Report

Syafiq Mughni: Islam Berkemajuan itu tidak Tekstual

2 Mins read

IBTimes.ID – Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Syafiq Mughni menyebut ada lima ciri Islam Berkemajuan. Antara lain berlandaskan tauhid, kembali kepada Alquran dan sunnah, menghidupkan ijtihad dan tajdid, mengembangkan wasathiyah, dan menunjukkan sifat rahmatan lil-‘alamin.

Dalam hal kembali kepada Alquran dan sunnah, menurut Syafiq, Muhammadiyah tidak tekstual. Melainkan menggunakan penafsiran kontekstual.

“Ada dimensi logika, ilmu pengetahuan dan teknologi yang harus kita libatkan dalam memaknai Alquran dan Sunnah itu,” ujar Syafiq.

Hal tersebut ia sampaikan dalam Pengajian Ramadan 1444H PP Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Sabtu (25/3).

Menurut Syafiq, dalam keyakinan Muhammadiyah, tauhid itu bukan hanya sekadar keyakinan, tapi juga pengamalan. Selain itu, Muhammadiyah menghindari perdebatan kalam ataupun teologis.

“Oleh karena itu garis besarnya, bahwa tauhid yang jadi landasan bagi Muhammadiyah atau Islam Berkemajuan itu adalah tauhid yang punya implikasi bagi kehidupan sosial, bagi alam semesta. Juga bagaimana manusia sebagai makhluk yang tunggal itu harus dimuliakan, ditinggikan derajatnya, dicerahkan dengan dakwah penuh cinta agar mereka kembali ke jalan yang benar dan menghindari jalan yang sesat,” jelasnya sebagaimana dilansir dari laman PP Muhammadiyah.

Di poin kedua, ia menyebut bahwa Muhammadiyah menjadikan Alquran dan Sunnah sebagai pedoman. Namun, meski demikian, Muhammadiyah tidak asal menelannya secara mentah-mentah (tekstual).

Contoh paling aktual soal ini, kata Syafiq adalah cara Muhammadiyah mengartikan hadis terkait penentuan waktu puasa Ramadan yang bunyinya Shumu li ru’yatii wa afthiru li ru’yatihi  fa in ghummiya ‘alaikum al-syahru fa ‘uddu tsalatsina.

Dalam konteks ijtihad, menurut Syafiq, Muhammadiyah berpendapat bahwa pintu ijtihad tidak akan tertutup sampai akhir zaman.

“Bagi Muhammadiyah, baik secara normatif maupun tidak, ijtihad itu tidak pernah tertutup, terus terbuka bahkan sampai ashrun (zaman) taklid pun, tetap ada orang yang berijtihad,” kata Syafiq.

Baca Juga  Dakwah Muhammadiyah itu Kultural, Bukan Gegap-Gempita

Sementara itu, sikap tengahan (wasatiyah), imbuhnya, diambil dari makna Surat Al-Baqarah ayat 143 untuk menjadi umat tengahan (ummatan wasathan). Dalam berbagai tafsir, ummatan wasathan diartikan sebagai umat terbaik (khairu ummah).

“Maka harus dipertahankan ke-wasatiyah-an ini dan jangan sampai terseret ke kanan yang ekstrim atau ke kiri yang tasahul, meremehkan (syariat). Jadi tidak terlalu liberal dan tidak terlalu konservatif,” jelas Syafiq.

Sifat rahmatan lil ‘alamin, menurutnya, ditunjukkan kepada siapapun tanpa membeda-bedakan latar belakang. Termasuk kepada yang berbeda agama, dan kepada lingkungan.

“Bagaimana kita menjadi rahmat bagi lingkungan. Ini saya kira pemahaman yang komprehensif, bukan berarti reduksionis yang menyederhanakan Islam menjadi sekadar rahmat, tapi karena memang isi dari Islam itu adalah rahmatan lil-‘alamin,” ujarnya.

“Maka menjadi tugas kita semua untuk mewujudkan lima ciri khas atau al khasaaish al khamsah ini supaya menjadi ciri dari kita baik keputusan yang diambil tarjih, kebijakan pimpinan, maupun gerakan dan pengkhidmatan kita. Untuk membangun dunia yang aman dan sejahtera karena mendapat limpahan dari rahmatan lil-‘alamin,” pungkas Syafiq.

(Afn/Yusuf)

Related posts
Report

Muktamar JIMM 2023: Mendorong Pembaharuan Pemikiran, Pengetahuan, dan Gerakan Muhammadiyah

7 Mins read
IBTimes.ID – Para kader Muhammadiyah yang tergabung dalam Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM) kembali menyelenggarakan sebuah agenda yang bernama Muktamar Pemikiran Islam…
Report

Haedar Nashir: Moderasi adalah Solusi Menangani Radikalisme dan Ekstremisme

1 Mins read
IBTimes.ID – Haedar Nashir Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan, bahwa pendekatan moderasi adalah solusi dalam menangani radikalisme dan ekstremisme. Hal ini…
Report

Riset: Pesantren, Politik Dinasti, dan Oligarki Kekuasaan

5 Mins read
IBTimes.ID – Oligarki kekuasaan dan politik dinasti adalah dua fenomena pemilihan kepala daerah dan pemilihan anggota legislatif secara langsung yang terjadi pasca…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *