Penyebutan ilmu pasti dihubungkan dengan teori. Sehingga, ilmu dapat dipandang sebagai rangkaian atau gabungan teori sesuai dengan disiplinnya dengan penegasan uji kebenarannya. Ilmu fikih misalnya, di dalamnya pasti memuat teori-teori tentang fikih. Ilmu nahwu berkaitan dengan semua teori tata bahasa Arab, begitupun ketika menyebutkan ilmu lainnya.
Dalam produk tulisan, ilmu diwujudkan dalam teks khususnya pada kitab, sebuah sebutan yang khas di pesantren atau kajian keislaman. Jalinan teks dan kalimat pada paparan ilmu dirujuk pertama kali melalui matan.
Seputar Matan
Istilah matan ini biasanya diarahkan pada teks utama kajian, biasanya singkat, padat, dan lugas. Tiga ciri ini, di luar matan hadis, melekat dalam historisitas teks di dunia ilmu keislaman. Satu disiplin bisa beragam matannya juga beragam penulisnya. Yang biasa muncul ke permukaan adalah kitab matan yang ditetapkan sebagai rujukan utama, padahal selain kitab tersebut masih banyak kitab yang lainnya.
Membaca matan perlu keterampilan khusus literasi bahasa Arab dan pemaknaan. Bagi yang langsung mempelajarinya dengan kyai, makna dapat langsung diperoleh melalui sorogan atau bandongan. Kyai membaca teks dan arti. Santri mencatatnya, yang sering disebut dengan logat.
Setiap kata diberi arti, yang terkadang menggunakan simbol-simbol tertentu. Berbeda dengan ketika menemui matan yang baru, keterampilan tersebut mutlak diperlukan. Struktur kalimat (nahwu), bentuk kata (sharaf), dan arti kata menjadi komponen pokoknya.
Syarah Sebagai Penjelas Matan
Terkadang, beberapa teks matan tidak dapat langsung dipahami oleh pembaca atau perlu penjelasan. Syarah dalam hal ini menjadi penjelas bagi matan. Penjelasannya disusun oleh ulama atau orang memahami makna teks matan.
Komponen ilmunya cukup kompleks, tidak hanya tiga komponen di atas. Komponen redaksi, latar belakang penulis, mainstream ilmu yang dikaji pada matan, juga manuskrip yang diterima oleh pensyarah.
Jalinan matan dan syarah mencirikan koneksitas keilmuan yang solid. Syarah muncul merujuk pada matan. Matan dijelaskan oleh syarah. Dalam bahasa filsafat, jalinan ini menunjukkan fungsi eksplanasi atau fungsi penjelasan.
Fungsi ini menyajikan rangkaian pentingnya penjelasan setiap unsur yang ada pada teks dan konten. Eksplanasi ini mengacu pada substansi aksiologis teks dan konten yang mesti dijelaskan. Setiap teks dan teori dalam kerangka eksplanasi ini menjadi fondasi awal dalam jaringan teori dan konsep keilmuan.
Koneksitas Matan dan Syarah
Dari sisi mana matan dan syarah memiliki koneksitas? Koneksitas biasa diartikan keterhubungan satu hal dengan hal atau beberapa hal lain. Kata ini sudah biasa disebut dalam dunia ilmu dan jalinan sosial.
Koneksitas menghadirkan hubungan yang saling mengisi, melengkapi, dan menunjukkan peran masing-masing. Dalam bahasa Arab, koneksitas disepadankan dengan al-irtibath (الارتباط).
Teks matan dan syarah memiliki koneksitas dalam isian konten, struktur, komponen kelengkapan teori, dan peran makna di antara keduanya.
Pertama, koneksitas kata. Kata yang disebutkan substansinya pada matan dieksplanasi oleh syarah. Diksi kata oleh pensyarah terkadang ditujukan pada makna, struktur kata, asal kata, juga kaitannya dengan kata lain dalam jalinan terminologi tertentu. Kata yang dijelaskan secara umum difokuskan pada kata yang perlu dijelaskan, sehingga tidak setiap kata dijelaskan olehnya.
Kedua, koneksitas redaksi (التركيب). Makna pada matan dapat diidentifikasi pada kalimat (الجملة) yang disusun. Susunan kalimat tunggal dan majemuk, ikhbari dan insya’i, tak luput dari fokus pensyarah.
Terkadang kita menemukan pemaparan pensyarah pada sisi ini. Misalnya ketika ada kata أما yang berfungsi perincian (التفصيل أو التفريع) dipastikan ada artikel فاء untuk fungsi penegasan (الفصيحة). Struktur ini menunjukkan koneksitas dalam jalinan makna redaksi.
Ketiga, konteks ilmu (مجال العلم). Sisi ini biasa ditemukan pada penjelasan awal kitab atau beberapa istilah yang dijelaskan. Pensyarah setelah menelaah teks matan, menghubungkan makna teksnya sesuai disiplin ilmu yang dijelaskan.
Bertolak pada teks dan disiplin ilmu, pensyarah memaparkan sesuai dengan konteks ini. Paparannya ada yang panjang dan luas, atau hanya beberapa bagian, tergantung pada gaya dan corak pensyarah. Koneksitas makna bacaan ini menyuguhkan fakta teks dalam matan dan syarah.
Karena adanya koneksitas ini, dapat ditegaskan bahwa syarah memiliki keajegan dalam daya cipta keilmuan. Kemampuan mencipta ini sekaligus menjadi ciri khas dalam jalinan ilmu keislaman.
Ilmu keislaman dalam konteks matan dan syarah telah menunjukkan koherensi yang solid antar komponen teori. Sehingga, apabila pembaca belum memahami teks yang dimaksud, ia dapat menelusuri dan menelaahnya dalam syarah. Wallahu A’lam.
Editor: Yahya FR