Baca Juga  Sejarah Afghanistan: Taklukkan Uni Soviet dan AS hingga Dikuasai Taliban

Editor: Yahya FR    

Avatar
4 posts

About author
Magister Ilmu Hubungan Internasional Universitas Indonesia. Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Banten. Alumni Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Garut.
Articles
Related posts
Perspektif

Moderasi Hilirisasi Haji

3 Mins read
Dalam beberapa tahun terakhir, hilirisasi haji telah menjadi sorotan penting di Indonesia. Berangkat dari visi untuk memberikan pelayanan haji yang berkualitas dan…
Perspektif

AI dan Masa Depan Studi Astronomi Islam

4 Mins read
Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) merupakan program komputer yang dirancang dan dihadirkan untuk dapat meniru kecerdasan manusia, termasuk kemampuan pengambilan keputusan,…
Perspektif

Pendidikan sebagai Dasar Pembentuk Nilai Hidup

3 Mins read
“Pendidikan (opvoeding) dan pengajaran (onderwijs) merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds