Feature

Surat Terbuka Untuk Panji: Jika Tak Mampu Beri Solusi, Jangan Gaduh!

5 Mins read

Pada Rabu (20/1) malam, saya sedang memegang kartu Uno bersama dengan beberapa teman sesama aktivis Muhammadiyah. Tangan kanan saya memegang kartu Uno, tangan kiri memegang gawai sambil scroll-scroll media sosial layaknya anak muda lainnya.

Ketika membuka kolom “search” di Twitter, saya menemukan kata “Muhammadiyah” nongol di tempat yang agak atas. Tanda bahwa kata tersebut sedang ramai diperbincangkan. Setelah saya lihat-lihat sejenak, ternyata betul. Netizen sedang marah karena ada seorang tokoh publik yang menyebut NU dan Muhammadiyah elitis, sementara FPI lebih merakyat.

Sejak Rabu (20/1) malam hingga Kamis (21/1) pagi, “Muhammadiyah” dan “Panji” ramai diperbincangkan oleh netizen, terutama di Twitter. Saya mengenal Mas Panji Pragiwaksono sebagai seorang Komika ketika yang sering mengusung isu-isu kebangsaan dan keindonesiaan. Hal ini, sependek pengetahuan saya, yang menjadi nilai lebih Mas Panji dibandingkan dengan komika lain.

Selain komika, di Wikipedia Mas Panji disebut sebagai seorang aktor, penyiar radio, presenter televisi, penulis buku, dan penyanyi rap. Jam terbang pria kelahiran Singapura yang begitu tinggi di dunia entertainment ini tentu membuatnya didengarkan oleh banyak orang dan memiliki kemampuan menghibur orang dengan cukup baik.

Di sisi lain, Mas Panji juga seorang yang memiliki tingkat intelektualitas cukup tinggi jika dilihat dari buku yang sudah ia tulis. Buku yang ia tulis pun bukan buku-buku yang tidak bernilai, melainkan buku-buku tentang kebangsaan dan keindonesiaan yang cukup hebat. Perpaduan antara artis dan penulis buku ini adalah perpaduan yang sulit dan tidak banyak dimiliki oleh orang di Indonesia.

Dalam sebuah kesempatan, saya pernah mendengar Mas Panji berkata: “Bukan karena saya ingin sok nasionalis atau apa. Tapi karena saya ngerasa Indonesia itu asik jika dibicarakan dari berbagai sudut. Selalu asik kalo ngomongin Indonesia itu. Makanya materi-materi saya selalu tentang Indonesia.”

Selain itu, sebagai seseorang yang bergelut di dunia hiburan, tentu menarik ketika ia tiba-tiba membicarakan FPI, NU, dan Muhammadiyah. Salah satu ormas keagamaan yang lahir belakangan namun sering “rewel” di hadapan negara.

Pasca pembubaran FPI, sebagai seorang YouTuber Mas Panji tidak ingin kehilangan momen. Ia langsung membuat video podcast 53 menit bersama kedua kawannya untuk membahas FPI. Mereka membahas hal-hal seputar FPI dan kehidupan di Petamburan. Tentu apa yang mereka bahas bersifat otoritatif karena kedua narasumber atau teman yang diajak ngobrol oleh Panji adalah orang Petamburan. Maka ketika mereka membicarakan realitas di sekitar mereka, mereka benar sesuai dengan ruang dan waktu mereka. Namun belum tentu untuk orang lain.

Baca Juga  Imam Khomeini, Pemimpin Tertinggi Iran yang Tinggal di Desa dan Rumah Kontrakan

Saya sebagai seseorang yang tentu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Panji, tentu tidak layak untuk memberi masukan Mas Panji. Di dunia hiburan, nama saya tidak ada sama sekali, bahkan jika hanya menjadi tokoh paling figuran. Di dunia buku, saya hanya konsumen yang tidak pernah menyelesaikan membaca satu buku secara utuh, alih-alih menulis seperti Mas Panji. Namun, ijinkan saya untuk memberikan perspektif lain dari apa yang telah disampaikan oleh Mas Panji dalam video 53 menitnya itu.

“Pak Tamrin Tomagola, seorang sosiolog itu mengatakan bahwa FPI itu lahir karena kedua ormas besar NU dan Muhammadiyah itu jauh dari masyarakat. Mereka tu elit-elit politik. FPI waktu itu deket ke rakyatnya. Ini yang gue denger dari Pak Tamrin Tomagola.

“Dulu nih FPI tahun 2012 kalo misalnya ada anak mau masuk ke sebuah sekolah, kemudian nggak bisa masuk, biasanya orang tuanya ke FPI minta surat. Dibawa surat itu ke sekolah, anak itu bisa masuk. Terlepas dari surat itu menakutkan atau gimana, tapi nolong warga. Kalau misalnya ada warga yang sakit, mau berobat, nggak punya duit. Ke FPI. Kadang-kadang FPI ngasih duit, kadang-kadang ngasih surat. Suratnya dibawa ke dokter, jadi diterima,” kalimat tersebut diucapkan oleh Mas Panji pada menit ke-49 di kanal YouTubenya dan akhirnya menjadi viral.

Saya ini SMP & SMA di sekolah Muhammadiyah. Karena biaya di SMP dan SMA relatif mahal karena sekolahnya menggunakan sistem pesantren modern, maka orang tua saya tidak mampu membayar. Orang tua saya diberikan keringanan untuk membayar SPP hanya setengahnya saja.

Ketika kuliah, dengan kebaikan hati Muhammadiyah, saya tidak pernah membayar uang sepeserpun hingga saat ini. Tidak hanya itu, saya juga mendapatkan asrama gratis lengkap dengan fasilitasnya. Bahkan, ketika mengikuti kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh organisasi otonom Muhammadiyah, saya diberikan uang saku oleh kampus saya yang merupakan kampus Muhammadiyah.

Baca Juga  Islam di Amerika: Tantangan dan Peluang

Tentu hal ini tidak saya rasakan sendirian. Jangan bayangkan saya adalah anak emas kampus yang selalu diberikan privilige. Sama sekali tidak. Fasilitas yang saya dapatkan itu juga dirasakan oleh ribuan penerima beasiswa di Kampus atau Sekolah Muhammadiyah di seluruh Indonesia.

Di asrama saya, sebuah asrama milik kampus Muhammadiyah terbesar di Indonesia telah berusia 38 tahun. Asrama saya memberikan beasiswa penuh bagi mahasiswa yang kuliah di kampus tersebut sekaligus memberikan asrama gratis. Ada fase sekitar 8 tahun dimana asrama meniadakan beasiswa. Anggap saja asrama, atau Muhammadiyah, memberikan beasiswa selama 30 tahun.

Setiap tahun asrama tersebut diisi oleh 40 mahasiswa. Sehingga selama 30 tahun asrama tersebut sudah meluluskan 1200 mahasiswa. Dan saya yakin bahwa mayoritas orang yang masuk ke asrama tersebut adalah anak-anak yang orang tuanya tidak mampu membiayai kuliah anaknya sehingga harus mencari beasiswa. Dan satu lagi, mayoritas mahasiswa yang tinggal disana berasal dari daerah-daerah di luar Pulau Jawa.

Asrama saya, yang dimiliki secara sah oleh Muhammadiyah, telah membantu melakukan transformasi 1200 orang dari masyarakat kelas bawah menuju minimal masyarakat kelas menengah, bahkan kelas atas. Belum dengan kampus yang lain.

Dan sekali lagi, hal seperti ini tidak hanya dilakukan oleh kampus saya. Muhammadiyah memiliki lebih dari 170 perguruan tinggi. Lebih banyak daripada milik negara. Jika satu perguruan tinggi saja memberikan beasiswa kepada 50 orang, setiap tahun, dikali dengan jumlah perguruan tinggi Muhammadiyah, berapa orang yang bisa menikmati beasiswa itu?

Kalau mau lihat tentang seberapa jauh Muhammadiyah telah membantu orang sakit, Mas Panji bisa melihat data Majelis Pembina Kesehatan Umum PP Muhammadiyah. Nanti Mas Panji bisa hitung sendiri. Karena banyaknya data rumah sakit yang dimiliki oleh Muhammadiyah, saya tidak berani menghitungnya satu persatu. Jangan kira rumah sakit Muhammadiyah yang disebut dengan PKU itu didirikan untuk bisnis. Spirit PKU adalah menolong orang miskin yang tidak bisa berobat ke rumah sakit besar, agar bisa tetap berobat di PKU. Kapan-kapan kita bisa ngobrol tentang spirit ini.

Baca Juga  Riset : Pergeseran Preferensi Politik Warga Muhammadiyah 2024

Dan kalau Mas Panji menyebut bahwa Muhammadiyah dan NU jauh dari masyarakat, duh, saya jadi bingung mau ngomong apa. Mas Panji, saya ini wartawan di web lazismu.org. FYI, Lazismu adalah lembaga organisasi pelaksana zakat, infaq, dan sedekah milik Muhammadiyah. Ketika menulis berita, saya bingung karena kegiatan Lazismu di seluruh Indonesia itu hanya memberi terus-menerus.

Hari ini saya menerbitkan tiga judul. “Lazismu Sukoharjo Menyalurkan Bantuan ke Panti Asuhan,” “Lazismu Parepare Memberikan Paket Sembako ke Lansia,” dan “Lazismu Banyumas Melakukan Bedah Rumah untuk Pak Darto.”

Kemaren, saya merilis tiga berita yang isinya kegiatan Lazismu daerah yang membiayai orang yang tidak bisa berobat, memberi bantuan korban bencana, dan membagikan nasi bungkus ke tukang becak. Kemarinnya lagi, Lazismu ini membantu itu, Lazismu sana membantu sini, dan seterusnya, dan seterusnya. Saya pusing Mas Panji, saya pusing karena Lazismu ini terlalu banyak memberi dan tidak banyak melakukan hal-hal yang viral dan banyak bicara sehingga nama wartawannya juga ikut terangkat.

Sebenarnya masih banyak sekali yang ingin saya sampaikan ke Mas Panji. Hanya saja, karena keterbatasan kolom, saya hanya bisa menyarankan Mas Panji beserta Pak Tamrin Tomagola untuk membaca berita tentang Muhammadiyah. Sukur-sukur ikut memviralkan.

Karena, menurut Kim Hyung Jun, salah satu antropolog dari Korea, Muhammadiyah ini terlalu ikhlas dalam beramal sehingga tidak suka hal-hal yang ramai dan gegap gempita seperti FPI. Maka saya mengajak Mas Panji untuk memviralkan kegiatan-kegiatan Muhammadiyah yang ada di berbagai daerah di seluruh Indonesia dan menjadi influencer Muhammadiyah. Agar esok lusa tidak ada lagi artis yang bilang NU dan Muhammadiyah jauh dari masyarakat. Semoga.

Oh iya, saya jadi ingat pesan Pak Haedar, Ketua Umum PP Muhammadiyah, bahwa kalau kita tidak bisa memberi solusi bagi persoalan-persoalan kehidupan, minimal jangan sampai kita membuat gaduh.

Avatar
114 posts

About author
Mahasiswa Dual Degree Universitas Islam Internasional Indonesia - University of Edinburgh
Articles
Related posts
Feature

Rakernas dan Dinamika Dunia Wakaf

4 Mins read
Jogja, Jumat 1 November 2024. Pukul 05.30 pagi dengan sebuah mobil dari Ringrud Selatan Jogja kami menuju Kartasura. Di perjalanan ikut bergabung…
Feature

Perkuat Toleransi Sejak Dini: Cerita Pesantren Muhammadiyah Terima Kunjungan SMA Kristen

2 Mins read
Kunjungan studi yang dilakukan oleh para siswa Sekolah Kanisius Jakarta ke pesantren Muhammadiyah Al-Furqon, sejak Rabu, 30/10/2024 sampai Jum’at, 1/11/2024 merupakan sebuah…
Feature

Tasawuf di Muhammadiyah (1): Lahirnya Neo-Sufisme

4 Mins read
Ketika mendiskusikan tasawuf di Muhammadiyah, maka yang dibicarakan adalah tasawuf bentuk baru atau Neo-Sufisme. Muhammadiyah sendiri—dalam hal ini tokoh-tokohnya—tidak menolak sepenuhnya tentang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds