Feature

Tagar #UADdown dan Respons Bijak Sang Rektor

3 Mins read

UAD mendadak terkenal di jagad Twitter gara-gara tagar #UADdown. Hal ini berlangsung ketika saya sedang berdiskusi dengan salah satu aktivis mahasiswa UAD hingga pukul 03.00. Di pagi hari menjadi heboh dan diberitakan di jogja.tribunnews.com (4/5/2020).

Beberapa grup media sosial membahas masalah ini. Baik internal maupun eksternal UAD. Beberapa orang juga menjapri saya menanyakan seberapa parah UAD, sehingga menjadi trending topic. Bahkan sampai sore tadi 15.38 tagar #UADdown masih menduduki peringkat kelima. Demikian pesan yang disampaikan Faozan Amar, salah satu Dosen Uhamka.

Beberapa dosen mencoba memberikan respons terhadap cuitan di Twitter tersebut. Intinya mengajak agar tagar #UADdown tersebut tidak dilanjutkan. Karena kalau dilanjutkan akan merugikan semua pihak, baik mahasiswa maupun kampus UAD sendiri.

Respons Rektor UAD

Terkait dengan trending topik tagar #UADdown saya jadi penasaran ingin mengetahui respons rektor UAD, Dr. Muchlas, MT. Pukul 20.30 saya beranikan sms via WhatsApp. Berikut ini pesan yang saya kirim.

Penulis: “Saya dijapri banyak orang. Saya katakan ini anugrah dari Allah. UAD diberi mahasiswa yang memiliki kesadaran digital yang baik. Insyaallah bad news akan menjadi good news.

Rektor: “Betul mas karena untuk mencapai trending topic tidak gampang…toh opini terbelah positif dan negatif…resultante-nya UAD makin tenar…demo seperti dilakukan terhadap PT di seluruh Indonesia lainnya, tinggal tunggu saja saat eksplosifnya”

Penulis: “Susah sekali jadi trending. Sementara mahasiswa kita bisa hebat gitu. Ngak nyangka…”

Rektor: “Mungkin didukung mhs PT lain. Kalau dari analisis medsos banyak mahasiswa PT lain membantu mempercepat tagar Twitter.”

Penulis: Keterampilan seperti itu harus diapresiasi. Malah perlu dihargai. Seperti para pembobol situs KPU. Mahasiswa seperti ini harus diajak ngopi Pak. Hebatnya mereka bisa menggerakkan mahasiswa PTS lain. Artinya kemampuan kolaborasi mereka dengan kampus lain perlu diacungi jempol.

Baca Juga  Pengalaman Zakat di Jerman dalam Suasana Pandemi Corona

Rektor: “Itulah sebabnya saya minta tim medsos kita menanggapi biasa saja tidak perlu berlebihan.”

Penulis: “Harus diundang pak. Diapresiasi”

Rektor: “Ya nanti saya usulkan ke WR Kemahasiswaan”

Apresiasi terhadap Rektor

Melihat respons Rektor UAD di atas saya sangat bangga. Beliau tidak menampakkan kepanikan sama sekali. Malah yang terlihat ada respons positif. Sepertinya sangat memahami kondisi dan perubahan-perubahan yang akan terjadi.

Bagi Rektor UAD, demo melalui media online seperti itu bukan sebagai ancaman, melainkan sebagai nilai positif. Ada potensi besar yang dimiliki oleh mahasiswa UAD. Kemampuan mengelola isu dan menggerakkan jaringan adalah hal yang sangat berharga. Tidak semudah itu menjadi trending topic.

Itulah sebabnya beliau meminta agar tidak berlebihan merespons hal tersebut. Saya menilai sikap seperti ini patut dijadikan contoh bagi pemimpin lainnya. Kritik dan saran merupakan ekspresi rasa cinta dan perhatian yang lebih terhadap lembaga. Hanya orang yang open hearth dan open mind yang dapat menjadikan kritik sebagai nilai positif.

Kesadaran Literasi Digital

Apapun tuntutan yang ditujukan kepada UAD menunjukan sebuah arah perubahan yang baik, yakni kesadaran literasi digital. Kesadaran literasi digital terkadang tidak dilihat sebagai potensi yang luar biasa. Padahal di era sekarang, literasi digital sangat penting dalam transformasi masyarakat.

Kalau mau jujur, melihat pola beragama bangsa ini bukan terletak pada dua organisasi besar, antara Muhammadiyah dan NU. Melainkan tergantung pada seberapa besar viewer dan subscriber dari para ustadz yang sering muncul di media online, terutama Youtube.

Islam di Indonesia, sebenarnya terletak pada ustadz-ustadz yang muncul di Youtube. Kelebihan media ini, pelajaran agama dapat didengarkan kapan saja dan dimana saja. Masyarakat gandrung dan mengikuti mereka. Agama bukan terletak pada fatwa tarjih atau hasil bahsul masa’il.

Kembali pada persoalan, kasus tagar #UADdown menunjukkan mahasiswa UAD sangat sadar peran media sosial dalam menekan perubahan kebijakan di kampus. Ternyata, gerakan di media sosial juga dapat menarik simpati mahasiswa lainnya dari berbagai Perguruan Tinggi lainnya yang merasa nasibnya sama. Artinya solidaritas, ternyata juga ada dalam dunia digital.

Baca Juga  Merefleksikan Wasiat Sunan Gunung Jati di Tengah Politisasi Identitas

Sebelum tagar #UADdown sebenarnya juga terjadi pada tagar #UndipKokJahat. Fenomena ini sebenarnya juga terjadi pada kampus lainnya. Namun yang fenomenal adalah yang terjadi pada UAD. Hal ini menunjukkan perubahan pola gerakan mahasiswa juga. Hastag #gejayanmemanggil juga merupakan fenomena yang sama.

Kelemahan dari model gerakan ini adalah tindak lanjutnya yang tidak terukur. Sifatnya yang masih reaktif terkadang tidak bertahan lama. Sehingga perubahan yang ingin dicapai tidak dapat dikawal hingga benar-benar terjadi. Namun, gerakan seperti ini sangat efektif untuk menekan.

Apa yang Harus Dilakukan

Ketika saya menjadi aktivis, ada peribahasa yang selalu tertanam. “Didiklah mahasiswa dengan pergerakan, dan didiklah pemerintah dengan perlawanan”. Pribahasa ini sepertinya belum lenyap dari benak mahasiswa. Apapun bentuk ketidakadilan menjadi lawan dari mahasiswa.

Kampus semestinya menjadi sahabat bagi mahasiswa. Jangan berdiri berlawanan dengan mahasiswa. Lawan bagi mahasiswa adalah ketidakadilan dan kezaliman. Kampus menjadi tempat pembelajaran bagi mahasiswa mengidentifikasi masalah yang ada.

Ketika saya tanya aktivis yang terlibat dalam tagar tersebut, mereka hanya ingin mengetahui keadaan UAD sesungguhnya. Bagaimana keadaan keuangan kampus? Apakah kampus akan bubar atau tidak.

Jadi mereka sebenarnya ingin terlibat dan bertanggung jawab mempertahankan kampus. Mereka ingin juga memberikan sumbangsih terhadap kampus. Mereka juga ingin mengukir sejarah di kampus tempat mereka belajar. Namun, belum menemukan jalannya. Ngopi dan duduk bareng bisa jadi solusi. Semoga.

Avatar
30 posts

About author
Dosen Prodi Ilmu Hadis Fakultas Agama Islam Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, Ketua MPK PWM DIY, Sekretaris Pendidikan dan Kaderisasi PP Pemuda Muhammadiyah.
Articles
Related posts
Feature

Belajar dari Kosmopolitan Kesultanan Malaka Pertengahan Abad ke15

2 Mins read
Pada pertengahan abad ke-15, Selat Malaka muncul sebagai pusat perdagangan internasional. Malaka terletak di pantai barat Semenanjung Malaysia, dengan luas wilayah 1.657…
Feature

Jembatan Perdamaian Muslim-Yahudi di Era Krisis Timur Tengah

7 Mins read
Dalam pandangan Islam sesungguhnya terdapat jembatan perdamaian, yakni melalui dialog antar pemeluk agama bukan hal baru dan asing. Dialog antar pemeluk agama…
Feature

Kritik Keras Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi atas Tarekat

3 Mins read
Pada akhir abad ke-19 Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, seorang ulama Minangkabau dan pemimpin Muslim terpelajar, Imam Besar di Masjidil Haram, Mekah, meluncurkan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds