Peristiwa

Suarakan Kesetaraan dan Inklusi Sosial, Aisyiyah Gandeng Jurnalis Nasional

2 Mins read

IBTImes.ID, Yogyakarta – Gandeng para wartawan, Pimpinan Pusat Aisyiyah perkuat komitmen kesetaraan gender, disabilitas, dan inklusi sosial (GEDSI). Bagi Aisyiyah, wartawan adalah bagian dari negara demokratis. Wartawan memiliki kesempatan untuk menyuarakan penderitaan kaum terpinggirkan dan perempuan yang tertindas di saat banyak pihak yang sudah jarang membahas isu tersebut. Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Umum PP Aisyiyah, Tri Hastuti Nur Rochimah, dalam kegiatan Mainstreaming GEDSI di Media: Mengembangkan Jurnalisme Inklusif, di SM Tower Hotel, pada Rabu 6 Agustus 2025, .

“Wartawan merupakan pilar keempat dalam membangun negara yang demokratis. Ketika banyak pihak tidak pernah membahas isu disabilitas yang terpinggirkan dan perempuan yang tertindas, jurnalis justru hadir untuk menyuarakan penderitaan tersebut,” ujar Tri.

Kegiatan yang diikuti 95 jurnalis ini bertujuan memperkuat peran media dalam menyuarakan isu gender, disabilitas, dan inklusi sosial (GEDSI). Tri menyampaikan bahwa ‘Aisyiyah, sebagai organisasi yang peduli terhadap kelompok rentan dan isu ketidakadilan, menyadari masih banyak hal yang perlu disuarakan.

“‘Aisyiyah ingin menggandeng rekan-rekan jurnalis untuk bersama-sama membangun tatanan yang lebih setara dan adil bagi semua pihak,” kata Tri.

Tri berharap kegiatan ini dapat menjalin kerja sama antara ‘Aisyiyah dan media dalam mengangkat isu ketidakadilan gender, disabilitas, dan inklusi sosial.

“Suara jurnalis lebih nyaring dan lantang untuk mewakili mereka yang tidak mampu bersuara. Menyuarakan kebenaran adalah tugas mulia yang diemban jurnalis,” ucap Tri.

Ia menegaskan bahwa diskriminasi dapat dialami siapa saja dan di mana saja.

“Diskriminasi sangat berkonteks dan tidak tunggal, bisa dialami individu, kelompok, hingga negara terkait kebijakan yang diterapkan, tergantung pada tempat kita tinggal,” jelas Tri.

Oleh karena itu, Tri menekankan pentingnya memberikan kesempatan yang sama bagi semua individu dengan berbagai identitasnya.

Baca Juga  Al-Kindi, Bapak Filsafat Umat Islam

“Kelompok marginal masih belum mendapatkan akses, manfaat, dan kontrol terhadap sumber daya yang ada. Harapannya, pembangunan kita adil, setara, inklusif, dan berkelanjutan,” tegas Tri.

Niki Alma Febriana Fauzi dari Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah menambahkan bahwa realitas masih menunjukkan sebagian umat Islam memandang perempuan dan kelompok disabilitas sebagai kelompok marginal, sehingga diskriminasi, pelecehan, dan ketidakadilan sosial masih terjadi.

“Islam adalah agama yang membawa rahmat bagi semua, termasuk kelompok difabel, perempuan, dan kelompok rentan lainnya,” ucap Niki.

Menurut Niki, Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah berupaya melakukan ijtihad terkait isu Gender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial (GEDSI), agar masyarakat melihat bahwa Islam memiliki pemikiran progresif. Ia mengajak jurnalis untuk berkontribusi dengan menulis laporan yang menggunakan perspektif GEDSI, terutama dengan sentuhan keagamaan, mengingat sebagian masyarakat Indonesia masih dipengaruhi perspektif tersebut.

Sementara itu, Sonya Hellen, jurnalis senior dari Kompas, menyebutkan tiga pilar penting dalam memperkuat jurnalisme inklusif: keberagaman perspektif, representasi yang adil, serta menghindari stereotip dan bias. Ia juga membagikan cara praktis menerapkan GEDSI dalam jurnalisme:

  1. Bahasa yang hormat – Gunakan terminologi yang tepat, sesuai, dan tidak merendahkan.
  2. Representasi berimbang – Pastikan semua kelompok mendapat porsi yang adil dalam narasi dan kutipan narasumber.
  3. Dari objek ke subjek – Posisikan kelompok marginal sebagai aktor yang memiliki hak untuk bersuara, bukan sekadar penerima bantuan.

“Jurnalis perlu persiapan sebelum meliput,” tukas Sonya.

Persiapan tersebut mencakup riset latar belakang sosial, budaya, dan sejarah kelompok yang diliput, menyiapkan pertanyaan yang hormat, menghindari pertanyaan sensitif atau menghakimi, serta memastikan keamanan dan privasi narasumber, terutama kelompok rentan.

Sonya juga mengajak jurnalis untuk menggali kebenaran di balik peristiwa. jika merasa ada kejanggalan dalam suatu kejadian, seseorang harus mencari tahu latar belakangnya, karena kebenaran tidak akan ditemukan hanya dengan meliput peristiwa dari depan layar laptop.

Baca Juga  SMA Trensains Tebuireng Masuk 5 Besar SMA Swasta Islam Terbaik se Jawa Timur

“Jika merasa ada yang aneh dari suatu kejadian, cari tahu latar belakangnya. Kebenaran tidak akan ditemukan jika hanya meliput peristiwa di depan layar laptop. Kerja jurnalis adalah kerja otak dan kaki—otak untuk selalu skeptis, kaki untuk mencari kebenaran dengan bertemu orang-orang di lapangan,” pungkas Sonya.

(Assalimi)

Related posts
Peristiwa

Ketua MPR Tegaskan Keseriusan Pemerintah Tangani Banjir dan Longsor di Sumatra

1 Mins read
IBTimes.ID – Ketua MPR RI Ahmad Muzani menegaskan bahwa pemerintah menunjukkan keseriusan tinggi dalam menangani dampak bencana banjir dan tanah longsor yang…
Peristiwa

Prabowo Kunjungi Pengungsi Aceh Tengah, Tegaskan Negara Hadir untuk Pemulihan

1 Mins read
IBTimes.ID – Presiden Prabowo Subianto mengunjungi para pengungsi korban bencana di wilayah Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, pada Jumat (12/12/2025). Dalam pertemuan tersebut,…
Peristiwa

Presiden Prabowo: Pemerintah Mulai Tertibkan Pembalakan Liar

1 Mins read
IBTimes.ID – Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa pemerintah telah mengambil langkah konkret untuk menertibkan praktik pembalakan liar yang masih terjadi di sejumlah…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *