Perspektif

Spirit Maulid dalam Menangkal Perceraian

5 Mins read

Perceraian | Masih dalam suasana peringatan Maulid, tentu kita tidak ingin melewatkan momentum yang sangat mulia ini berlalu begitu saja tanpa mendapatkan pesan yang mendalam dan esensial. Terkadang kita hanya terjebak pada acara ritualnya dan abai dari hal yang lebih subtansial. Apalagi kalau peringatan Maulid hanya dirayakan sekedar seremonial yang hampa dari nilai dan makna.

Tentu dalam peringatan Maulid yang terpenting adalah bagaimana menggali lebih dalam nilai dan pesan yang dapat dipetik dan kehidupan Nabi yang mulia Muhammad dalam kesehariannya. Serta bagaimana memecahkan setiap problem kehidupan dengan merujuk kembali ke kehidupan yang otentik Nabi yang penuh dengan kebaikan, keharmonisan, ketenangan, keakraban, dan saling menghargai antara satu dan yang lainnya.

Problematika Keluarga

Problematika dalam kehidupan keluarga merupakan salah satu masalah yang selalu hadir bagi setiap orang yang telah mengikat diri dalam bingkai pernikahan. Menjadi sesuatu yang alamiah bahwa di setiap kehidupan keluarga akan selalu dihadapkan dengan berbagai macam permasalahan.

Namun dari sekian masalah yang dihadapi, sebagai orang beriman tentu meyakini bahwa setiap masalah tentu tetap ada jalan keluarnya selama kita ingin kembali merujuk ke sumber petunjuk otentik kehidupan, yakni merujuk ke Al-Qur’an dan sunah Nabi Muhammad.

Akan tetapi, terkadang manusia abai terhadap hal tersebut. Sehingga ketika dihadapkan dengan berbagai problem kehidupan masalah, diambillah jalan pintas dan terkadang jauh dari nilai yang dituntunkan oleh syariah dan agama.

Kasus yang teranyar dalam kehidupan rumah tangga adalah makin tingginya tingkat perceraian dalam kehidupan keluarga muslim. Padahal, bila dilihat dari sudut pandang agama, perceraian merupakan sesuatu perbuatan yang meskipun boleh, namun menjadi sesuatu yang dibenci oleh Allah dan hendaknya jangan mudah untuk dilakukan.

Perceraian sebenarnya adalah sebuah tindakan pengkhianatan dari sebuah janji suci. Bagaimana tidak, ketika akad nikah pasangan sudah mengikrarkan diri dengan berjanji di depan wali dan para saksi untuk membina keluarga dan menjalankan fungsi masing-masing sebagai suami dan fungsi sebagai istri.

Sebuah ikrar mulia yang mampu mengubah sebuah hubungan haram menjadi halal, yang menjadikan Allah rida dan malaikat ikut mendoakan. Sebuah prosesi yang dapat menyambungkan dua kelurga besar yang berbeda, baik suku, asal daerah, warna kulit, serta adat istiadatnya. Sebuah proses yang dalam bahasa agama disebut dengan kalimat mitsaaqon gholidza, adalah bentuk perkataan yang sangat berat, penuh amanah dan tanggung jawab, serta wajib untuk dijaga, ditunaikan, dan jangan sampai dilanggar.

Baca Juga  Maulid Nabi: Memupuk Rasa Cinta kepada Rasulullah

Tingginya Kasus Perceraian

Namun faktanya sangat miris, kasus perceraian cukup tinggi di negeri kita. Sehingga menjadikan kita masuk kategori ke dalam negara yang kasus tertinggi di seluruh dunia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Statistik Indonesia 2022, sebanyak 447.743 kasus perceraian terjadi pada tahun 2021. Angka tersebut mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 291.677 perkara, dan data BPS ini merupakan data perceraian untuk orang Islam.

Ironisnya lagi penyebab tertinggi terjadinya perceraian adalah pertengkaran yang terus menerus yang tiada akhir. Salah satu penyebab terbesarnya adalah akibat perselingkuhan. Perselingkuhan ini terjadi bukan hanya dari pihak suami, namun juga banyak dilakukan oleh pihak istri.

Perilaku selingkuh sepertinya sedang menjadi tren di masyarakat kita saat ini. Bagaikan jamur di musim hujan, ia tumbuh dan marasuki semua level keluarga. Mulai kalangan bawah, hingga kalangan atas. Dari rakyat jelata, hingga orang kaya. Dari kalangan tanpa penggemar, hingga kalangan paling digemari. Dari orang tak dikenal, hingga artis paling terkenal. 

Kasus terbaru adalah terkuaknya kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) oleh pasangan artis papan atas berinisial LK dan RB, di mana KDRT terjadi akibat percekcokan serta pertengkaran.

Isu yang berkembang akibat sang suami RB berselingkuh dengan wanita lain yang akhirnya diketahui oleh sang istri, karena tidak terima suaminya selingkuh maka terjadilah pertengkaran hebat. Dari cekcok dan pertengkaran tersebut, akhirnya berujung pada kekerasan dalam rumah tangga.

Mencontoh Keluarga Nabi

Melihat fakta-kata tersebut, maka momentum Maulid sangat penting bagi kita untuk merenungkan kembali bagaimana kehidupan keluarga Nabi dalam membina rumah tangga. Nabi Muhammad merupakan contoh terbaik yang wajib kita tiru bagaimana beliau dalam membangun rumah tangganya menjadi keluarga yang sakinah. Rumah tangga yang dipenuhi dengan kasih sayang dan cinta kasih.

Sebagaimana dikisahkan, Nabi begitu bahagianya dalam berumah tangga, hingga ia mengatakan bahwa rumah tanggaku sudah bagaikan surga bagiku. Perkataan beliau ini cukup terkenal dengan istilah baiti jannati (rumahku adalah bagaikan surga bagiku).

Untuk itu, sangat penting bagi kita untuk kembali mempelajari bagaimana Nabi dalam membangun rumah tangga yang harmonis dan penuh kasih sayang sehingga terwujud suasana keluarga bagaikan suasana surga. Beberapa pelajaran yang dapat dipetik adalah sebagai berikut:

Pertama, Memperbanyak Rasa Syukur dan Sabar

Bersyukur merupakan sifat mulia yang wajib dimiliki oleh setiap pasangan yang telah mengikat diri dalam bingkai pernikahan. Bersyukur atas apa yang telah Allah berikan sekecil dan sebesar apapun itu. Mensyukuri nikmat karena sudah memiliki pasangan merupakan sebuah karunia besar yang mesti disyukuri, karena masih banyak orang lain yang sepadan dengan umur namun belum dikarunia jodoh sehingga belum menikah.  

Baca Juga  Siapa Presiden di Tahun 2024? Refleksi Filosofis atas Kompleksitas Politik Indonesia

Demikian juga dengan sikap sabar, prilaku ini mesti dimiliki oleh setiap pasangan yang telah membangun bahtera rumah tangga. Bersabar terhadap segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh pasangan. Setiap diri wajib menyadari bahwa pasangannya adalah manusia biasa yang tentu memiliki banyak kekurangan.

Tidak ada suami maupun istri yang sempurna, semua memiliki kekurangan, karena pada dasarnya menikah itu bukanlah memasangkan pasangan yang sempurna, akan tetapi saling menyempurnakan terhadap kekurangan pasangan masing-masing.

Suami yang menyadari hal ini, tentu akan berusaha untuk menutup segala kekurangan yang dimiliki oleh sang istri dan begitupun sebaliknya, si istri memiliki kewajiban untuk menutup segala kekurangan sang suami. Bukan justru menceritakan kekurangan pasangan pada orang lain atau dijadikan alasan dan terus mengungkitnya ketika terjadi masalah.

Pasangan yang ideal sebaiknya seperti pesan Al-Qur’an bahwa suami istri itu ibarat pakaian yang saling menutupi dan melindungi, sebagaimana firman Allah di surah Al-Baqarah ayat 187

هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ

Mereka (para istri) adalah pakaian untuk kamu (suami) dan kamu (suami) adalah pakaian untuk mereka (Istri).

Pada ayat ini, Allah memberikan sebuah perumpamaan bahwa setiap pasangan suami istri hendaknya mampu berprilaku seperti pakaian yang memiliki fungsi menutup dan melindungi.

Melindungi dari panas, dingin, serta cuaca yang tidak menentu. Demikian pula suami istri wajib untuk saling melindungi dari berbagai kekurangan dan aib yang dimiliki oleh pasangan. Serta tetap berusaha untuk menutupi kekurangan pasangan dan bekerjasama untuk dapat memperbaikinya.

Kedua, Memaksimalkan Waktu

Tidak bisa dimungkiri bahwa salah satu penyebab tingginya perceraian adalah karena makin kurangnya intensitas pertemuan antar pasangan. Hal itu terjadi akibat masing-masing sibuk dengan pekerjaan dan aktivitasnya sehari-hari.

Untuk itu apabila ada waktu luang, maka masing-masing wajib untuk memaksimalkan diri untuk salin bercengkrama, ngobrol, dan bincang santai. Bahkan lebih baik lagi apabila waktu luang yang ada pergi bersama ke tempat-tempat wisata yang menyenangkan yang dapat menjadikan pasangan lebih mesra.

Baca Juga  Maulid Nabi: Keteladanan Nabi Muhammad dan Semangat Nilai Profetik

Mungkin istri bisa diajak berolahraga bersama, makan di rumah makan yang sesuai selera, atau berkunjung di suatu tempat atau daerah yang dapat menumbuhkan rasa cinta dan kasih supaya terus terjaga.

Nabi Muhammad merupakan sosok suami yang sangat romantis kepada para istrinya. Meskipun setiap harinya beliau dipenuhi dengan berbagai kegiatan dakwah dan mengurusi umat, Nabi senantiasa meluangkan waktu terbaik untuk keluarganya.

Dikisahkan Nabi bersama Aisyah sering diajak berjalan-jalan, bermain, dan berolah raga bersama. Aktivitas seperti ini bisa menjadikan hubungan pasangan makin menjadi lebih mesra dan lebih romantis.

Ketiga, Banyak Memberi dan Tidak Banyak Menuntut

Salahsatu yang bisa menjadi pemicu terjadinya konflik dalam rumah tangga adalah masing-masing individu lebih sering menuntut banyak daripada memberi. Ini tentu jauh dari idealnya sebuah rumah tangga.

Ketika kita telah membuat komitmen untuk berumah tangga, maka hal pokok yang mesti ditanamkan dalam diri adalah bagaimana berusaha semaksimal mungkin untuk dapat memberi yang terbanyak dan terbaik untuk pasangan.

Suami mesti berusaha sekeras mungkin untuk dapat memberikan perhatian terbaik untuk istri dan anak-anaknya. Seorang istri juga berkewajiban bagaimana dapat melayani suami dengan pelayanan prima tanpa selalu mengeluh terhadap segala kekurangan yang dimiliki oleh suami. Berapapun rezeki yang diberikan oleh suami, hendaknya diterima dengan penuh rasa syukur dan bahagia.

Rasulullah telah berpesan kepada semua suami, bahwa yang terbaik bagi seorang suami adalah yang mereka yang senantiasa memberikan yang terbaik untuk istrinya. Sebagaimana sabda beliau,”Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik untuk istrinya. Dan, aku adalah orang yang paling baik untuk istriku.”(HR. At-Tirmidzi).

Demikian pula ketika Rasulullah ditanya siapakah wanita yang paling baik, beliau menjawab “yang paling menyenangkan jika dilihat suami, mentaati suami jika suami memerintahkan sesuatu, dan tidak menyelisihi suami dalam diri dan hartanya dengan apa yang dibenci oleh suaminya.” (HR. An-Nasa’i).

Totalitas memberi dan tanpa banyak menutut merupakan pilihan terbaik untuk terus melanggengkan romantisme serta kebahagiaan dalam rumah tangga.

Terus memberi tanpa mengharap imbalan dapat mengambil spirit potongan sebuah lagu “hanya memberi, tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia”.

Semoga dengan momentum Maulid ini kita dapat mencontoh kehidupan rumah tangga Nabi, sehingga menjadi pelajaran berharga untuk terus mempertahankan bahtera rumah tangga yang dipenuhi dengan keharmonisan, ketenangan dan kebahagiaan. Sehingga dapat menggapai keluarga yang mawaddah, rahmah, serta sakinah.

Editor: Yahya FR

Furqan Mawardi
17 posts

About author
Dosen Universitas Muhammadiyah Mamuju, Pengasuh Pondok MBS At-Tanwir Muhammadiyah Mamuju
Articles
Related posts
Perspektif

Moderasi Hilirisasi Haji

3 Mins read
Dalam beberapa tahun terakhir, hilirisasi haji telah menjadi sorotan penting di Indonesia. Berangkat dari visi untuk memberikan pelayanan haji yang berkualitas dan…
Perspektif

AI dan Masa Depan Studi Astronomi Islam

4 Mins read
Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) merupakan program komputer yang dirancang dan dihadirkan untuk dapat meniru kecerdasan manusia, termasuk kemampuan pengambilan keputusan,…
Perspektif

Pendidikan sebagai Dasar Pembentuk Nilai Hidup

3 Mins read
“Pendidikan (opvoeding) dan pengajaran (onderwijs) merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds