Bagi sebagian orang, kata sumpah Li’an adalah hal yang jarang di dengar. Lalu, apa sebenarnya sumpah Li’an ini? Tulisan ini mencoba memperkenalkan apa itu sumpah li’an dan resiko dari sumpah tersebut.
Sumpah Li’an
Pertengkaran dan perselisihan antar pasangan suami dan istri menjadi topik umum dibicarakan ketika telah berumah tangga. Permasalahan baik kecil maupun besar kadang silih berganti hadir mewarnai kehidupan sebuah keluarga. Meski semua itu tak diharapkan kehadirannya, rasa-rasanya ada yang kurang bila dalam suatu keluarga tak ada konflik timbul. Segala konflik dan permasalahan sejatinya merupakan proses untuk menuju kedewasaan berpikir.
Ketika berumah tangga, terkadang ada permasalahan yang menjadi dalang putusnya sebuah hubungan pernikahan. Dalam Islam, hal itu biasa disebut talak atau perceraian. Sebuah permasalahan umumnya memang terjadi di lingkup internal rumah tangga. Tapi ternyata, cukup banyak didapati retaknya sebuah hubungan disebabkan oleh faktor luar, seperti adanya orang ketiga hingga kasus perzinahan.
Meyakini pasangan telah berzina tidak boleh dilakukan sembarangan, kecuali dengan mendatangkan empat orang saksi. Jika ia tak mampu membuktikan, maka ia harus melakukan sumpah. Menurut syari’at, inilah yang disebut dengan Sumpah Li’an. Li’an merupakan salah satu penyebab putusnya sebuah ikatan pernikahan yang memiliki akibat yang sangat berat. Penjelasan terkait li’an ini secara gamblang dapat ditemukan dalam QS. An-Nur ayat 6-9.
Li’an merupakan sumpah yang dilakukan oleh seorang suami kepada istrinya bahwa ia telah melakukan perbuatan zina dengan laki-laki lain. Ataupun sang suami enggan mengakui anak yang dilahirkan oleh istrinya sebagai anak kandung. Suami melakukan sumpah sebanyak empat kali, lalu yang kelima ditegaskan lagi bahwa jika suami berdusta, maka laknat Allah akan menimpanya. Kemudian, sang istri menolak sumpah itu dengan sumpah empat kali pula dan yang kelima bersedia menerima laknat Allah kepadanya, jika suami benar sumpahnya.
Terjadinya sumpah li’an masih erat kaitannya dengan perbuatan Qadzaf atau tuduhan berzina kepada wanita yang shalihah, namun tak memiliki empat orang saksi yang untuk membuktikan tuduhannya itu. Kalaulah suami memilih jalan li’an, maka ia akan terbebas dari hukuman Qadzaf, yakni delapan puluh kali dera dan kesaksiannya tidak boleh diterima. Meski ia telah terbebas dari sanksi itu, namun ia akan menghadapi perkara yang jauh lebih berat resikonya, yakni sumpah li’an yang mengandung laknat Allah bagi yang berdusta.
Asal Usul
Pada masa Rasulullah saw, pernah terjadi kasus li’an yang melibatkan seorang sahabat bernama Hilal bin Umayyah. Imam Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan, bahwa dahulu Hilal pernah menghadap Rasulullah dan menuduh istrinya telah berzina dengan Syarik bin Sahma. Namun, Hilal yang telah yakin tak punya empat orang saksi untuk membuktikan kebenaran tuduhannya.
Lalu, turunlah QS. An-Nur ayat 6 tentang li’an : “Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina), padahal mereka tidak memiliki saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya ia termasuk orang-orang yang benar.”
Kemudian, Hilal dan istrinya melakukan sumpah li’an seperti penjelasan ayat tadi. Namun, sang istri belum sempat mengucapkan sumpah kelima, karena dicegah oleh orang-orang sekitar.
Menanggapi itu Rasulullah saw. memerintahkan untuk menunggu bayi yang lahir dari istri Hilal sembari memperhatikan ciri-ciri bayi tersebut. Jika bayi itu memiliki mata yang juling, pinggulnya besar serta betisnya besar, maka bayi itu berasal dari Syarik bin Sahma. Ternyata, bayi yang lahir memiliki ciri-ciri yang sama dengan apa yang telah Rasulullah saw. sebutkan.
Konsekuensi
Segala aturan dan ketetapan yang telah Allah berikan tentu memiliki kebaikan dan kemashlahatan bagi umat manusia. Begitu pula dengan adanya sumpah li’an yang hakikatnya untuk menjaga kemurnian nasab seseorang, khususnya anak dengan bapaknya. Selain itu, tujuan dari li’an untuk menutup rapat-rapat pintu kemaksiatan. Namun, sumpah li’an ini juga mengandung konsekuensi yang sangat berat, yakni mengundang laknat Allah.
Siapapun pasti enggan mendapat kemurkaan Allah. Murka Allah yang berupa laknat ini akan menimpa siapapun yang berdusta dengan sumpah li’annya. Di antara pihak yang bersumpah, pastinya hanya ada satu orang yang benar. Maka, diharapkan untuk berhati-hati sebelum memutuskan akan melakukan sumpah ini.
Tak hanya mengundang murka Allah, Syari’at Islam menetapkan bahwa sumpah li’an juga berakibat pada putusnya pernikahan selama-lamanya. Artinya, setelah melakukan sumpah li’an, pasangan suami istri tak boleh rujuk kembali di kemudian hari. Ini juga dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 125. Hanya saja, pada pasal 128 KHI pula disebutkan bahwa li’an hanya sah bila dilakukan di hadapan sidang pengadilan.
Masih terkait dengan konsekuensi li’an, jika suami dalam sumpahnya menolak adanya anak, maka anak yang lahir hanya dinasabkan kepada ibunya dan berhak mewarisi pula dari ibunya tersebut. Sang istri bisa saja menanggung malu akibat tercemarnya nama baik diri dan keluarganya di masyarakat. Barangkali, pada kondisi tertentu, li’an menjadi cara terakhir dalam mengurai permasalahan yang sulit terungkap.
Editor: Sri/Nabhan