Kaunia

Sudah 109 Tahun, Sampai Mana Kemuhammadiyahan Kita?

3 Mins read

Rasanya baru kemarin kita memperingati milad 108 tahun Muhammadiyah, kini sebentar lagi peringatan ke 109 tahun lahirnya Persyarikatan yang didirikan di Kauman, 18 November 1912 itu. Berbagai dinamika, permasalahan, capaian organisasi ini tak jarang kita dengar. Hampir setiap tahunnya meresmikan gedung, meraih prestasi dari amal usahanya, hingga aksi-aksi sosial yang tak diragukan lagi perannya.

Sampai di Mana Kemuhammadiyahan Kita?

Namun, dari semua pencapaian Muhammadiyah, terkadang kita bertanya-tanya pada diri kita sendiri. Sudah sejauh apa kita bermuhammadiyah? Sampai di mana kemuhammadiyahan kita? Apa hanya sekadar menjadi anggota, punya kartu anggota, ikut perkaderan, aktif di ortom (organisasi otonom), atau mengabdi di amal usahanya? Hakikat dari bermuhammadiyah sejatinya tidak hanya soal seperti apa kita berorganisasi, tapi juga secara luas sejauh mana kita bisa meneladani Nabi Muhammad saw sebagaimana namanya yang disematkan dalam organisasi yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan tersebut.

KH. Ahmad Dahlan menyematkan nama Muhammad pada Persyarikatan Muhammadiyah bukanlah asal-asalan, nama yang merujuk kepada pengikut Rasululllah tersebut bukan sekadar menjadi pengikut (followers), tapi juga mengikuti sunnahnya. Bermuhammadiyah artinya meneladani Nabi Muhammad saw dengan cara-cara yang adaptif, kenapa adaptif? Karena perkembangan zaman terus berubah, ketika dakwah tidak menyesuaikan kondisi kekinian, maka akan mudah ditinggalkan.

Dari nama Muhammadiyah itulah utopia dari KH. Ahmad Dahlan menjadikan organisasi ini sebagai representasi dari apa yang ada dalam Al-Quran dan Hadis. Sehingga, kedua pegangan umat Islam itu tak hanya dihafal dan dibaca, namun juga diaplikasikan dalam kehidupannya. Kira-kira seperti itu harapan dari Kyai Dahlan saat memberi nama Muhammadiyah, karena tak mungkin KH. Ahmad Dahlan menamai tanpa mempunyai tujuan dari nama yang ia inisiasi.

Baca Juga  Aktif dalam Pemberdayaan Desa, UMY Raih Dua Penghargaan dalam Abdidaya 2021

Dari segi bahasa (etimologi), seluruh umat Islam adalah Muhammadiyah, dengan menjalankan sunnah Rasulullah, maka kita sudah bermuhammadiyah. Dengan kata lain, Keislaman dan Kemuhammadiyahan menjadi satu kesatuan jika ditinjau dari segi makna.

Bermuhammadiyah Dari Sisi Persyarikatan

Ketika kita sudah memahami makna dari arti Muhammadiyah, lalu kita melihat dari sisi Muhammadiyah sebagai organisasi atau persyarikatan. Terkadang kita mengaku sebagai kader, mengikuti jenjang perkaderan, namun lupa saat proses itu sudah purna (selesai). Kita diam saat Muhammadiyah redup syiarnya, kita acuh melihat Muhammadiyah yang tak ada kegiatan.

Terlebih lagi, kita menjadikan Muhammadiyah sebagai ‘batu loncatan’ untuk mendapatkan sebuah jabatan, sehingga idelogis terkikis oleh sifat pragmatis. Memanfaatkan organisasi untuk kepentingan pribadi, datang ketika butuh, namun hilang saat Muhammadiyah butuh. Hal ini lah yang akhirnya mereduksi khittah perjuangan dari persyarikatan.

Mengingat apa yang disampaikan Prof. Din Syamsuddin, yang tak ikhlas berjuang di Muhammadiyah, dia akan terpelanting. Karena keikhlasan itu sendiri, menjadi nilai yang terkandung dalam gerakan Muhammadiyah. Kalau saja KH. Ahmad Dahlan tidak ikhlas dalam mendirikan Muhammadiyah, mungkin Muhammadiyah tidak akan sebesar dan bertahan hingga lebih dari satu abad.

Rela berkorban demi misi dakwah dan kemaslahatan yang diemban Muhammadiyah, merupakan kunci dari bermuhammadiyah itu sendiri. Mengikuti dan mentaati apa yang telah menjadi garis kebijakan organisasi, dengan kata lain, sami’na wa atho’na, menjadi komitmen warga, anggota, dan bahkan kader Muhammadiyah dalam menggerakkan organisasi.

Menghidupkan dakwah, menjaga marwah, merupakan tugas sebagai kader dan anggota Muhammadiyah. Sehingga di usianya yang ke 109 tahun ini, banyak peran dari organisasi ataupun tokohnya yang didedikasikan untuk umat dan bangsa. Sebagaimana yang kita ketahui, tiga tokoh Muhammadiyah masuk sebagai tokoh muslim yang paling berpengaruh di dunia.

Baca Juga  Hamim Ilyas: Islam adalah Agama Pembawa Rahmat

Belum lagi amal usahanya menjadi yang terbaik di dunia, seperti Universitas Muhammadiyah Malang. Dari organisasinya sendiri memiliki banyak peran baik untuk bangsa dan juga internasional, semua ini di raih dan dapat dicapai karena keikhlasan dan ketulusan dalam bermuhammadiyah. Lalu pertanyaannya, sudah sampai dimana kemuhammadiyahan kita? Tentunya pertanyaan ini menjadi refleksi dan bahan muhasabah diri kita masing-masing.

Memiliki Kualitas, Mengejar Kuantitas

Apa yang menjadi tanya tersebut, merupakan pertanyaan yang jawabannya ada pada diri kita. Karena dalam bermuhammadiyah tidak semudah membalikan telapak tangan, selalu ada tantangan yang menjadi ujian. Berbagai godaan dari materi hingga jabatan yang menyilaukan, terkadang membuat lupa dan lalai dari tujuan Persyarikatan. Memberi kebermanfaatan, menjadi ummatan yang wasathan. Menjaga nilai-nilai kebangsaan, serta terpenting menjadi agen dakwah Islam yang berkemajuan. Maju secara ilmu, sehingga bisa adaptif sesuai kondisi masyarakat.

Memang secara kuantitas, Muhammadiyah masih kalah jumlah dengan saudara mudanya, Nahdlatul Ulama. Namun, harapannya ke depan, Muhammadiyah mempunyai big data tentang banyaknya anggota yang nantinya menjadi acuan dalam setiap gerakan. Dari amal usahanya, sudah terdata baik yang ada didalam ataupun luar negeri. Tetapi untuk warga, anggota, kader, sampai simpatisan, Muhammadiyah perlu untuk mempunyai database yang terupdate. Rasanya itu perlu, kalaupun sudah ada, mungkin penulis saja yang belum tau.

Tetapi secara kualitas, Muhammadiyah telah membuktikannya dan sangat gamblang bisa kita lihat dan rasakan. Bermuhammadiyah sejatinya dalam rangka li’ibtighai mardlotillah (mencari ridha Allah SWT), sebagai jalan penghambaan kepada Ilahi robbi. Maka, niatkan dalam hati, tekadkan dalam diri, untuk membuat hidup kita lebih bermanfaat untuk semua. Bukan demi keuntungan pribadi, namun lebih mengutamakan kepentingan bersama.

Baca Juga  Sukidi: Tidak Ada Makna di Dalam Alquran

Dalam bermuhammadiyah, sederhananya tinggal kita memilih, menjadi bagian dari solusi, atau bagian dari masalah (organisasi). Hal itu bisa ditanyakan pada diri kita masing-masing, sudah sejauh apa kemuhammadiyahan kita? Sudah sampai dimana kita bermuhammadiyah? Karena 109 tahun usianya, Muhammadiyah tiada henti menebar nilai utama. Yakni nilai-nilai Islam, kebangsaan, serta memberikan rasa optimis dalam mengatasi setiap permasalahan.

Editor: Nabhan

Hendra Hari Wahyudi
97 posts

About author
Anggota Majelis Pustaka, Informasi dan Digitalisasi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur periode 2022-2027
Articles
Related posts
Kaunia

Ru'yat Ta'abbudi dan Penyatuan Kalender Islam

2 Mins read
Perkembangan pemikiran tentang kalender Islam di kalangan ormas Islam mengalami kemajuan baik dari segi pemikiran maupun instrumentasi astronomi yang dimiliki. Hal ini…
Kaunia

Menaksir Berat Sapi Secara Cepat

1 Mins read
Kaunia

Moderasi dalam Sidang Isbat

3 Mins read
Di Indonesia kehadiran sidang Isbat sudah lama diperdebatkan keberadaannya. Di satu sisi dianggap sebagai jembatan untuk mempertemukan perbedaan pandangan antara pendukung hisab…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds